8. Kecamatan Jabon.
Dewasa ini pengelolaan tambak dibentuk kelompok Ali Ridho Group disingkat ARG berdiri tahun 1982. Kelompok ini ada di bagian 5 (lima) kecamatan yaitu: Kecamatan Sedati, Kecamatan Buduran, Kecamatan Sidoarjo Kota, Kecamatan Candi, Kecamatan Tanggulangin.
Anggota kelompok petani tambak ARG berjumlah 176 orang, terdiri dari 592 unit tambak, dengan luas total 6.732 hektar atau 43,32% dari total luas lahan pantai timur Kabupaten Sidoarjo. Mereka semua membudiyakan tambak secara tradisional dan turun menurun.
Dalam kepemilikan lahan tambak tradisional di wilayah Kabupaten Sidoarjo sebagian besar dari warisan orang tua, dan tidak  dipungkiri bahwa lahan tambak itu dimiliki oleh orang kaya yang luasnya per unit tambak  sekitar 30 s.d. 80 hektar, dan sebagian dimiliki orang kecil.
Sistem Tambak Tradisional: Â Polikultur, Irigasi Tambak, Air Pasang Surut.
Para petani tambak di daerah Sidoarjo selalu memanfaatkan jenis tanaman/tumbuh-tumbuhan serta daun pohon api-api (Avicenniceae), ganggang (Algae), serta deruju (Acanthaceae) yang disekitar lingkungan tambak. Waktu pembesaran  udang tanpa menggunakan obat-obatkan, atau makanan tambahan (pelet). Sistem pemeliharaan udang selalu bercampur dengan ikan bandeng (polikultur), gunanya untuk menggerakkan air dalam kolam tambak.
Tambak tradisional Sidoarjo mempunyai dasar yang cukup kuat dari warisan nenek moyang di sebutkan di atas. Namun setelah In-Pres tahun 1980-an, ada beberapa sepadan sungai dan lahan hutan bakau (mangrove) yang berada dipinggir pantai dibuka menjadi lahan tambak baru untuk budidaya udang semi intensif karena pada waktu itu masyarakat tambak atau Forum Komunikasi Masyarakat Tambak (FKMT) belum mempunyai Peraturan Daerah Kawasan Lindung (Perda Kawasan Lindung). Jadi ada yang dimaksud pembuatan lahan tambak baru pada tahun 1970-an tidak benar, yang benar pembuatan tambak baru tersebut mulai gulung tikar dan ditelantarkan oleh pemiliknya. Lantas dikembalikan fungsinya menjadi hutan bakau oleh FKMT pada tahun 1995-an.
Pengurangan pohon bakau (mangrove) baik yang ada di tengah tambak maupun di tanggul tambak dimaksudkan oleh petani tambak untuk mengurangi tingkat keasaman tanah maupun pH air dan memperbaiki kolam tambak karena awalnya penanaman pohon tersebut tidak beraturan.
Dalam budidaya udang tambak ada tingkat risiko kematian udang. Yang sering disebut-sebut penyakit udang sejak jaman nenek moyang kita, masalah tersebut sudah ada. Namun setelah diteliti/diselidik petani tambak timbul dari beberapa faktor alam, antara lain:
- Cara budidaya yang sudah tidak beraturan, satu tahun dibuat tiga siklus pemeliharaan. Padahal sesuai standar budidaya tradisional, dalam 2 tahun dianjurkan lima siklus.
- Sebagian besar penaburan benur terlalu padat (20 ekor/m2). Kepadatan benur yang benar untuk kelangsungan budidaya adalah 4 s.d 6 ekor / m2.
- Juga ada sebagian gagal panen, karena betul-betul disebabkan virus.
Sidoarjo, 26 Agustus 2025
Penulis: Eko Setyo Budi