Mohon tunggu...
E Fidiyanto
E Fidiyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan Muda

Menulis dengan Hasrat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Zubaidah, Anak Si Juragan Edan

10 Desember 2018   21:17 Diperbarui: 10 Desember 2018   21:24 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu melihat rupiah, anak-anak lebih memilih melaut daripada sekedar memegang pensil dan buku. Itu yang menjadi cikal bakal munculnya kampung nelayan di desa ini, hingga kini hampir 90 persen perekonomian kampung ini ditopang dari hasil laut.

Di lain cerita, pekerjaan nalayan adalah pekerjaan paling mudah meski bertaruh nyawa. Juga tak ada keterampilan lain. Namun kini, itu semua tinggal cerita yang menyisakan kegetiran hidup bagi nelayan. Beralih profesi adalah keterpaksaan mereka menyambung hidup yang hasilnya hanya cukup membeli susu si bayi. Tak seperti kejayaan sebelum penguasa lautan duduk di kursi kementerian, hasil nelayan bisa membeli susu perawan. Kini tak ada yang bisa dibanggakan.

"Siang nanti, rumah Rasjan bakal disita bank, hutangnya numpuk seperti runtah di pinggir kali," kata Raswin dalam obrolan kopi hitam pengangguran pagi ini. "Padahal hajatan kemarin, waktu si bontotnya kawinan, dia sewa dangdut Pantura yang biduannya montok semok denok debleng, pokoke jos ora karuan. Harganya pun hampir seratus juta," sambungnya.

Menjelang zuhur barikade kepolisian mengepung rumah Rasjan yang mewah. Bikin orang ngiler atau menelan ludahnya. Puluhan polisi yang lengkap senjatanya berjaga-jaga di sekeliling rumah Rasjan. Seperti adegan penggerebekan teroris. 

Mula-mula semua penghuni rumah enggan keluar, dan akhirnya berujung paksaan. Anak bontot Rasjan yang beberapa bulan lalu telah dikawinkan, kini sedang bunting tujuh bulan. 

Si bontot dengan suara yang kian parau menatap dengan mata kosong. Ia menangis di pojokan sambil mengelus perutnya yang membuncit seolah mengabarkan kepada si jabang bayi tentang nasibnya kini. Beda dengan suaminya yang terus meronta melawan polisi. 

Matanya melotot dan otot lehernya hampir copot. Tiga polisi menahan amukan si menantu Rasjan yang sebelumnya angkuh dari sapaan orang-orang. Segala omongan kotor membual dari mulutnya. Hampir saja adu jotos, tapi seorang polisi mengalah tak meladeni.

Lain lagi si tuan rumah yang kelenger mirip terserang sawan celeng. Ia digotong empat polisi bersenjata lengkap. Baju batik lengan panjang dan celana kolornya tak lagi menampakkan kemewahan gaya hidupnya. Rasjan tak lagi berdaya. Isteri Rasjan, Si Nyonya Rukayah yang biasa berkalung rantai emas putih dan berlengan emas, kini tak nampak satu gelang pun. Sosoknya tertunduk lesu di rumah tetangganya, menangis sesenggukan. Juga nenek tua yang tak lain ibu Rasjan tengah memeluk Nyonya Rukayah.

Pantulan cermin dari lemari kayu jati menyilaukan mataku yang tengah menonton ketegangan. Juga ada rasa iba. Lemari jati digotong delapan orang, begitu beratnya. Barang-barang semua dikeluarkan tanpa sisa. Termasuk kutang warna merah delima motif kembang mawar yang sepertinya kepunyaan si bontot yang belum sempat ia cuci. Dimasukkan semuanya dalam kardus bekas, termasuk kesombongan Rasjan semasa kejayaannya dulu ketika masih gampang mengejek kemiskinan tetangganya.

Namun semenjak kapalnya ditangkap di perairan Palembang, uangnya ludes untuk mengurusi tetek bengek di pengadilan. Berharap kapalnya bebas dari tuntutan, tapi malah dilelang. Rasjan pun lupa akan tunggakan bank. Rasanya begitu cepat Tuhan membalikkan nasibnya. Dalam sekejap Rasjan melarat. Tangisan pecah.

"Puas ladas, kukur silit ora melas. Orang sombong pasti ada balasannya," gerutu wanita paruh baya di sampingku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun