Aku mengintip rumah depan dari balik jendela. Dalam hati bertanya-tanya siapa kiranya orang waras yang mau membeli rumah antik di depan rumah kami. Rumah itu telah dibiarkan kosong sejak kami pindah ke daerah ini lima tahun yang lalu. Dengan arsitektur Belanda yang kental, rumah itu masih terlihat kokoh dan terawat. Namun pepohonan di sisi kanan dan kiri juga sebuah pohon beringin berbatang besar yang bertengger tepat di depan rumah seakan menghalangi pandangan.
      Aku menjulurkan leher kian ke depan. Tampak orang-orang lalu lalang mengangkat dan membawa barang-barang dari bak truk besar. Keherananku makin membuncah. Kurasa orang yang membeli rumah itu benar-benar tidak peduli dengan rumor yang beredar. Banyak tetangga kami yang sering mendengar suara-suara aneh tengah malam. Bahkan tetangga yang tinggal di sebelah rumah tua itu mengaku pernah menyaksikan sesosok bayangan hitam berkelebat saat menaruh sampah ke bak depan rumahnya.
      Tak hanya itu, tetangga di sebelah kiri rumah itu, Pak Abubakar sekeluarga akhirnya memilih pindah setelah menjual rumahnya. Dia bungkam saat para tetangga merecokinya dengan macam-macam pertanyaan. Semua mencurigai Pak Abubakar sekeluarga sering mendengar suara-suara melengking. Bahkan ada yang menakut-nakuti dengan cerita "Swanggi" yang terbang mengitari kompleks itu untuk mencari mangsa hati bayi yang masih mentah. Swanggi adalah sebutan lokal di Papua untuk seseorang yang memiliki kekuatan sihir hitam dan jiwanya selalu mengembara tiap tengah malam untuk memangsa jiwa bayi yang murni.
      Tiba-tiba sebuah tepukan membuatku terlonjak. "Kak!"
      Aku kaget dan menyemburkan suara latah. Di depanku Rafa terkekeh geli. Dia adikku yang kurus tinggi dan baru kelas empat SD.
      "Rafaaaa!!!!Bisa nggak kamu bersuara?!Jantungku nyaris copot tadi."
      Rafa dengan cueknya menghempaskan diri di kursi tamu, mengabaikan teriakan histerisku.
      "Kakak ngapain sih memata-matai tetangga depan?Kata si Roni, yang pindah cuma sepasang pria dan wanita tua."
      Aku mengangkat alis. Roni adalah teman sekelas Rafa yang tinggal di sebelah kanan rumah kuno itu.
      "Terus, apa lagi yang dia bilang?"Tiba-tiba aku tertarik luar biasa. Jiwa penasaranku tak terbendung.
      Rafa melipat tangan. "Katanya si pria tua itu seram. Punya janggut panjang warna putih dan mata menyala. Dia tidak ramah waktu Bapak Roni datang menyapa. Terus anehnya yang wanita cuma menjawab pendek terus masuk ke rumah. Tidak keluar lagi."