Mohon tunggu...
Eka Nurindah Priandani
Eka Nurindah Priandani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa D3 Keperawatan, Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fenomena Seksisme pada Perempuan

22 Juni 2022   18:51 Diperbarui: 22 Juni 2022   19:36 1564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak hanya berhenti pada kekerasan seksual yang terjadi secara langsung. Di era globalisasi dan serba digital seperti saat ini, memunculkan fenomena baru yaitu kekerasan seksual secara online. 

Kekerasan seksual secara online ini, merupakan imbas dari mudahnya dalam mengakses media sosial serta perkembangan teknologi yang begitu cepat. Sehingga memudahkan seseorang untuk melakukan tindakan pelecehan tanpa diketahui identitasnya.

Kekerasan seksual yang terjadi secara langsung ataupun secara online, kerapkali berhubungan dengan tubuh perempuan yang dijadikan objek pornografi. Objek pornografi tersebut dapat berupa penyebaran foto atau video pribadi di media sosial atau website pornografi. 

Kasus seperti ini tentu saja menggemparkan media masa, akibatnya menyebabkan beban psikis bagi para korbannya. Kasus ini dapat dikategorikan sebagai online defamatioan atau tindakan penghinaan dan pencemaran nama baik.

Kekerasan seksual tentu saja memiliki dampak yang besar bagi para korbannya, seperti trauma psikologis, ancaman yang ditemima korban apabila melaporkan kasus kekerasan seksual, serta pandangan negatif dari masyarakat sekitar. 

Dampak yang ditimbulkan itulah yang menjadi alasan utama, guna menaggulangi kekerasan seksual terhadap perempuan. Solusi yang dapat diberikan kepada korban kekerasan seksual yaitu, dengan memberikan dukungan moral dan motivasi bagi para korban, serta adanya perlindungan serta penanganan secara tuntas oleh pihak berwenang.

Dampak yang ditimbulkan dari kekerasan seksual terhadap perempuan yaitu:

  1. Dampak psikilogis yang ditimbulkan yaitu korban akan mengalami taruma, kecemasan, dan depresi. Kerugian secara psikologis ini sulit untuk dikenali karena tidak meninggalkan bekas yang dapat dilihat secara langsung seperti halnya kekerasan secara fisik.
  2. Keterasingan sosial. Hal ini terjadi karena setelah korban mengalami kekerasan secara seksual, korban akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat sekitar dan dikucilkan oleh lingkungannya.
  3. Mobilitas korban akan terganggu. Hal ini terjadi karena korban merasa dirinya tidak diterima oleh lingkungannya, maka ia akan berusaha menarik diri dari masyarakat dan lingkungannya. Hal tersebut akan berdampak pada mobilitas korban.

Dengan maraknya kasus kekerasan seksual dan besarnya dapampak yang ditimbulkan akibat kekerasan seksual, pemerintah memiliki peran yang cukup besar untuk menanggulangi permasalahan tersebut. 

Oleh karena itu, dibentuklah Permendikbud PPKS No. 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi dan Undang-Unadan Tindak Pidana Kekerasan Sekasual (UU TPKS) Tahun 2022 yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual. Peraturan tersebut, nantinya diharapkan dapat menjadi perlindungan hukum bagi para korban kekerasan seksual.

Langakah-langakah yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kekerasan seksual yaitu:

  1. Memberikan edukasi seksual sedini mungkin. Pemberian edukasi ini dapat diberikan melalui lingkungan terdekat sperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, serta lingkungan sekolah. Pendidikan seksual bukanlah suatu hal yang tabu untuk dibicarakan, bahkan pendidikan seksual merupakan pendidikan yang wajib diberikan kepada anak sedini mungkin. Dengan memberikan pendidikan seksual sedini mungknin, maka akan meminimalisir rantai kekerasan seksual.
  2. Menghilangkan pemikiran terkait kedudukan perempuan yang ada di bawah laki-laki, karena pada dasarnya tidak ada perbedaan kedudukan antara perempuan dengan laki-laki. Perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama didepan hukum dan masyarakat.
  3. Mengembangakn budaya digital citizenship dalam bermedia sosial, yakni keadilan terhapa gender. Hal ini menegaskan bahwa norma dan tanggung jawb harus dikedepankan dalam bersosialisasi di media sosial, agar tercipta ruang amain bagi perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun