Mohon tunggu...
Elfahd Hanny Bramantyo
Elfahd Hanny Bramantyo Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa dari Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jember, suka mengenai hal-hal berbau politik dan perkembangan teknologi (Globalisasi)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kapitalisme Platform : Apakah Gojek/Shopee Memperdaya Pekerja dengan Dalih Fleksibiltas?

20 April 2025   20:39 Diperbarui: 20 April 2025   20:39 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah derasnya gelombang digitalisasi, muncul satu istilah baru yang secara diam-diam mengubah wajah dunia kerja: kapitalisme platform. Sistem ini hadir membawa janji kebebasan, fleksibilitas, dan kemudahan bagi para pekerja. Siapa yang tak tergoda oleh gagasan "kerja kapan saja, dari mana saja, tanpa atasan"? Namun ketika janji-janji itu dikuliti lebih dalam, muncul pertanyaan penting: apakah benar fleksibilitas ini membawa kebebasan? Atau justru menjadi bentuk baru dari eksploitasi terselubung?

Dua contoh besar yang lekat dengan kehidupan kita adalah Gojek dan Shopee, platform digital yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian masyarakat Indonesia. Di balik jasa ojek online, pengiriman makanan, atau layanan kurir instan yang kita nikmati, ada jutaan pekerja yang menopang sistem ini. Mereka disebut mitra, bukan karyawan. Mereka bekerja fleksibel, tapi tanpa jaminan. Mereka bebas memilih waktu kerja, tapi jika tak online selama 10 jam sehari, mereka bisa kehilangan insentif. Jadi, sebenarnya siapa yang benar-benar diuntungkan oleh sistem ini?

Kapitalisme yang Bertransformasi

Kapitalisme platform adalah bentuk mutakhir dari sistem kapitalisme yang kita kenal. Jika kapitalisme klasik berkutat pada pabrik dan buruh tetap, maka kapitalisme platform bergeser ke ruang digital, di mana tenaga kerja menjadi lebih fleksibel---dan lebih mudah digantikan. Platform seperti Gojek dan Shopee tidak memproduksi barang secara langsung; mereka menjadi perantara antara konsumen dan penyedia jasa, sambil meraup keuntungan dari transaksi yang berlangsung di dalam sistem mereka.

Dalam pandangan para pemikir seperti Nick Srnicek, kapitalisme platform menciptakan ketergantungan struktural antara pekerja dan platform, di mana perusahaan tidak lagi memikul tanggung jawab seperti jaminan sosial, upah minimum, atau hak cuti. Ini semua dibungkus dalam narasi "fleksibilitas" yang terdengar membebaskan, tapi pada kenyataannya justru mengaburkan relasi kerja yang timpang.

Pekerja Gojek, misalnya, seringkali harus menempuh lebih dari delapan jam di jalan demi memenuhi target bonus harian. Mereka menanggung biaya bensin, perawatan kendaraan, bahkan risiko kecelakaan. Tapi secara hukum, mereka bukanlah "pegawai" sehingga platform tidak wajib memberikan perlindungan atau tanggung jawab seperti perusahaan konvensional. Sementara itu, platform tetap meraup keuntungan dari transaksi yang mereka tidak sepenuhnya ikut kerjakan. Di sinilah letak ironi kapitalisme platform: risiko dialihkan ke individu, sementara keuntungan dikumpulkan oleh perusahaan.

Shopee dan Model "Kerja Tanpa Status"

Fenomena serupa juga tampak dalam ekosistem Shopee. Banyak anak muda bekerja sebagai admin toko online, dropshipper, atau pekerja lepas di pusat logistik Shopee. Status mereka sering tidak jelas, bukan karyawan tetap, tapi juga bukan mitra usaha. Mereka hanya bagian dari sistem distribusi yang dirancang sangat efisien, fleksibel, dan sayangnya sangat rentan terhadap eksploitasi.

Dalam banyak kasus, pekerja harian atau kontrak di warehouse Shopee harus bekerja dalam tekanan target yang tinggi, sistem shift yang padat, dan upah minim. Ketiadaan perlindungan jangka panjang membuat posisi mereka sangat rapuh di tengah ketidakpastian ekonomi. Tapi sistem ini tetap dianggap sah karena dibungkus dengan narasi "kesempatan bagi semua".

Inilah yang oleh David Weil disebut sebagai fenomena "fissured workplace" atau tempat kerja yang terfragmentasi. Perusahaan besar mendorong tanggung jawab kerja ke bawah, ke lapisan pekerja kontrak, outsourcing, atau mitra, sambil tetap mengontrol alur kerja dan hasil akhir. Kapitalisme platform meminjam logika ini dan membawanya ke era digital.

Keseimbangan yang Hilang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun