Mohon tunggu...
HADI PURWADI
HADI PURWADI Mohon Tunggu... -

saya bukan siapa-siapa -- sebutir debu di alam semesta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mata Air Di Kaki Bukit

27 Agustus 2012   16:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:15 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Belakangan ini, di negeri yang tak memiliki lautan (hanya kolam susu -- dimana tongkat kayu dan batu bisa tumbuh jadi tanaman) semakin sering terjadi huru-hara. Keributan, kekerasan & kerusuhan silih berganti. Hal-hal yang sepele & tak masuk akal (bagi yang punya akal dan mau menggunakan akal sehatnya) tiba-tiba bisa berubah menjadi amuk massa berdarah-darah. Peristiwa terakhir yang masih hangat adalah kerusuhan yang terjadi di Sampang Madura beberapa hari yang lalu.

Satu hal yang sungguh menyedihkan (atau sudah tidak lagi?) adalah beberapa peristiwa kerusuhan massa ternyata 'didalangi'  oleh Tuhan.  Konon Tuhan murka & menghembuskan api amarahNya karena ajaranNya dimelencengkan oleh segelintir orang yang kita sebut: sesat! Betulkah?

Konon, kesadaran manusia akan Tuhan dimulai ketika manusia mulai menyadari dualitas putih-hitam, baik-jahat, surga-neraka, Tuhan-iblis. Ketika itulah Tuhan mewahyukan diriNya sebagai sumber dari segala sumber kebaikan. Mungkinkah sumber dari segala sumber kebaikan dicemari oleh kebencian?

Seperti sebuah mata air yang memancurkan air bening nan sejuk, mengalir meliuk-liuk meniti sungai berliku-liku menuju samudera raya. Mata air yang baik terletak di balik rimbunya pepohonan di kaki bukit. Tempatnya terlindung, tersembunyi dalam keheningan.

Jangan terpesona oleh luasnya samudera, debur ombak, pantai atau ikan-ikannya. Air laut tidak dapat diminum untuk menghilangkan dahaga. Kadar garamnya justru akan mengeringkan sel-sel tubuh dan membunuh kita.  Jangan pula terkagum-kagum dengan indahnya sungai yang meliuk-liuk menuruni bukit. Sungai-sungai sekarang sudah berubah menjadi tempat sampah. Airnya kotor oleh limbah industri dan pestisida para petani. Jangan bertanya layakkah air sungai diminum? Ikan & udang saja sudah tidak kuat tinggal di dalamnya bagaimana kita bisa meminumnya?

Jika kehausan pergilah ke tempat yang jauh lebih tinggi. Mata air yang jernih dan sejuk terletak di balik rimbunnya pepohonan di kaki bukit. Tersembunyi dalam keheningan. Cari. Temukan. Minumlah sepuasnya dalam keheningan & kedamaian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun