Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Dongeng | Helai Benang Terakhir

1 Juni 2017   07:22 Diperbarui: 1 Juni 2017   07:48 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sebaiknya besok kubawakan ia sari buah-buahan untuk menyembuhkan sariawan yang sedang dideritanya,” tukang roti melanjutkan kalimatnya dengan nada prihatin. Tukang susu mengangguk sembari menyahut, “Atau aku akan membuatkan ia yogurt. Kandungan vitamin D-nya cukup tinggi. Sangat bagus untuk kesehatan tulang. ”

“Hei, sejak kapan ia memelihara angsa?” pekik tukang susu secara tiba-tiba begitu melihatku. Tukang roti kembali ia melongokkan kepalanya lebih dalam untuk memastikan.

“Angsa putih yang bagus! Lihat bulu-bulunya, sangat lembut dan berkilau.” Entah siapa yang bicara di antara mereka. Aku memalingkan muka. Kukira lebih baik menatap kobaran api dalam pediangan ketimbang melihat kedua laki-laki yang sedang heboh itu. Mereka terlalu banyak bicara. Membuat kepalaku pusing.

Perempuan manis itu seolah tidak terusik oleh kebisingan di sekitarnya. Jemarinya masih saja asyik merajut, dan padangannya tak lepas dari jarum yang lincah menari-nari. Bahkan ketika kedua laki-laki itu pergi meninggalkan pondok, perempuan itu sama sekali tidak menghentikan pekerjaannya.

Ia baru istirahat ketika hari mulai gelap. Hal pertama yang dilakukannya sebelum meninggalkan kursi kayu yang didudukinya adalah menggulung benang rajutan yang berjuntai ke lantai. Selalu begitu. Ia seperti tengah mengukur kepanjangan benang itu. Sambil sesekali alisnya mengernyit.

Ini sudah melewati sore ketujuh. Sayapku yang terluka mulai membaik. Bulu-bulu halus pun mulai tumbuh. Kukira aku sudah bisa belajar terbang kembali.

Kulihat perempuan itu masih asyik merajut dengan kepala tertunduk. Ia tidak menyadari, aku berkali-kali mengepakkan kedua sayapku.

Blebeb! Blebeb!

Aku nyaris berteriak ketika tubuhku melayang ringan ke udara. Aku kembali bisa terbang!  

Kulihat perempuan manis itu masih bergeming, duduk dengan tenang di atas kursi.

Langit di luar sedang cerah. Sekawananku yang tengah melayang di udara sudah berseru memanggil-manggil. Aku harus segera pergi, sebelum aku tertinggal rombongan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun