Menjadi seorang sarjana yang berbahagia tentu saja menjadi impian banyak orang. Tapi, sayangnya untuk merasa bahagia setelah menjadi sarjana tidak semudah yang dibayangkan. Para sarjana yang baru menyelesaikan masa studinya di bangku perkuliahan kerap kali dirundung rasa khawatir, gelisah, takut, akan masa depannya.
Ditambah lagi, adanya stigma tentang seorang sarjana seharusnya bisa mendapatkan pekerjaan lebih cepat, dengan gaji yang besar setelah lulus. Tuntutan-tuntutan seperti itu yang kerap kali membuat para sarjana stres ketika selesai kuliah.
Oleh karena itu, salah satu cara menjadi sarjana yang berbahagia, seseorang bisa menerapkan etika stoicism. Etika ini mengajarkan seseorang untuk menjalani hidup dengan cara yang bijaksana, lebih dapat mengendalikan diri, penerimaan terhadap keadaan sebagai kunci untuk mencapai kebahagiaan dan ketenangan batin.
Tapi, sayangnya untuk menjadi seorang stoik bukan perkara yang mudah. Proses transformasi tersebut membutuhkan waktu yang panjang dan ketekunan. Kunci untuk menerapkan etika stoicism yang baik adalah dengan memahami teori tentang manusia dan dimensinya.
Manusia dan Dimensinya
Memahami teori 'Manusia dan Dimensinya' membuat sesoerang bisa lebih mudah memahami dirinya sendiri. Dari bagan di atas, menunjukan manusia memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Homo Faber
Homo Faber menunjukan bahwa manusia sebagai makhluk yang pekerja. Karl Max berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang secara alami aktif dan kreatif. Oleh sebab itu, manusia memiliki kebutuhan untuk bekerja dan berproduksi.
"Kerja adalah aspek fundamental dari sifat manusia dan bahwa melalui kerja, manusia dapat mengembangakan potensi dirinya dan mencapai kepuasan," kata Karl Max.
- Homo Ludens
Homo ludens menunjukan bahwa manusia merupakan makhluk yang suka bermain. Seorang sarjanwan dan filsuf Belanda bernama Johan Huizinga menilai, bermain merupakan aspek kebutuhan manusia.
"Bermain adalah aktivitas yang mendasar dalam kehidupan manusia, dan memiliki peran penting dalam perkembangan budaya, bahasa, dan masyarakat." Ucap Johan.
- Homo Mensura