Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Istri Titipan [#1]

16 April 2018   19:45 Diperbarui: 16 April 2018   20:17 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :www.wlpapers.com

Senja itu, sepulang dari  shooting  yang mengambil lokasi di daerah puncak, mobil yang kami tumpangi remnya mendadak blong. Kebetulan saat itu Amar yang duduk di belakang kemudi. Ia tidak bisa menguasai keadaan. Terutama saat mobil mulai menabrak marka jalan.

Pada detik-detik kritis, ketika roda mobil menyentuh bibir jurang, gegas aku membuka pintu dan melompat keluar menyelamatkan diri. Sedang Amar, ia tidak sempat melakukan hal yang sama sepertiku. Tubuhnya meluncur bersama mobil masuk ke dalam jurang.

Dalam keadaan setengah sadar aku menyaksikan kendaraan yang baru beberapa bulan kubeli itu menggelincir lalu tersangkut pada sebatang pohon yang berjarak beberapa meter dari dasar jurang. Mendadak aku memikirkan keselamatan Amar. Maka dengan sisa-sisa tenaga yang ada aku segera meluncur ke bawah, menuruni tebing.

Amar masih siuman ketika aku datang. Susah payah aku membantunya keluar dari mobil. Dan aku nyaris menangis ketika berhasil menyelamatkannya.

Bau sangit mulai tercium. Aku segera memapahnya menjauh. Mencari tempat yang aman. Kutemukan hamparan rumput yang cukup luas. Lalu kutidurkan Amar di sana. Kusangga kepalanya dengan paha kakiku. 

Ia merintih sebentar. Bibirnya yang berdarah bergetar.

"Rams, kalau aku mati, berjanjilah untuk menjaga Irmina."

"Kau...jangan bicara begitu. Kau tidak akan mati. Aku akan segera mencari pertolongan untukmu. Bertahanlah Amar," aku membisikinya.

"Irmina, Rams. Dia...tengah hamil muda. Kau mau kan berjanji untukku?" Amar mengulangi permintaannya.

Entah karena panik atau apa, tanpa sadar aku mengangguk, mengiyakan. Sekilas kulihat Amar tersenyum. Lalu satu tangannya menggapai ke arahku.

Itulah terakhir kalinya aku melihat senyum  partner  kerjaku itu. Amar mengembuskan napas terakhirnya di atas pangkuanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun