Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Mati Ketawa Cara Organisasi Ekstra

2 Juli 2020   15:07 Diperbarui: 2 Juli 2020   15:50 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Eko Nurwahyudin

Alkisah, di suatu sudut kota pelajar, lebih tepatnya di dekat jembatan layang Janti, berdiri warung makan mungil yang melegenda di kalangan perantau, terutama mahasiswa. Operator warung makan tersebut seorang perempuan sepuh bermental baja. Dalam benak saya, perempuan itu semacam logam yang unik yang pernah dikenal dalam peradaban intelektual kota Yogyakarta. Coba perhatikan saksama kalau anda ke warungnya, mentalnya terbuat dari baja, tapi kalau kena hawa malam yang dingin tubuh tuanya mudah dilengkungkan seperti kawat. Lazimnya seperti jenis logam, ia memiliki sifat kodrati mampu menghantarkan listrik dan panas alias bersifat konduktor. Perempuan sepuh itu sering dipanggil Mak Erot.

Kalau ditilik usianya, ia berjualan sebagaimana orang-orang kuno lainnya. Ia berjualan dengan cara mengalir saja khas model hard selling bukan image building. Tanpa iklan, tanpa promosi. Kalaupun ada mahasiswa jurusan ilmu ekonomi atau ilmu politik atau siswa SMK jurusan pemasaran yang menyangkal Mak Erot termasuk model hard selling dan lebih tepat masuk dalam model image building, paling tidak ada tiga alasan yang mereka kemukakan.

Pertama, dalam isi kepala konsumen, satu kata yang terbangun yang mewakili seluruh kesan tentang produk Mak Erot adalah murah.

Kedua, porsi di warung makan Mak Erot lebih banyak dibanding warung makan "Brutus" yang pembangunannya masih dalam angan-angan penonton film Popeye dan Olive.

Ketiga, dalam benak beberapa konsumen, Mak Erot menempelkan sesuatu yang ikonis yakni koyok yang sering ditempel di pelipisnya.

Tapi pendapat demikian tentu saja berani saya sangkal ulang. Saya masih kekeh bahwa Mak Erot menggunakan model hard selling. Buktinya selain marketingnya dalam hal promosi hanya terbantu (artinya ia tidak minta orang lain atau mengusahakan dirinya mempromosikan produknya) para pelanggannya secara dari mulut ke mulut, produk jualannya kering inovasi. Paling mentok inovasi pada produknya cuma rasa sayur yang sedikit ancur -- kemanisan atau keasinan atau kepedesan. Tapi yang jelas Mak Erot selalu konsisten dalam menjaga cita rasa produknya agar tidak kepahitan.

Perempuan sepuh ini pun tidak pernah membaca Bumi Manusia-nya Pramoedya Ananta Toer. Tidak pernah tahu Jean Marais melontarkan kata-kata menohok kepada Minke yang terpelajar bahwa seorang terpelajar harus adil sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan. Tetapi Mak Erot sangat terpelajar bagi para konsumennya, terutama mahasiswa dalam hal : memberi harga yang wajar.

Mak Erot Guru Besar Tanpa Gelar

Semulainya saya kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, saya lebih dulu mengenal nama Mak Erot dibanding nama organisasi ekstra kampus seperti PMII, HMI, IMM, KAMMI, GMNI, dll. Boleh dikata dalam kasus saya ini, secara marketing politik Mak Erot lebih unggul daripada organisasi-organisasi ekstra kampus itu! Meskipun Si Mbilung yang fanatik dan militan kepada salah satu organisasi itu tentu tidak terima dan akan menyangkal dengan getol,

"Ya tidak bisa begitu, Mak Erot kok disamakan kami! Mak Erot kan orientasinya ekonomi, kami orientasinya pendidikan! Masa kamu tidak bisa bedakan antara orientasi perut dan orientasi otak?"

Kalau sudah begini, saya cuma ingin ketawa dan maklum-maklum saja. Sosok Mbilung dalam tokoh pewayangan memang punokawannya Kurawa. Tapi jangan fokus di bagian Kurawanya, tapi fokuslah di bagian abdinya atau punokawan. Namanya abdi, meskipun Mbilung, seperti halnya Limbuk (punokawan kaputren) sering dapat informasi A1 dari para elit, belum tentu para elit itu kasih kuliah kepada Mbilung tentang pengertian politik sebagaimana Dosen mereferensikan Dasar-Dasar Ilmu Politik karya Miriam Budiarjo.

Agaknya, ketidakunggulan organisasi-organisasi ekstra kampus tersebut selain dikarenakan marketing politiknya atau orang awam mengenalnya dengan "cara pengenalan" atau ABG mengenanya dengan "PDKT" harus nunggu bendera dikibarkan atau open recruitment, para kadernya juga kurang inisiatif mempromosikan keunggulan organisasi mereka lewat lisan, dari mulut ke mulut, seperti halnya mereka mempromosikan keunggulan warung makan Mak Erot. Sudah jelaskan salah satu hal "kurang" terpelajar dari Minke Kontemporer?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun