Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Hujan, Perempuan dan Lelaki di Perantauan

12 Oktober 2018   08:45 Diperbarui: 12 Oktober 2018   09:17 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest susie o

Senja di pelataran langit. Barisan anak-anak hujan berjajar rapi siap diturunkan. Hujan yang baru akil baliq ditunjuk sebagai komandan. Sedang hujan pupuk bawang, berdiri di barisan paling belakang.

Sembari menunggu petir meniupkan sangkakala, barisan anak-anak hujan bersiaga. Pada hitungan ketiga ketika sang komandan mengangkat tangannya, anak-anak hujan berebut berlompatan dengan lincah.

Hujan kecil jatuh meluruh paling akhir. Melayang ringan menuju samping sebuah rumah. Yang jendelanya sejak bertahun dibiarkan terbuka. 

Seorang perempuan. Yang mengaku hatinya tlah tersandera oleh cinta, duduk termenung di sisi jendela.

Hujan kecil mendekat menawarkan hiburan. Perempuan hanya mengangguk mengiyakan. Sejenak kemudian. Mengalunlah musik tunggal berirama tenang. Silence, milik Beethoven yang dimainkan anak-anak hujan sedemikian apik dan menawan.

Sedianya perempuan tak ingin terhanyut oleh alun melodi yang lebih mirip jantung berdenyut. Senyampang hujan lain datang menyerbu lalu berebut. Memainkan beragam pertunjukan dari tarian peri hingga atraksi semacam lelucon badut.

Seorang laki-laki berdiri. Di tepi Sungai Musi. Menatap hampar air sampai jauh ke batas hilir. Pada matanya yang lelah menampak satu wajah. Perempuan. Tengah berdansa. Membunuh waktu dalam selaksa rindu. Membiarkan tubuh dan hatinya beku. Kuyup entah oleh airmata ataukah oleh derasnya tempias rinai.

Di sini, di perantauan ini. Hujan kerap menyaru rupa. Kadang menjadi kupu-kupu, aum harimau, juga bunga sepatu. Namun kuberi tahu. Lebih seringnya hujan menjelma siluet dirimu.

Lalu lelaki itu sepenuh hati. Hati-hati mengecup pipi Sungai Musi.

***

Malang, 12 Oktober 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun