Saat memiliki bayi, Ibu adalah seorang murid. Yang dituntut untuk banyak belajar.
Ibu belajar memerinci waktu; berapa kali ia harus terbangun pada dini hari, berapa lusin popok basah yang mesti ia ganti.
Saat memiliki bayi, Ibu adalah seorang siswa. Yang dituntut untuk terampil dan teliti. Ia tidak boleh salah menghitung porsi. Seberapa banyak mesti menyusui agar bayinya tumbuh sehat dan kuat seperti bapaknya (jika bayi itu laki-laki), dan seberapa sering ia mesti menenangkan agar bayi tidak tuntrum dan tumbuh tangguh seperti ibunya (jika bayi itu perempuan).
Di bulan kesekian, Ibu yang memiliki bayi adalah masih seorang murid. Yang dituntut untuk belajar semakin giat.
Ibu belajar menyiasati waktu, agar tugas rumah yang bertumpuk tetap bisa diatasi. Ibu juga belajar menyisihkan hari, agar memiliki kesempatan untuk sekadar merawat dan berhias diri.
Tapi tentang meluangkan hari, kadangkala Ibu lebih suka melukis masa depan di atas kening bayi mungilnya. Ketimbang menggurat alis palsu di atas kedua mata lelahnya.
Ya. Sekolah Ibu adalah ruang belajar yang tak pernah tutup, ruang kelas yang tak mengenal hari libur.Â
Tapi Ibu tampak bahagia. Saat belajar bersama waktu dan bayi mungil yang meringkuk hangat di dalam pelukannya.
***
Malang, 16 September 2021
Lilik Fatimah Azzahra