"Tanaman mangrove di pesisir pantai Lembung semakin terawat setelah dibangun Ekowisata Mangrove," katanya. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya melestarikan lingkungan mangrove.
Destinasi wisata edukasi ini dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sabuk Hijau semakin terlihat asri kawasan hutan mangrove. Ketua Pokdarwis Sabuk Hijau Bpk, Slaman seorang warga setempat yang merintis menanam bibit mangrove sejak tahun 1986.
Diceritakan, seringkali air laut pernah masuk ke pemukiman warga Desa Lembung. Warga setempat pemilik tambak jebol dihantam ombak, "Tambak milik orang-orang jebol semua dan air baru surut empat hari setelah kejadian," kenangnya.
Perjalanan Pak Slaman dalam melestarikan mangrove berliku, banyak tantangan dan hambatan dari masyarakat. Mayoritas masyarakat pada saat itu tidak mendukungnya, tidak mengerti tentang pentingnya tanaman mangrove.
Seperti diketahui warga sudah terbiasa pencari kerang lorju di pesisir pantai Lembung. Kalau pantainya ditanam pohon bakau (mangrove) dikhawatirkan tidak bisa lagi mencari kerang.
Pada tahun 1986 luas hutan mangrove kisaran 19 hektare dan sekarang ini mencapai 25 hektare setelah dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sabuk Hijau.
Wisata ini dikembangkan dengan konsep edukasi difasilitasi oleh pengelola berupa jembatan jalan setapak sepanjang 200 meter dan beberapa gazebo di tengah hutan mangrove. Lebih lanjut tempat wisata mangrove ini dijadikan kajian saat ada pengunjung.
Saat ini ada sekitar puluhan ribu tanaman meliputi 10 jenis mangrove dan pengunjung bisa mempelajari jenis-jenis mangrove dan cara melestarikan lingkungan mangrove.
Pengunjung juga bisa refreshing, edukasi juga dapat. Setiap jenis tanaman mangrove diberi nama dan manfaatnya. Destinasi wisata edukasi ini layak dikunjungi bagi generasi muda, peneliti dan akademisi yang peduli melestarikan hutan mangrove.