Memasuki masa quarter life crisis orang cenderung ingin dilihat dan dihargai atas pencapaiannya. Mengingikan belajar kemampuan baru agar mencapai tujuan hidupnya.
Sayangnya, segala proses memiliki jalan yang berbeda. Terkadang mengapa seseorang memiliki proses yang lebih cepat dan lebih lambat banyak faktor yang melatarbelakanginya.
Mulai dari faktor latar belakang pendidikan, asal daerah, hingga bagaimana latar belakang keluarganya. Membandingkan pencapaian orang lain dengan pencapaian diri memang tidak ada habisnya.Â
Bahagia Itu Sederhana, Aku Ingin Lebih Banyak Di Dengar
media yang beredar, saya menyadari bahwa di masa quarter life crisis orang ingin lebih banyak di dengar.
Pernah melihat orang datang ke psikiater? Kira-kira apa pendapatmu tentang hal itu? Berdasarkan pengamatan melalui beberapa video di sosialMendengarkan cerita mereka secara baik tanpa menghakimi sejatinya membantu mereka untuk melepaskan beban dalam hati. Mengapa mereka lebih percaya pada psikiater? Karena, lingkungan sekitar tidak dapat memberikan solusi dan ketenangan atas permasalahan yang dimiliki.Â
Pemahaman akan isu kesehatan mental seolah masih menjadi hal yang tabu. Memiliki masalah mental cenderung dikaitkan dengan pribadi yang tidak agamis. Sehingga belum sempat cerita pun terkadang malah jadi minder.Â
Mendengar bisa jadi wujud apresiasi bagi pencerita. Kebanyakan orang tidak membutuhkan pengakuan berupa sertifikasi secara konkrit. Melainkan mendapatkan ruang untuk bicara dengan orang terdekat adalah wujud kebahagiaan yang sebenarnya.Â
Menanggapi Standar Bahagia Lingkungan Sekitar
Bahagia seolah kini distandarkan akan kesukesan seseorang. Orang sukses sudah pasti bahagia. Kurang lebih begitu slogannya. Padahal, bahagia itu tidak ada wujudnya.Â