Entah mengapa, lingkungan sekitar kerap kali mentargetkan bahagia itu seperti ini. Bahagia itu apabila hidup sukses sesuai standar masyarakat.
Anggapan ini kerap kali membuat pelaku utama gerah dan kuping jadi panas. Namun, membalas dengan ucapanpun tidak akan menyelesaikan masalah. Lantas gimana cara menghadapinya?.
Yap, self-acceptence. Menerima segala kekurangan diri apa adanya dan bersyukur dengan yang dimiliki adalah kunci utama menemukan kebahagiaan.Â
Meskipun demikian, self-accpetence tidak dapat dinormalisasikan sebagai sebuah perilaku malas upgrade diri. Self-acceptence adalah bentuk rasa syukur atas nikmat yang dimiliki.Â
Misalnya, saya seharusnya bersyukur meskipun tidak memiliki gaji dua digit tetapi saya sehat fisik dan mental. Gaji saya cukup untuk membiayai kebutuhan dan belajar hal baru. Saya akan berusaha lebih keras menjadi pribadi yang lebih baik.Â
Mengetahui keterbatasan, mencoba memperbaiki atau mencari alternatif lain, dan tidak membandingkan dengan orang lain adalah wujud penerimaan diri yang seutuhnya. Â