Mohon tunggu...
Elis Nurbaeti
Elis Nurbaeti Mohon Tunggu...

ketua FORWA Sukabumi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membedah Pola Didik, Membedah Pola Pikir

20 September 2016   15:32 Diperbarui: 20 September 2016   15:44 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya mengelola yayasan yang didalamnya ada beberapa unit pendidikan yaitu pendidikan pra sekolah ( PAUD dan TK ) dan Sekolah Dasar dg konsep fullday school berbasis Islam.

Disekolah, kami mendapatkan amanah yg luar biasa yaitu dipercaya untuk membantu  anak- anak istimewa.

Salah satunya bernama galuh.dia anak kelas 1 SDIT. Keseharian galuh nampak sepintas  biasa saja. Dia belajar, bermain dengan teman sebayanya seperti anak2 lainnya. Keterbatasan penglihatan tidak menjadi kendala bagi anak tsb. Dia tetap ceria dan berinteraksi secara wajar. Demikian halnya dengan teman2nya. Mereka memperlakukan galuh tidak berbeda dengan lainnya.

Galuh adalah seorang anak dengan keterbatasan penglihatan. Para ahli mata yang pernah didatangi orangtuanya diberbagai rumah sakit, termasuk di RS spesialis mata cicendo bandung mengatakan bahwa bola mata galuh memang tidak dapat berkembang, sehingga semakin dia besar , mata nya akan semakin mengkerut.

Untungnya galuh memiliki orang tua yang hebat. Mereka tidak berkecil hati dan justru selalu berdiskusi dengan kami para pendidiknya perihal apa dan bagaimana progress keseharian galuh.

Galuh tidak dapat melihat secara fisik, tapi ajaibnya dia dengan cepat dapat mengidentifikasi teman2 sekelasnya satu demi satu. Dia juga dapat membedakan aneka warna, buku pelajaran, barang2, nilai mata uang dll. tanpa harus melihat.  Istimewanya lagi sejak usia TK dia sudah mampu menghafal juz 30 alquran,beberapa hafalan surat2 panjang dan pendek secara random, dan hafalan doa2.

Semula guru kelasnya sempat bingung dan berkonsultasi dengan saya,.... Bu..apa yg harus saya lakukan untuk galuh, dia mungkin tidak akan bisa mengejar target pembelajaran membaca, menulis dan berhitung.

Saya bilang..No.tidak usah kejar target,kita akan bantu dia mengoptimalkan potensinya, sesuai kemampuannya. Hal itu pula yang saya sampaikan kepada orang tua galuh untuk lebih memotivasi mereka.

Terkadang banyak orang tua dan guru yang terlalu kaku melihat perkembangan anak menurut standard kurikulum pada umumnya. Kadang kita tidak menyadari bahwa setiap anak dilahirkan, tumbuh dan berkembang dengan keistimewaan yang berbeda.

Sebagai pendidik, tentunya kita harus lebih adil memposisikan dan memahami personalisasi anak.

Saat ada seorang anak berbeda dan dianggap nakal oleh teman2nya, misalnya. Saat itulah pendidik harus melihat adanya tantangan besar, bagaimana agar bisa membantu anak tsb.lebih bisa mengelola keingin tahuannya, mengelola emosinya, mengelola jiwa pemberontakannya, menjadi sesuatu yg bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.

Komunikasi pendidik dengan orang tuanya akan sangat berguna untuk bisa menentukan arah dan pola asuh yang sesuai untuk setiap anak.

Orang tua murid merupakan sumber belajar dan sumber pengalaman yang berharga bagi pendidik disekolah untuk lebih memperkaya pengalaman mengajarnya dan memberikan layanan pola asuh yang sesuai kebutuhan anak, dengan memperhatikan keunikan individu nya.

Tidak semua orang bisa sukses dengan cara yang sama. Saya yakin anak seperti galuh pada cerita diatas akan bisa dibantu meraih sukses dengan cara yang luar biasa pula.

Walaupun saya mengelola sekolah formal, tapi satu hal yang saya yakini, bahwa sekolah formal hanyalah satu dari sekian banyak cara orang menuju sukses. Sekolah-sekolah terbuka, sekolah alam, sekolah rumah ( home schooling) dan pesantren-pesantren, tidak sedikit melahirkan orang-orang hebat diseluruh dunia ini.

Jadi hemat saya, mari semua berfikir maju dan tidak terkungkung dengan pola pendidikan standard yang dilakukan sejak jaman orang tua kita dulu. Anak bisa belajar dimana saja, dengan media apa saja, dengan siapa saja, sepanjang itu bisa membantu mengoptimalkan potensi dirinya. Tugas guru bukanlah memintarkan anak, bukan semata mengejar target kurikulum, raport atau ijazah, tapi adalah membantu proses optimalisasi potensi yang diberikan Allah kepada setiap individu sesuai tahap perkembangannya.

Jangan berputus asa bila anak kita tidak punya ijazah formal, tapi mari kita bantu untuk memiliki kemahiran lain.

Lihatlah kemampuan para kiyai, para profesor, para praktisi dan pengusaha sukses di negeri ini, bahkan diluar negeri, banyak diantara mereka dan tidak semuanya merupakan produk pendidikan formal.

Niat saja yang baik, berupaya tanpa putus asa, dan berdoa sebagai ruhnya, Insya Allah kita akan melahirkan genersi sesuai yang diharapkan.

Let's be smart and wise.

Fa idza 'Azamta Fatawakkal 'Alallah  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun