Mohon tunggu...
Ekri Pranata Ferdinand Baifeto
Ekri Pranata Ferdinand Baifeto Mohon Tunggu... Human Resources - Timor Tengah Selatan

Alumnus STKIP SoE angkatan 2014 jurusan Pendidikan Fisika dan saat ini sedang menempuh studi pascasarjana di Universitas Pendidikan Indonesia sejak tahun 2020. Menyukai banyak hal; sains, musik, sepak bola, seni, dan lain-lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia dalam Konsep Long Life Education

31 Mei 2020   02:51 Diperbarui: 14 Juni 2021   17:25 11841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
steemit.comIlustrasi long life education (zhuanglan.zhihu.com)

Manusia adalah makhluk pembelajar, artinya  manusia yang terus berusaha belajar memperbaiki diri, merubah dari yang tidak bisa menjadi bisa, dan juga dari ketidaktahuan menjadi tahu. Sederhananya manusia pembelajar artinya manusia yang mau berusaha, berlatih, dan berubah.

Selama hidupnya seorang manusia terus-menerus belajar. Konsep ini dikenal dengan istilah "Long Life Education" (pendidikan seumur hidup). Istilah ini awalnya dikemukakan oleh seorang filsuf dan pendidik Amerika yang sangat terkenal yaitu John Dewey.

Menurut John Dewey dalam konsep Long Life Education, pendidikan tidak hanya berlangsung selama seseorang belajar di lembaga pendidikan formal (sekolah). Tetapi pendidikan dapat diperoleh di luar pendidikan formal (masyarakat dan kehidupan sehari-hari maupun pengalaman).

Pendidikan seumur hidup juga berarti suatu proses yang berkelanjutan. Konsep ini menekankan bahwa pendidikan seseorang akan terus berlaku atau diperoleh selama manusia itu hidup.

Baca juga : Long Life Education, Menuntut Ilmu dari Buaian hingga Liang Lahat

Jika dipahami lebih dalam, long life education mengandung makna bahwa manusia bukanlah individu yang sempurna. Konsep  ini bertentangan dengan ajaran pada umumnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, konsep ajaran yang sering kita terima mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan lainnya.

Selain itu, ada pula ajaran lain yang mengatakan bahwa seorang manusia dapat mencapai kesempurnaan dengan cara-cara tertentu. Kenyataannya tidak demikian. Tidak ada seorang pun dapat mencapai kesempurnaan tersebut---dalam hal apapun.

Seorang ekonom sekaligus filsuf politik libertarian dan liberal klasik, Ludwig von Mises, dalam bukunya Liberalism: In The Classical Tradition, menulis bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan setiap individu memiliki potensi untuk berbuat kejahatan.

Baca juga : Para Guru Perlu Mengaplikasikan Prinsip “Long Life Education - Belajar Seumur Hidup”

 Secara humanis, konsep kesempurnaan itu sama sekali tidak ada. Kesempurnaan segala sesuatu hanya dapat dilihat dari kaca mata Sang Pencipta alam semesta. Hanya Tuhanlah yang memiliki kesempurnaan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun