Tersesat di Kampung Topeng
Pernahkah Anda tersesat di suatu tempat? Bagaimana perasaan Anda ketika tersesat itu---kesal, marah, bingung atau...?
Itulah yang saya alami. Sekitar satu bulan lalu ketika mencari alamat seorang teman, saya tersesat di suatu tempat yang membuat saya termangu berlama-lama.
Lalu saya lebih suka menyebutnya dengan tersesat yang menyenangkan. Bagaimana tidak, saya ternyata tersesat di sebuah perkampungan unik. Yakni perkampungan yang dihiasi begitu banyak topeng dengan berbagai karakter dan ukuran.
Rizki, Jukir Cilik dari Kampung Topeng
Yup! Saya memang tengah tersesat di sebuah pemukiman bernama Kampung Topeng. Kampung yang terletak di Dusun Baran, Tlogowaru, Kedung Kandang, Malang.
Mata ini masih sibuk menyapu sekeliling ketika seorang bocah laki-laki usia SD berlari-lari kecil, diikuti oleh teman-teman sebaya menghampiri saya.Â
"Bundaaa...kami siap mengantar Bunda berkeliling taman. Motornya silakan diparkir di sana dulu, yaa."
Seruan itu membuat saya tertegun dan bertanya-tanya dalam hati. Siapakah bocah kurus itu? Masa iya bocah sekecil itu sudah jadi juru parkir?
Dan, kenyataannya memang demikian.
Ini sungguh sesuatu yang sangat menarik. Saya pun memilih manut ketika bocah itu memandu memarkir motor lalu dengan langkah lincah mengantar saya menuju taman.
"Bunda, nama saya Rizki. Ini teman-teman saya. Nita, Inggrid, dan..." Sembari melangkah bocah laki-laki itu mewakili teman-temannya memperkenalkan diri.
"Ayah-ayah kami, Bun!" Rizki menjawab bangga.
"Hebat sekal! Lain kali Bunda ingin bertemu dengan ayah-ayah kalian, ya!" Saya pun menggandeng tangan bocah-bocah itu. Mengajak mereka duduk di bangku taman yang sudah disediakan.
Berbincang dengan anak-anak memang selalu menyenangkan. Mereka jujur, polos, dan apa adanya. Bahkan ketika saya menawarkan apakah mereka bersedia ditraktir mie goreng, anak-anak itu menjawab serentak, "Mau sekali, Bun! Tapi---kami malu."
"Sama Bunda tidak perlu malu. Kan kalian sudah menjadi pemandu Bunda hari ini," saya tersenyum lebar mendengar ucapan jujur mereka.
Jadilah siang itu saya menemani anak-anak menikmati mie goreng yang dipesan dari warung dekat taman.
Sembari menikmati makanan anak-anak itu tak henti bercerita tentang banyak hal. Tentang sekolah mereka, ayah-ayah mereka yang terampil memahat topeng, juga tentang virus corona.
"Di sini tidak ada Corona, Bun," Rizki membisiki saya. Saya terperangah. Tapi kemudian tertawa.
"Meski begitu kalian harus tetap menjaga kesehatan dan kebersihan badan, yaa," saya mengingatkan.
Ya. Siang itu dengan senang hati saya menjadi pendengar yang baik bagi mereka. Anak-anak penghuni Kampung Topeng.
Acara makan-makan sudah rampung. Tidak lengkap rasanya jika momen tersesat yang menyenangkan tersebut tidak diabadikan. Saya pun segera memberi aba-aba, mengambil beberapa foto mereka.
Lalu, cekrek! Cekrek!
Bak seorang fotografer profesional Rizki kecil membidikkan kamera ponsel ke arah saya.Â
Tapi sebelum itu saya berjanji pada Rizki dan teman-temannya. Suatu hari nanti saya akan datang kembali ke Kampung Topeng ini khusus menemui mereka.
Rizki dan Kawan-kawan Eks Anjal yang Nyaris Terlupakan
Belakangan baru saya ketahui bahwa Kampung Topeng Dusun Baran tempat Rizki dan kawan-kawannya tinggal adalah sebuah kampung tematik yang berada di bawah pengawasan dan binaan langsung Dinas Sosial Pemkot Malang. Penghuni kampung binaan ini mayoritas para eks gepeng dan anjal.
Saya tidak ingin membahas perihal bagaimana mereka (para gepeng dan anjal itu) sampai berada di pemukiman tersebut. Juga seperti apa lika-liku perekrutannya. Saya lebih tertarik membahas Rizki kecil beserta kawan-kawannya.
Sepulang dari tersesat yang menyenangkan itu, pikiran saya tidak bisa terlepas dari sosok Rizki. Saya jadi teringat sepenggal lirik lagu lawas Iwan Fals.
Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu...
Entah anak siapa dia. Ah, saya kira itu tidak penting. Rizki adalah anak-anak kita juga. Anak Indonesia!
Yang jelas saya jadi suka menceritakan perihal pertemuan saya dengan Rizki kecil kepada sahabat-sahabat saya. Juga perihal janji saya untuk bertemu ia kembali.
Dan, alhamdulillah, Minggu kemarin janji saya terpenuhi. Â Bersama para sahabat saya meluncur menuju Kampung Topeng Dusun Baran untuk menyambangi Rizki dan kawan-kawan.
Ah, itu dia! Kiranya profesi Rizki belum juga berubah. Rizki masih jadi juru parkir sekaligus pemandu di Kampung Topeng.
Saya segera memanggilnya. Mengulurkan sabun dan kaos bersih yang sudah disiapkan para sahabat dari rumah khusus untuk anak-anak penghuni Kampung T9peng. Â
"Rizki mandi dulu yang bersih, yaa. Biar Bunda bisa leluasa memelukmu."Â
Permintaan mandi ini berlaku juga bagi teman-teman Rizki yang lain.
Sebentar kemudian Rizki kecil muncul kembali di hadapan saya dengan penampilan yang sangat jauh berbeda. Ia tampak bersih, segar, dan wangi.
"Bunda, sebelum pulang biar Rizki yang fotoin, yaa..."
Lagi-lagi bocah kurus usia delapan tahun itu menawarkan diri, menjadi fotografer dadakan kami.
Dan, foto-foto yang Anda lihat di artikel ini, sebagian besar adalah hasil bidikan Rizki!
Malang, 19 Oktober 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Special thank to: Te Rin, Mbakyu Elfi, dan Mbakyu Riami (kner asal Wagir-Malang)