Mohon tunggu...
Eko Prastyo S.Pd.H
Eko Prastyo S.Pd.H Mohon Tunggu... -

Sepi ing pamrih rame ing gawe memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Rangkaian Upacara Hari Raya Nyepi Umat Hindu Kabupaten Banyuwangi

20 Maret 2015   10:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:23 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1426826980277069976

BANYUWANGI - Hari Raya Nyepi merupakan Hari Raya bagi Umat Hindu yang selalu dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Hari Raya Nyepi di Tahun ini jatuh pada tanggal 21 Maret 2015. Pada Hari Raya ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercaya merupakan hari pensucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka.

Umat Hindu akan menjalani serangkaian upacara keagamaan. Salah satu ritual keagamaan dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi Tahun 1937 Saka, yang jatuh pada Sabtu, 21 Maret 2015 ini, adalah dengan melakukan ritual Melasti atau Mekiyis.

Jelang Nyepi di Maret 2015 ini, Melasti di Banyuwangi dibagi dalam tiga tahap. Pertama di pantai Pulau Merah Pesanggaran. Kedua, di Rowo Bayu Kecamatan Songgon dan ketiga dipantai Boom Banyuwangi. Khusus di pantai Boom akan dihadiri umat dari wilayah kota Banyuwangi dan sekitarnya.

Upacara melasti tahab pertama disentralkan di Pura Segara Tawang Alun Pulau Merah Kecamatan Pesanggaran di-puput langsung oleh tiga sulinggih Banyuwangi masing-masing Singgih Pandhita Mpu Sri Jati dari Griya Jati Sarana Bangorejo, Ida pandhita Dharmika Sandi Kertayasa dari Gria Anom Sari Pesanggaran, dan Bapa Pandita Giri Arsa dari Padepokan Giri Purwo Santi Purwoharjo.

Tiga pandita dengan didampingi sejumlah panadhita dan para pemangku, sejak pagi memimpin kegiatan doa di dalam pura tersebut.“Ini upacara Melasti, dalam ritual ini untuk penyucian diri sebelum memasuki hari raya Nyepi.” cetus Susanto, Panitia Upacara Melasti tahun baru saka 1937 di Pantai Pulau Merah Kecamatan Pesanggaran.

Upacara dimulai sekitar pukul 12.00 WIB. Di tengah panasnya terik matahari yang begitu panas, seluruh umat mengikuti prosesi upacara dengan khusyuk. Usai persembahyangan dilanjutkan dengan ngarak pratima ke tepi pantai. Diiringi gamelan bleganjur, seluruh umat berbondong-bondong mengarak seluruh pratima yang ditempatkan pada sebuah joli.

Suasana terasa makin khusyuk saat iring-iringan umat hindu melewati jalan setapak di tengah hutan menuju pantai. Tepat di pinggir pantai, seluruh umat duduk rapi mengikuti persembahyangan bersama. Setelah itu, dilakukan prosesi mengambil tirta oleh beberapa pemangku ke laut. Sebelumnya, umat melakukan pakelem bebantenan terbuat dari hasil bumi. Usai persembahyangan, seluruh umat berebut tirta dan menceburkan diri ke pantai.

''Ini adalah tradisi tahunan umat Hindu Jawa. Mereka akan mandi dan menceburkan diri,'' kata sesepuh umat Hindu Pesanggaran Nyoman, Sebelum pelaksanaan melasti, Panitia sengaja mengadakan serangkaian acara sadhanacamp yang diikuti oleh oleh anak-anak hindu tingkat SD, SMP, dan SMA yang ada diwilayah kecamatan Siliragung dan Pesanggaran. dengan menghadirkan narasumber darma tula dari IHDN Denpasar.

Selain di Pantai Pulau merah Pesanggaran umat Hindu dari beberapa wilayah di sekitar Gunung Raung yang meliputi Kecamatan Kalibaru, Glenmore, Genteng, Sempu, dan Songgon, juga menggelar upacara Melasti di sekitar danau Rowo Bayu. Desa Bayu, Kecamatan Songgon.

Selama dilaksanakan upacara, umat Hindu terlihat sangat serius saat melaksanakan sembahyang bersama. Mereka juga berdoa agar Gunung Raung yang kini berstatus waspada atau level II itu kembali normal. Kami juga berdoa agar Gunung Raung kembali normal,” cetus Atim, ketua panitia Melasti di Rowo Bayu Kecamatan Songgon.

Menurut Atim, umat Hindu yang melaksanakan upacara Melasti itu merupakan warga yang tinggal disekitar Gunung Raung. Bahkan,ada warga yang tinggal di zona merah. “Warga sudah banyak yang resah. Semoga segera normal kembali.” katanya.

Upacara Melasti yang dihadiri Forpimka Songgon dan Ketua Parisada Hindu Dharma lndonesia (PHDI) Banyuwangi, suminto, itu diawali dengan ngarak banten dari Pura Tirta Jati di Dusun Sambirejo, Desa Bayu, menuju lokasi upacara di sekitar danau Rowo Bayu.

Kemudian, acara dilanjutkan Mendak tirta atau mengambil air suci yang dipimpin Ida Bapa Pandhita Giri Arsa dari Padepokan Giri Purwo Santi Purwoharjo., Kecamatan purwoharjo. “Dengan Milasti ini umat Hindu melakukan penyucian diri dari perkataan, perbuatan, dan tingkah laku,” terang Atim.

Sedangkan untuk umat hindu diwilayah Banyuwangi kota melakukan upacara Melasti di pantai Boom, Kelurahan Mandar Kecamatan Banyuwangi.

Upacara Melasti tersebut merupakan rangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka yang dilakukan sebagai simbol peleburan enam sifat buruk manusia, yaitu kama atau nafsu biologis, rakus, kemarahan, madha atau kemabukan, kebingungan, dan sikap iri hati.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Banyuwangi, Drs. Suminto, MM Mengatakan bahwa umat Hindu di seluruh kabupaten Banyuwangi saat Nyepi nanti harus bisa melaksanakan tapa brata penyepian yang meliputi amati geni, amati karya, amati lelungan, dan amati Ielanguan. Amati geni, jelas Suminto, itu tidak hanya mematikan api.

Lebih dari itu, umat harus bisa memadamkan api di dalam hati, sehingga tidak mempengaruhi perilaku, baik di masyarakat maupun perilaku kepada Tuhan. “Jika hati kita sudah bersih, otomatis apa yang kita perbuat akan ikut bersih,’ kata mantan anggota DPRD Banyuwangi itu.

Bagi umat Hindu, upacara Melasti merupakan awal dari rangkaian perayaan Nyepi. “Upacara ini memang menjadi satu rangkaian persiapan perayaan hari Nyepi. Upacara melasti bertujuan untuk menyucikan diri sebelum melaksanakan catur brata penyepian,” kata Suminto.

Suminto menambahkan setelah Melasti, rangkaian upacara Hari Nyepi akan dilanjutkan dengan Tawur Agung Kesanga yang akan dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2015 di Setelah menggelar Malasti umat Hindu menggelar Tawur Agung Kesanga yang diakhiri dengan membakar ogoh - ogoh pada malam hari menjelang Nyepi, yang akan dipusatkan pura Agung Blambangan Kecamatan Muncar, Banyuwangi. Pada upacara Tawur Agung ini akan dipercikan tirta dari upacara Melasti dan pembakaran Ogoh-Ogoh (Boneka Raksasa) sebagai simbol pembersihan sifat-sifat jelek atau angkara murka dari tubuh manusia.

Seusai Upacara Tawur Agung Kesanga, umat Hindu memeringati Nyepi, dengan pengamalan catur brata (empat pantangan), yaitu tidak menyalakan api atau penerangan, tidak melakukan pekerjaan, tidak bepergian dan tidak bersenang-senang. Jelas Suminto

Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada 'pinanggal ping kalih' (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari itu, Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf-memaafkan (kesesama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Ujar Suminto

Terakhir Suminto menerangkan bahwa Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia di seluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lainnya, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai di bumi ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun