Mohon tunggu...
Eka Andini
Eka Andini Mohon Tunggu... Freelancer - ;'

Harus banget ya bio nya diisi?

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Judulnya Bingung

12 Oktober 2019   21:26 Diperbarui: 12 Oktober 2019   21:28 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Makkkk!!! Makkkkk makkk" terdengar suara seseorang mengetuk pintu dengan tidak sopan. Bagaimana sopan? Dia membangunkan seisi rumahku dari lelapnya tidur dan indah nya buayan mimpi. Seorang wanita paruh baya berjalan dengan setengah nyawa, belum sepenuhnya ia terjaga. "Sebentar" suara nya terdengar parau. Namun geduran pintu itu berubah menjadi suara isak tangis. Aku amat familiar dengan suara pria itu. Tunggu, bukankah itu? Paman ku?. 

Jam dinding menunjukan jarumnya tepat menunjuk angka genap pertama dalam bilangan bulat. Ya, pukul dua dini hari.. Kita mendengarkan sebuah cerita pada saat itu. Bukan sebuah cerita penghantar tidur bukan juga berita bahwa kita akan jadi orang kaya haha. Aku tak terlalu mendengarkan apa yang dikatakan oleh paman ku. Aduh, canggung rasanya jika menyebutnya paman. Kami dari suku sunda biasa memanggil adik dari ibu atau ayah kami dengan sebutan "amang".

Yang ku tangkap adalah salahsatu anak amangku mengalami 'step'. " mah? Ieu teh step anu sok aya di motor lain?" tanya ku kepada mamahku. "Yehh, eta gening anu kejang kejang" aku sedikit terkaget mendengarnya, setelah keadaan membaik. Beberapa dari kami mengantar amang yudi untuk membawa anaknya ke rumah sakit. Suasana kalut saat kami menyadari tak ada yang memiliki uang simpanan. Bagaimana ini? Dengan uang seadanya kami membawa anak amangku ini ke rumah sakit terdekat.

Mentari pagi menyeruak melalui atap rumahku yang sedikit bolong, udaranya masuk mengisi setiap ruang dalam paru paru ku. Ahh senangnya aku masih bisa bangun dan bernafas di pagi yang indah ini. Karena hari ini weekend kami sekeluarga berencana menyusul beberapa orang yang sejak subuh sudah di rumah sakit chaya kawaluyan. 

"Ema mau dagang, biar kita ke rumah sakitnya ada uang. Eca tungguan rumah jeung barudak nya" aku hanya mengangkat bahu dan melipat tangan ku 45 tanda hormat dan siap mengemban tugas. 

Oh iya,nenek ku sudah berusia emas alias kepala 5. Nenek ku pekerja keras, tak mau mengharap uang dari anak anaknya. Setiap kali aku larang dia berjualan dan menyarankan untuk mengandalkan 8 anaknya dia selalu mnjawab "ahhh mereka saja susah, masa emak mau nambah susah mereka? Kan emak masih jagjag waringkas atuh jadi nya dagang we sekarang mah" aku akan deskripsikan perawakan nenekku. 

Kulitnya sawo matang, nampak sedikit keriput karena dia nenek nenek, dan seperti di lagu burung kaka tua "emak sudah tua, giginya tinggal duaaaaaaa belas:(" aku serius, gigi nenek ku ada 12 terdiri dari 4 gigi geraham, 3 gigi seri bawah, 2 gigi taring, dan sisanya gigi yang di paling ujung aku tidak tahu apa nama giginya. Emak ku seorang penjual tahu keliling. Katanya, dulu keluarga ku memiliki pabrik tahu sendiri, namun terpaksa gulung tikar karena krisis moneter tahun 1998. Yah seperti itulah. 

Nenek ku memiliki anak 7, namun si sulung dari 7 bersaudara harus menyerah dihadapan takdir dengan penyakit paru paru basahnya. Dan mamah ku adalah anak ke 3. Nenek ku juga punya 9 cucu. Maka dari itu rumah sempit kami akan sesak jika semua sedang berkumpul. 

                          ***

Benar benar kasian ku lihat kondisinya. "Mang ini teh tidak apa apa cenah kata dokter?" amangku hanya menghela nafas "nya, gapapa katanya mah step teh gara gara suhu badan na panas teuing, jadi weh step. Tapi nya kitu tea, karek satengah poe oge. Biaya rawatna ges edek sajuta aduh" amangku tidak menggunakan asuransi kesehatan, jadi ya seperti ini jika ada musibah. Sebenarnya kita bisa memakai rujukan dari puskesmas, tetapi pada saat malam, keadaan nya paknik. Dan juga puskesmas mana yang buka pukul 2 dini hari?

Semuanya hanya memandang kosong revaldi yang lemas tak berdaya di bangsal kasurnya.

"Bawa pulang saja atuh minta obat terus tebus weh" kata uwa ku. "Nya kan kondisi anak na can bener atuh teh" kata bibi ku, istri dari amang ku. "Daripada biaya beki gede? Dek bagaimana cikan?" semuanya kembali terdiam.

Aku pulang ke rumah saja ah, lagipula sudah ada yang jaga. Kasian sekali kondisinya, revaldi yang biasanya ceria. Main kesana kemari, kini harus seperti ini. Revaldi adalah si 'pangais bungsu' alias anak kedua dari 3 bersaudara. Usianya masih 4 tahun setengah. Aa nya bernama renaldi yang duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Dan adiknya rehaldi yang usianya 2 tahun. Pautan umur yang terbilang cukup sedikit yang membuat kesehatanyya tidak terlalu terpantau. Amangku seorang petani dan buruh harian lepas, ya kalau tidak musim panen dan menanam apa yang dilakukan jika ia hanya sebagai petani saja? Bagaimana anak istrinya? Mereka sekeluarga tinggal tidak bersama kami disini. Melainkan di kampung bibi ku atau di rumah nya mertua amangku.

                            **"

Tiga hari sudah reval di rawat. Dan amangku terpaksa menjual lahan tanah sawah miliknya untuk menutupi biaya. Aku dengar, keadaan nya memburuk. Dari telefon dokter menjelaskan pada kami bahwa ada yang janggal di darahnya revaldi. Dimana jumlah sel darah putihnya jauh lebih banyak dari pada sel darah merahnya. Nah loh. "Tapi sekarang kita akan tes lab bu, tadi, kita susah mencari donor darah dari pmi. Namun sepertinya untuk golongan darah ananda reval habis stoknya. Barangkali ibu atau kerabat ada yang bergolongan sama?" kami berbisik. "Emang ari uwa golongan darah na naon ca?" dia bertanya padaku. Aku hanya mengangkat bahu sebagai tanda bahwa aku tidak tahu. "Dok punten, kenapa tidak ambil darah orang tuanya saja?" kata ku kepada telepon yang sedang di loudspeak "nah justru itu bu, orang tuanya tidak ada yang cocok dengan anak nya" semuanya riuh mendengar perkataan dokter. Hingga ku putuskan untuk menyudahi percakapan dan berterima kasih kepada dokter. "Nya walaupun saya bodo, tapi apal ari mun gaada yang cocok gokingan darahnya antara si a yudi dan teh tina. Lalu eta si reval anak saha?" kata amangku yang bungsu. Tuhan, mengapa semuanya jadi begini?. Sejam berselang, hp uwa ku kembali bergetar. Dan yang muncul nomor tidak dikenal. Ya, dari rumah sakit lagi. "Bu mohon maaf mengganggu, kami sudah melakukan tes lab dan ternyata.." perkataan dokter terpotong sinyal yabg jelek "ternyata apa dok?" "terdapat sel kanker di darah revaldi" semuanya tersentak dan kompak mengucap "inalillahi" apa? Kanker? Hah? Bagaimana bisa? Maksudku bagaimana bisa anak sekecil itu terkena kanker.?

"Kanker darah teh Anu sok aya dina film indosiar sanes teh eca?" aku mengangguk atas jawaban uwa ku "anu harus kimutedapon?" dia nampak sulit mengucapkannya "kemoterapi uwaa"

                        ****

Seminggu reval di vonis kanker oleh dokter. Kami mulai melihat penyusutan berat badan pada tubuhnya. Yang dulunya putih gemuk seperti lobak. Kini menjadi kecil seperti nasi. Kasihan, adik ku malang. Saat aku ke rumah sakit reval harus dipindahkan ke rumah sakit besar di kota bandung. Mungkin agar peralatannya lengkap. Kata dokter, reval menjalani kemoterapi seminggu duakali. Pemasukan obat kimia ke dalam darah berfungsi untuk melawan sel kanker yang kian hari kian meluas. Ku lihat reval terbangun. Tapi tunggu, kok mata nya jadi begitu. Aku tak kuasa melihat nya. Siapa yang tega? Melihat matanya sebelah menonjol keluar dan tak bisa di tutup oleh kelopak mata nya? Metah pula. Tangis kami pecah di ruangan. Kondisi yang buruk pada reval sempat berkata "amang, eval mau susu lima nya" amangku yang bekerja di peternakan sapi di lembang mengabgguk sambil bercucur air mata "iya kasep sok sing enggal sembuh. Nanti amang bawa susu lima"

itu adalah foto saat reval meminta susu. Dokter mengobrol dengan bapak ku, aku sempat menguping pembicaraan nya. Ternyata, ada sesuatu yang mendorong mata reval keluar. Sejenis tumor di belakang mata nya. Kamu kuat reval.

Reval akhirnya di pindahkan ke rumah sakit besar. List biaya di rumahsakit sebelumnya mencapai angka 150 juta rupiah. Aku kaget bukan kepalang. Gara gara reval pindah rumah sakit, aku jadi sulit menemuinya. Keadaan nya kadang membaik kadang memburuk. Tetapi yang kudengar reval sudah berada di bawah naungan yayasaan kanker indonesia. Ibunya banyak bercerita tentang reval yang lebih senang berbain di rumah singgah daripada di rumah sakit. Sekitar 5 bulan lebih reval diam di rumah singgah. Sementara kami  kami sudah kocar kacir mencari dana. Hingga habis tanah seluas 3 hektare. Pabrik batu bata, srmuanya digubakan untuk biaya pengobatan reval

                                   ***

Rencana nya dua hari ke depani reval akan di ambil tumor di belakang mat nya dengan jalan operasibedah kepala. Semua badan revaldi diperiksa saat sedang puasa. Mulai dari dokter pencernaan, jantung, ginjal, paru paru memeriksa badan reval. Kami ke rumah sakit yang jaraknya amat jauh dari rumah ku "bu revaldi teh ternyata punya penyakit paru paru ya?" kami semua melongo karena baru tahu semua ini. Apa lagi ini? Keadaan reval membaik ku rasa. Aku membwakan boneka sapi untuknya. "Teh, ini teh namanya si 'mooo'" nampak senang ia kubawakan boneka. Terus dipeluknya dan ia tertidur pulas sekali. Kami tenang melihatnya dan sejuk nampak reval tidak menangis kesakitan lagi jika ia tertidur. Saat sedang indah bercengkrama, , ada ibu ibu yang dirawat di sebelah melewat di hadapan kami. Ibu ibu itu nampak herab melihat reval yang tertidur pilas dengan memeluk si 'moo' laliu ibu itu menghampiri kami "teh maaf, naha nya si ade anu eta bobo na teu ngarenghap?" saat aku melihat dengan yang lain. Kami cepat memangvil dokter jaga nya. Ternyata benar, reval tidak hanya sekedar tidur. Tetapi tidur yang benar benar tidur. Semua terpukul. Isak tangis mengiringi penutupan wajah reval yang tengah teh tidur. 

Suara ambulance mendengung keras di gendang telinga. Reval yang rerbujur kaku kini terbalut kain putih berikat. Tubuhnya kin ditimpa tanah. Beralas tanah dan berbantal tanah. Reval yang dari tanah kini kembali ke tanah. Ku antarkan dia ke peristirahatqn terakhirnya. Berbaringlah dik, tidur lah di keabadian. Doa kami menyertai mu, jadilah penolongbagi ibu bapak mu. Untuk reval. Aku tuliskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun