Pernahkah kita memikirkan tentang di mana makanan mereka berasal dan bagaimana ia tumbuh............!
Kang Dimin, sosok tua ini melihat produktifitas tanaman dari sisi yang lain, menurut dia produktifitas tanaman dan kwalitas hasil sangat dipengaruhi oleh tanah yang sehat. Tanah sehat adalah sumberdaya yang terbatas dan tak tergantikan, yang menghidupi 7 miliar manusia saat ini dan diperkirakan akan menghidupi 9 miliar manusia di tahun 2050. Tanah adalah harta bersama yang menyediakan sumber pangan, sumber air dan energi untuk generasi sekarang dan yang akan datang. Oleh karena itu, kita harus berupaya mencapai target laju-nol degradasi lahan. Target ini dapat dicapai dengan melestarikan tanah subur dan merestorasi lahan yang terdegradasi. Upaya ini harus mulai pada daerah kering yang menopang separuh dari sistem produksi pangan dunia dan sangat rentan terhadap degradasi, dan kemudian mengadopsi praktek yang baik ke tempat-tempat lainnya.
Meurutnya pengalaman bertani selama berpuluh puluh tahun menyimpulkan bahwa kalau mau biaya produktifitas pestisida , pupuk, dan benih rendah maka penyehatan tanah adalalah langkah yang paling ideal.
Teknologi yang kini semakin maju namun karena pemahaman yang secara sepihak karena kepentingan pasar ternyata tidak mampu meningkatkan produktiviatas tanaman. Hal ini terlihat bahwa semakin stagnannya hasil tanaman Kentang di Dieng ( 12 ton /ha ) dengan input yang tinggi. Ini berbeda sekali dengan Dieng di tahun 80’an dimana teknologi belum begitu maju namun hasil tanaman kentang mampu menembus angka 20-25 ton/ha dengan inpun yang rendah.
Inilah mengapa di Era tahun 80an banyak petani kentang yang bisa menikmati hasilnya sehingga sedikit lahan yang di serahkan kepada para juragan. Sekarang era berbeda petani dengan modal yang terbatas sudah tidak mampu lagi menggarap lahannya dikarenakan biaya yang tinggi.
Dilema cara budidaya petani yang demikian tanpa adanya pemahaman tentang artinya kesehatan tanah bisa jadi satu contoh tentang kemerosotan hasil tanam di Indonesia . Cara cara pendekatan teknis sudah saatnya dirubah dengan melihat cara budidaya yang utuh.
Diyakini atau tidak bahwa apabila cara cara konservasi ini ditekankan maka keyakinan penggunaan cara ini dapat meningkatkan kwalitas kesehatan manusia . Dan pengematan devisa akibat pembelanjaan pestisida akan meningkat.
Dan ini juga mengingatkan paugeman Nunuk Suprihati, maha guru UKSW ini 24 tahun yang lalu pernah mengatakan “Salah satu bagian penting dari budi daya pertanian yang sering terabaikan oleh para praktisi pertanian di Indonesia adalah konservasi tanah”. Ini terjadi antara lain karena dampak degradasi tanah tidak selalu segera terlihat di lapangan, atau tidak secara drastis menurunkan hasil panen. Dampak erosi tanah dan pencemaran agrokimia, misalnya, tidak segera dapat dilihat seperti halnya dampak tanah longsor atau banjir badang. Padahal tanpa tindakan konservasi tanah yang efektif, produktivitas lahan yang tinggi dan usaha pertanian sulit terjamin keberlanjutannya Nilai intangible products yang hilang sulit dikuantifikasi, baik dalam aspek ekologis, lingkungan maupun sosial dan budaya, sebagai bagian dari multifungsi pertanian. Namun dapat dipastikan bahwa nilai intangible tersebut sangat besar, baik secara material maupun immaterial.
Dan ini terbukti teknologi benih , pestisida yang maju ternyata atau mampu lagi mengangkat produksi di lapangan nyata dibandingkan penggunaan lahan yang sehat.
Akankah cara-cara pendekatan pertanian di Indonesia diperbaiki, seyogyanya iya kalau keselarasan tanah mau diperhatikan sebagai hal yang benar benar menentukan hasul dan kwalitas kesehatan makanan. Dan Pemahaman budidaya secara Utuh adalah hal yang perlu ditekankan pada setiap matakuliah – matakuliah pertanian.
Salam wening,
Kang Dimin
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI