Mohon tunggu...
Eko Nurwahyudin
Eko Nurwahyudin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar hidup

Lahir di Negeri Cincin Api. Seorang kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Ashram Bangsa dan Alumni Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Motto : Terus Mlaku Tansah Lelaku.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Mati Ketawa, Cara Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

1 Juli 2020   08:15 Diperbarui: 1 Juli 2020   14:31 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan kata lain, kalau parpol dan kubu politik hanya bergerak dengan model hard selling bukan image building maka jangan kaget dan nggumun[3] kalau kualitas politik di benua demokrasi dewasa ini terasa pengap -- sekadar intrik politik, perebutan kekuasaan dan tidak ada hubungannya dengan watak politik yaitu menegakkan demokrasi, HAM dan urupnya urip.

Sebagai salah satu organisasi yang bukan tipikal organisasi bisnis seperti perusahaan, pengkaderan merupakan kerja mutlak PMII. Saya termasuk satu dari 645 orang yang beruntung menjadi kader PMII Komisariat Pondok Sahabat tahun 2014. Tepatnya, saya tergabung menjadi kader sekaligus keluarga PMII Ashram Bangsa pada 29 September 2014 dan melanjutkan kepengurusan pada 7 Juni 2016 hingga 3 Juni 2017.

Dalam rentang waktu 2014 hingga 2017 saya merasakan benar bagaimana perkembangan teknologi (handphone dan media sosial) serta problem sosial Yogyakarta yang secara kecil maupun besar berpengaruh pada anjloknya tradisi intelektual mahasiswa di lingkup kampus. Apalagi ditambah perubahan pola kaderisasi dan muatan materi kaderisasi menjadikan "demi sopan santun saya tidak akan menerangkan". Saya rasa di semua organisasi mengalami gejala serupa[4].

Salah satu fakta dari faktor yang gerus-menggerus itu adalah ketika Rapat Tahunan Akhir Rayon pada 3 Juni 2017 dimana pergantian kepengurusan kami sangat diriuhkan suara pedagang asongan. Sudah menjadi tradisi dan rahmat[5] dalam tubuh organisasi dimana perbedaan kubu politik. Namun kubu tersebut dalam mengusungkan calon saya rasa kurang memiliki keutuhan konsep arah gerak organisasi ke depan.

Saya termasuk salah satu pengusul calon dari barisan toko kelontong. Artinya saya berbeda dengan para pengusul barisan pedagang asongan. Perbedaan yang sangat signifikan yang saya amati adalah dua kubu ini dibanding tahun sebelumnya telah semakin kabur membedakan sikap politik dengan sikap bersosial.

Salah satu hal yang paling saya ingat dari hingar bingar pedagang asongan lawan pedagang toko kelontong yang berjualan di salah satu RT pada benua demokrasi itu adalah humor seorang guru, sebut saja Semar.

Alkisah, sebagai salah satu sales barisan toko kelontong saya dengan sahabat karib saya menghitung jumlah suara yang didapatkan calon dari toko kelontong. 

Setelah ditotal jumlah suara yang didapat berbeda tipis dengan barisan pedagang asongan. Meskipun kami unggul suara, namun untuk sekian menit suara dpat berubah di bilik suara. Kami, saya dengan karib saya yang kebetulan kader 2014 diminta berkordinasi, "bahasa lain dari meminta suara" angkatan sebelum kami.

Petruk: "Kurang suara nih. Di mana Bapak Semar?"

Bagong: "Mana kutahu, aku kan dari tadi sama kamu."

Petruk: "Ya sudah cepat. Cepat hubungi paling masih leyeh-leyeh di Karang Kadempel. Cepat Gong hubungi Bapak Semar!" kata saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun