Mohon tunggu...
Eliezer Mei Kriswanto
Eliezer Mei Kriswanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas (The Critical Voice, Eliezer Mei Kriswanto).

Bersama bacaan dan tulisan saya menikmati kebebasan berpikir. Namun saya bukan penciptanya. Saya ingin menciptakan kebebasan dan menikmatinya dari buah pemikiran yang saya tuangkan dalam karya tulis. Selamat membaca dan berpikir bebas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Permasalahan Ekosistem dan Jalan Keluarnya dalam Teropong Kaum Muda

13 Oktober 2023   21:49 Diperbarui: 13 Oktober 2023   21:51 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://infonegeri.id/

A.       Pendahuluan

 Indonesia menyandang status sebagai negeri megabiodiversitas (keanekaragaman hayati dalam jumlah besar), meski secara geografis luas wilayahnya hanya 1,3% dari total keseluruhan luas bumi. Wilayah Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 25% dari total jumlah spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia dan 40% di antaranya adalah tumbuhan endemik Indonesia. Selain itu, Indonesia memiliki 8157 spesies vertebrata dan ada 1900 spesies kupu-kupu atau 10 persen dari total spesies kupu-kupu dunia ada di ndonesia.

 Permasalahan ekosistem terkait erat dengan ketidakseimbangan ekosistem itu sendiri. Tidak seimbangnya ekosistem disebabkan oleh adanya masalah yang mengganggu komponen biotik dan abiotiknya. Persoalan ketidakseimbangan tersebut umumnya diidentifikasi sebagai permasalahan lingkungan hidup. Dalam konteks Indonesia ada tujuh isu lingkungan hidup yang dapat mengancam keseimbangan ekosistem, yaitu perubahan iklim, pencemaran lingkungan, hilangnya biodiversitas, krisis air, kehancuran hutan, penggunaan bahan bakar fosil, dan pencemaran karena penggunaan plastik.

 Tujuh isu di atas merupakan gambaran masalah ekosistem di seluruh Indonesia. Masalah-masalah tersebut pun sebagian besar terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Misalnya rusaknya ekosistem di kawasan Merapi yang hingga saat ini masih terjadi dan belum berhasil dipulihkan. Kondisi tersebut ditandai dengan banyaknya lahan yang gundul dan tidak ditumbuhi oleh pepohonan. Padahal wilayah lereng Merapi merupakan wilayah penting yang memiliki peran sentral sebagai resapan air. Pemerintah setempat telah berusaha mengatasi masalah tersebut dengan melancarkan program reboisasi.

Tidak hanya di kawasan tersebut, kawasan lain dari daerah ini seperti wilayah perkotaan maupun pemukiman pun terdapat gejala-gejala kondisi ekosistem yang tidak seimbang. Kondisi tersebut ditandai dengan terbatasnya ruang terbuka hijau dan populasi pohon pada berbagai jalan utama. Mengacu pada data Pemerintah Kota Jogja, Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Gudeg baru tercapai sekitar 8,11% dari total luas Kota Jogja. Idealnya, Kota Jogja memiliki 30% RTH dari luasan wilayah. Sebanyak dua per tiga RTH merupakan kontribusi dari pohon perindang yang ada di jalan-jalan. Persoalan ekosistem di DIY juga muncul dalam kasus rusaknya lingkungan perairan di berbagai daerah aliran sungai besar dan kecil di wilayah ini. Kerusakan tersebut ditimbulkan oleh adanya pencemaran air sungai sebagai akibat dari pembuangan limbah dari berbagai jenisnya. Isu ketersediaan air bersih pun mengemuka setelah maraknya pembangunan hotel besar di wilayah ini. 

Permasalahan tidak seimbangnya ekosistem akibat berbagai gejala destruktif di atas hampir seluruhnya bersifat artifisial. Dengan kata lain, faktor perilaku eksploitatif dari manusia yang menyumbang dalam porsi besar sehingga munculnya permasalahan-permasalahan tersebut. Pencemaran lingkungan misalnya tidak dapat dilepaskan dari aktivitas pertambangan dan domestik yang dilakukan manusia sehingga mencemari lingkungan laut, sungai, dan wilayah pegunungan. Dampak ikutannya berupa krisis air bersih, hancurnya habitat makhluk hidup lain, kepunahan banyak spesies, hingga menurunnya kualitas kesehatan seluruh makhluk. Pada akhirnya tercetuslah ketidakseimbangan ekosistem. Demikian halnya dengan deforestasi atau penghancuran lingkungan hutan pun tidak lepas dari kegiatan bisnis secara ekstensif yang dilakukan oleh manusia. Dampaknya meluas hingga pada rusaknya habibat, bencana-bencana alam seperti banjir bandang, kekeringan, dan efek rumah kaca yang semakin parah serta kualitas udara yang semakin menurun. Dapat disimpulkan bahwa faktor manusia merupakan faktor dominan penyebab kerusakan ekosistem bumi secara umum serta Indonesia dan DIY secara khusus. 

Karena itu, permasalahan ekosistem yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, terjadi pula di wilayah DIY. Permasalahan tersebut juga memiliki variasi yang sama dengan permasalahan ekosistem yang terjadi di daerah-daerah lain. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan ekosistem relatif merata terjadi di Indonesia, termasuk pula di wilayah perkotaan dan pedesaan. Riset ini akan fokus untuk menelaah lebih lanjut problematika ekosistem di Indonesia secara umum dan DIY secara khusus. 

B.       Pembahasan  

Ekosistem secara umum dalam pandangan berbagai ahli seperti Odum diartikan sebagai seperangkat unit fungsional dasar dalam suatu ekologi atau ligkungan hidup yang di dalamnya tercakup organisme beserta lingkungannya. Adapun lingkungan dalam hal ini mengacu pada lingkungan biotik dan abiotik yang mana keduanya saling memberi pengaruh. Demikian pula pendapat yang diajukan oleh Resosoedarmo yang memberi penekanan pada kedudukan dan peran ekosistem sebagai satuan fungsional dari ekologi yang ditopang oleh lingkungan biotik dan abiotik. 

Lebih lanjut, ekosistem dapat pula dimengerti sebagai sistem ekologi atau lingkungan yang terkonstruksi oleh suatu relasi resiprokal antara makhluk hidup dengan lingkungannya di mana hubungan tersebut bersifat saling memberi pengaruh. Hubungan tersebut dikatakan memiliki watak sistematis karena mengandung berbagai komponen yang secara fungsional beragam dan terkoordinasi dengan baik sehingga komponen-komponen tersebut terhubung dalam cara timbal balik. Adapun komponen-komponen yang dimaksud adalah komponen biotik yang mengacu pada makhluk hidup, komponen abiotik yang mengacu pada benda-benda tak hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun