Mohon tunggu...
Eko rudianto
Eko rudianto Mohon Tunggu... Relawan - Sebagai sarana pembelajaran

Abdiadabaktifajaramal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Utama terhadap Mutu Pendidikan Generasi Milenial di Era 4.0

12 Desember 2019   20:14 Diperbarui: 12 Desember 2019   20:12 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pembaharuan Kualitas Pengajar dan Kurikulum di Indonesia sebagai Pengaruh Utama terhadap Mutu Pendidikan Generasi Milenal di Era 4.0

1Mukhammad Ibnu Adam, 2Nabila Putri Aulia, 3Nur Kholifah, 4Ubaidillah, 5Yeni Audina, 6Yohana Theresia.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang No. 5, Sumbersari. Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur.

ABSTRAK

Observasi ini mengkaji mengenai video-video yang membahas mengenai Permasalahan Pendidikan di Indonesia serta Pembaharuan Pendidikan di Indonesia. Observasi ini bertujuan untuk menambah informasi bagi pembaca mengenai mirisnya iklim Pendidikan Indonesia dan Upaya Pembaharuan yang perlu dilakukan untuk memajukan pendidikan Indonesia yang telah lama tertinggal.  

Sebenarnya pembaharuan pendidikan sudah diusahakan sebelum Indonesia merdeka hingga saat ini Indonesia berumur 74 tahun. Namun belum ada gebrakan besar yang mampu mengubah SDM Indonesia lebih unggul dan diakui di dunia pendidikan. Beberapa subjek yang sangat memilki hubungan kompleks dengan pendidikan ialah siswa, pendidik, orangtua, masyarakat, dan pemerintah. 

Hasil Observasi yang kami lakukan menunjukkan bahwa di Indonesia nyatanya masih banyak beberapa peraturan / regulasi yang menjadi ruang pembatas bagi setiap subjek untuk melakukan eksplorasi dan mempersulit sistem Pendidikan Indonesia. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa pembaharuan pendidikan sangat dibutuhkan bagi bangsa, agar tidak terpijak oleh kemajuan zaman dan berlama-lama tertinggal di posisi bawah.

Kata kunci: Pembaharuan, Pendidikan, Kurikulum, Pengajar, Orang tua, Kualitas

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek penunjang yang penting dalam keberlangsungan roda kehidupan berbangsa dan bernegara. Kondisi pendidikan Indonesia yang telah berjalan sejak zaman sebelum proklamasi hingga saat ini di usia Indonesia yang telah mencapai 74 tahun memberikan keprihatinan yang cukup mendalam. Kualitas pemeringkatan ini dapat diketahui dengan melihat rating Indonesia di kanca dunia. Berdasarkan data yang telah dirilis oleh beberapa tim pada skala dunia memperlihatkan posisi Indonesia yang tergolong dalam peringkat bawah. Salah satu contohnya ialah capaian Indonesia selama 15 tahun bergabung menjadi salah satu partisipan PISA (The Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia dianggap masih sangat rendah jika dibandingkan dengan kualitas pendidikan di  negara-negara partisipan lainnya.
Hasil PISA tahun 2000 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat ke-39 dari 41 negara (oecd.org, 2003). Hasil yang bisa dibilang tidak memuaskan ini terjadi tidak hanya sekali. Setelah 15 tahun Indonesia menjadi partisipan PISA kejadian seperti ini masih terus berulang. Peningkatan yang belum signifikan ditunjukkan dari pendidikan yang telah berlangsung di Indonesia. Hal ini terlihat dari capaian Indonesia pada tahun 2015 yang hanya berada pada peringkat 64 dari 69 negara partisipan (oecd.org, 2016).  Hal ini seharusnya menjadi cambuk bagi pelaku, pelaksana dari pendidikan di Indonesia. Terlebih adanya dorongan internal yang berasal dari berbagai media yang secara masif akan memberitakan capaian PISA Indonesia yang sekaligus mengkritik kurikulum Indonesia yang dianggap gagal (Pratiwi, 2019).
Kritikan pada kurikulum ini berimbas pada berbagai pihak yang berperan pada pendidikan di Indonsia. Beberapa faktor penentu yang seharusnya dapat dipenuhi Indonesia daam mencapai suksesnya pendidikan di Indonesia yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga klaster yaitu pertama, perangkat keras (hardware) yang meliputi ruang belajar, laboratorium, perpustakaan, dan sebagainya, kedua perangkat lunak (software) yang meliputi kurikulum, program pengajaran dan sebagainya, serta ketiga, perangkat pikir (brainware) seperti guru, kepala sekolah, anak didik, dan orang-orang yang terkait dalam proses. Dari berbagai faktor di atas banyak pakar sepakat bahwa yang paling menentukan adalah guru (Natsir, 2007). Namun beberapa data menunjukkan bahwa ketidaklayakan guru dalam mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 (data balitbang 1998)di berbagai satuan pendidikan sebagai berikut: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta) (Natsir,2007)
Para pengajar yang merupakan pelaksana dari kurikulumn tentu mengalami berbagai kendala dalam menjalankan kurikulum yang berlaku dengan persentase kelayakan yang belum memadai. Dengan adanya banyak materi yang dibebankan pada siswa, namun keterbatasan waktu bagi guru untuk menyampakan pembelajaran juga menjadikan beragam pro dan kontra atas kurikulum terbaru yang telah dijalankan yaitu kurikulum 2013 revisi 2016 dimana peran guru yang dianggap hanya sebagai fasilisator namun kenyataan dilapagan. Tuntutan besar yang dialami oleh para pengajar juga menjadikan mutu dari pengajar menjadi menurun. Banyak kasus dimana guru lebih banyak memberikan tugas-tugas kepada siwanya, metode pembelajaran yang dinilai belum dapat menyampaikan secara baik antara ilmu dari pengajar kepada para peserta didik. Hal ini perlu dikaji lebih mendalam dan dilakukan aksi nyata untuk memperbaharui kualitas pengajar serta sistem kurikulum di Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dengan upaya-upaya yang nyata dan menyeluruh, bukan hanya dari menteri, guru namun juga peserta didik memberikan kontribusi yang aktif.

METODE PENELITIAN
Kami menggunakan metode penelitian sosial yang dimana tidak lepas dari metode penelitian kualitatif. Tahap penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut  : diawali dengan perumusan isu masalah yang terjadi dikalangan subjek pendidikan dilanjutkan dengan perumusan masalahanya.Setelah itu kami mendeskripsikan dan menganalisis permasalahan yang ada melalui observasi dari video-video di media sosial dan melalui pengkajian pustaka-pustaka dari berbagai sumber yang dapat dijadikan rujukan untuk penelitian kali ini. Fokus utama pada peneltian kali ini ialah mengenai video terkait permasalahan -- permasalahan pendidikan dan solusi pemecahan masalahnya serta pembaharuan -- pembaharuan sistem pendidikan yang ada di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kami telah melakukan observasi terhadap beberapa video yang membahas tentang Permasalahan Pendidikan dan Pembaharuan Pendidikan di Indonesia. Adapun video yang kami angkat ialah :
Permasalahan Pendidikan di Indonesia
https://www.youtube.com/watch?v=urpnkWaihZA&feature=youtu.be (membahas mengenai Kurikulum 2013 dan Peran Orang tua dalam Pendidikan)
Adapun video yang dibuat oleh womantalk.com pada 13 Desember 2018 ini menyebut kurikulum 2013 (K13) sebagai KURTILAS (Kurikulum Tidak Jelas) hal ini dikarenakan pelajarannya yang filosofis cultural scientific dan juga banyak hal yang tujuannya sebenarnya untuk menyatukan pembelajaran tetapi malah mempersulit pola pikir siswa. Adapun beberapa masalah yang terjadi dalam penerapan K13 ialah :
Alur pelajaran super mixed-up dalam satu buku. Kurikulum ini menggunakan metode tematik, semua mata pelajaran sekolah disatukan dalam satu buku membentuk tema-tema tertentu.  Sebenarnya tujuan digunakannya metode tematik ini ialah untuk menyatukan pelajaran-pelajaran dengan benang merah dan memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari agar anak-anak lebih mudah mengerti. Tetapi yang menjadi masalah intinya ialah pada saat ujian tetap saja dibedakan materinya per mata pelajaran, sehingga ketika UAS si anak menjadi bingung dalam mereview pembelajaranya per mata pelajaran.
Penerapan Kurikulum 2013 tidak sesuai dengan daya tampung anak dalam kelas sesuai  standar nasional, dikarenakan jumlah guru yang ada tidak sebanding dengan murid. Semisal seorang guru dituntut mengajar 30 sampai 40 siswa. Mengingat setiap guru memilki keterbatasan dalam memahami talenta dan keberbakatan dari tiap anak, maka hal ini membuat proses pembelajaran menjadi kurang efektif.
Siswa dituntut untuk memahami berbagai materi, setelah itu menghapalkannya ketika ujian. Dalam satu hari, siswa dituntut untuk memahami 3-5 jenis materi mata pelajaran, dan hanya diberi waktu 15 menit untuk merilekskan otak. Hal inilah yang sering membuat beberapa siswa lupa akan pembelajaran yang telah dipelajari sebelumnya. Selain itu siswa juga dituntut mempraktekan hasil pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari, tetap tetap saja dalam ujian mostly teori dengan penilaian angka skala 1-100
Ditengah kemajuan zaman yang semakin hari selalu semakin berkembang, banyak orang tua yang kurang menyisakan waktu untuk anak dirumah, sehingga kesadaran anak untuk mereview pembelajaran disekolah serta mengerjakan pr menjadi kurang, selain itu pola orang tua dalam mengasuh kurang tepat. Seringkali orang tua merasa kasihan pada anak karena sudah lelah belajar, sehingga seringkali orang tua membiarkan anak berlama-lama bermain, dan orang tua yang mengerjakan pr nya.

https://www.youtube.com/watch?v=4nmfC4Tm4V4&feature=youtu.be
Video ini dibuat oleh JC Channel pada tanggal 4 Agustus 2014 menyoroti Retno Listryati dari Federasi Serikat Guru Indonesia yang membahas penyebab utama masalah pendidikan di Indonesia, yaitu :
Kekerasan Pendidikan
Ujian Nasional (Ujian Nasional yang dijadikan sebagai penentu akhir pembelajaran siswa) menjadikan sekolah hanya sebagai sarana untuk berlatih soal, padahal sebenarnya makna pendidikan ialah untuk mempertajam pikiran dan memperhalus perasaan. Sehingga hal ini banyak membuat anak menuntut orang tua untuk mengikuti bimbel.
Kurikulum 2013
Korupsi Pendidikan
Keragaman (lunturnya keragaman diantara sekolah-sekolah negeri)
Masih rendahnya kualitas guru di Indonesia (Menurut data Worldbank 2012 dari 12 negara di Asia, Indonesia menempati posisi terbawah, yang berarti kualitas guru di Indonesia masih sangat rendah. Bahkan berdasarkan riset yang dilakukan di Eropa, kualitas sistem pendidikan di Indonesia terbawah bersama dengan Meksiko dan Brazil)
Menurut penilaian TIMSS (Trends In Mathematics and Science Study) tahun 2012, penalaran anak Indonesia menempati posisi dibawah bahkan lebih rendah dari anak Palestina yang merupakan negara konflik sedangkan menurut penilaian PISA (Programme for International School) , kemampuan siswa Indonesia dalam membaca dan menganalisis bacaan menempati posisi bawah bahkan anak Indonesia mengalami tragedi nol buku, yaitu tidak ada buku diluar buku teks pelajaran yang dibaca hingga selesai oleh anak Indonesia dalam jangka waktu setahun. Jika dirata-ratakan, anak Indonesia hanya membaca 27 halaman dalam waktu setahun (sekitar 1 halaman dibaca dalam waktu 14 hari, sangat jauh dibandingkan Finlandia yang membaca 300 halaman dalam waktu 5 hari).

Pembaharuan Pendidikan di Indonesia  untuk Mengatasi Permasalahan Pendidikan Indonesia

https://www.youtube.com/watch?v=6ZYaVe6CaxY&feature=youtu.be
Menurut video yang dibuat oleh Vincent Ricardo pada tanggal 29 Juli 2018 ini, pembaharuan pendidikan yang dibutuhkan oleh Indonesia ialah :
Sekolah harus mengajarkan mengapa seorang siswa harus mempelajari sebuah bidang mata pelajaran, sehingga dapat menciptakan rasa ingin tahu siswa terhadap apa yang dipelajarinya, dalam pertemuan pertama pembelajaran dikelas sebaiknya guru tidak mengajarkan rumus atau teori hapalan melainkan menceritakan sebuah fenomena yang terjadi karena teori yang sedang mereka pelajari dan siswa ditantang untuk mencari  tahu teori apa yang digunakan dan bagaimana rumusnya.
Mengurangi intervensi pemerintah dalam pendidikan karena pendidikan bukanlah suatu barang yang dapat diregulasi dengan sistem command and control. Pendidikan tidak boleh di sentralisasi dalam satu titik yang dimana pemerintah mengatur dan mengarahkan bagaimana pendidikan tersebut harus berjalan, pemerintah hanya berperan sebagai caim dan control yang mengawasi iklim pendidikan agar berjalan dengan baik.
Memberikan School Vouchers yang pengimplimentasiannya lebih tepat sasaran bagi anak-anak yang tidak mampu sekolah dari pada program sekolah gratis dikarenakan seringkali salah sasaran sehingga anak anak yang berasal dari keluarga menengah keatas juga bisa merasakan program sekolah gratis.

https://www.youtube.com/watch?v=5hgJvDxU64Q&feature=youtu.be
Menurut Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan di Indonesia ada beberapa hal yang perlu diperbaharui dalam sistem Pendidikan di Indonesia yang ia sebut dalam platform merdeka belajar untuk mengembaikan esensi undang-undang  mengenaikemerdekaan bagi setiap anak-anak Indonesia untuk mengecap dunia pendidikan, yaitu :
Menciptakan kesinambungan antara sistem Pendidikan di Indonesia dengan kebutuhan dunia industri, dengan cara melakukan deregulasi (tindakan atau proses menghilangkan atau mengurangi segala aturan) dan debirokratisasi (tindakan atau proses mengurangi tata kerja yang serba lamban dan rumit agar tercapai hasil dengan lebih cepat) dari semua instansi unit pendidikan. Selain itu, diperlukan pula penyederhanaan dari sisi kurikulum maupun assesment agar beralih ke yang sifatnya lebih kompetensi dan bukan saja menghapal informasi.
Meningkatkan kualitas SDM pendidik baik di vokasi maupun unit pendidik dengan cara pelatihan peningkatan mutu guru yang dilakukan secara kontinu serta penyederhanaan hidup seorang pendidik. Sehingga pendidik dapat menciptakan sistem penilaian yang lebih holistik seperti, mengerjakan suatu project, hasil karya, essai, portofolio, dsb.
Melaksanakan UASBN atau tidak merupakan hak penuh sekolah , jika tidak dilaksanakan UASBN maka digantikan dengan ujian sekolah (sehingga penilaian/ evalusi terhadap siswa dilakukan oleh guru sedangkan assesment untuk kelulusan dilakukan oleh sekolah) serta UN diganti dengan Assesment Competency dan Survei Karakter.
RPP yang tadinya berhalaman-halaman dan memiliki 13 komponen diperkecil menjadi 3 komponen dan cukup satu halaman.
Untuk Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) terdiri dari 50% zonasi, potensi atau prestasi 30%, afirmasi (KIP) 15%, perpindahan 5%.

KESIMPULAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek penunjang yang penting dalam keberlangsungan roda kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, kondisi pendidikan di Indonesia yang telah mencapai 74 tahun masih dalam kondisi yang memprihatinkan. Pasalnya data hasil pemeringkatan kualitas pendidikan pada skala dunia menunjukkan bahwa Indonesia masih tergolong dalam peringkat bawah. Hal ini terjadi dikarenakan masih ada permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia diantaranya ialah alur pelajaran super mixed-up dalam satu buku, penerapan kurikulum yang tidak sesuai dengan daya tampung anak dalam kelas, masih diterapkannya metode menghafal dalam ujian, kekerasan dalam pendidikan, korupsi dalam pendidikan, kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak dan kurang tepatnya pola asuh orang tua sehingga membuat anak menjadi lalai untuk mereview kembali pelajaran-pelajaran yang telah didapat disekolah, rendahnya kualitas guru di Indonesia, serta rendahnya budaya membaca dikalangan anak-anak Indonesia.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah terjadi dalan dunia pendidikan di Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan agar permasalahan-permasalahan yang ada dalam pendidikan di Indonesia tidak semakin besar dan pendidikan Indonesia bisa lebih maju lagi. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan ialah mengurangi intervensi pemerintah dalam pendidikan, memberikan School Vouchers pada anak-anak yang benar-benar tidak mampu, menciptakan kesinambungan antara sistem pendidikan di Indonesia dengan kebutuhan dunia industri, meningkatkan kualitas SDM pendidik baik di vokasi maupun unit pendidik, peningkatan mutu guru di Indonesia, melaksanakan UASBN, dan merubah peraturan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru).

SARAN
Untuk mewujudkan Pendidikan Indonesia yang lebih baik dan maju lagi sebagai guru hendaknya lebih meningkatkan kualitas dalam mengajar, menggunakan metode mengajar yang bisa diterima oleh siswa sehingga siswa bisa dapat dengan mudah menerima pelajaran yang disampaikan, tidak korupsi waktu dalam mengajar.
Sebagai siswa seharusnya lebih giat dan semangat untuk belajar memahami materi-materi pelajaran dan mereview lagi pelajaran yang telah didapat. Sehingga materi-materinya tidak cepat hilang dari ingatan. Kemudian sebagai siswa hendaknya lebih meningkatkan budaya membaca, seperti yang dikatakan pepatah membaca merupakan jembatan ilmu. Jadi semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak pula ilmu yang didapat.
Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kurikulum yang tepat untuk anak-anak yang ada di Indonesia. Dan mempermudah guru dalam membuat RPP, agar guru-guru Indonesia bisa lebih fokus dalam mengajar dan mencerdaskan anak-anak Indonesia dan tidak terbebani dengan tugas RPP yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.youtube.com/watch?v=4nmfC4Tm4V4&feature=youtu.be
https://www.youtube.com/watch?v=5hgJvDxU64Q&feature=youtu.be
https://www.youtube.com/watch?v=6ZYaVe6CaxY&feature=youtu.be
https://www.youtube.com/watch?v=urpnkWaihZA&feature=youtu.be
Natsir, N. F. (2007). Peningkatan Kualitas Guru dalam Perspektif Pendidikan Islam.  No. I Vol. I:21
OECD. (2003). Programme for International Student Assesment (PISA). http://www.oecd.org/ education/school/programmeforinternationalstudentassessmentpisa/33690591.pdf
OECD. (2016). Country Note: Indonesia. Program for international student assessment (PISA) Resul from PISA 2015. https://www.oecd.org/pisa/PISA-2015-Indonesia.pdf
Pratiwi, I. (2019). EFEK PROGRAM PISA TERHADAP KURIKULUM DI INDONESIA PISA EFFECT ON CURRICULUM IN INDONESIA. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 10.24832/jpnk.V4i1.1157

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun