Mohon tunggu...
Eggy Aryabhazda Suwandi
Eggy Aryabhazda Suwandi Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana Magister Management Universitas Widyatama

H. Eggy Aryabhazda Suwandi, S.M., MM(c) Master of Management Candidate, Universitas Widyatama, Bandung Assistant Lecturer of Management, Digitech University Seorang ekstrovert yang energik dengan minat kuat dalam ilmu manajemen dan penerapannya dalam berbagai aspek kehidupan. Arya mendalami manajemen tidak hanya sebagai bidang akademik, tetapi juga sebagai pendekatan strategis dalam berkarya dan berwirausaha. Ia menyalurkan gagasan dan inspirasinya melalui fotografi, videografi, dan aktivitas rekreatif yang memperkaya perspektifnya terhadap dinamika bisnis dan organisasi di era digital.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

GDP Naik, Rakyat Merana: Menakar Jalan Baru Ekonomi Indonesia dari Sumitronomic, Rp 200 Triliun, Hingga Pergeseran Manajemen Keuangan Negara

11 September 2025   16:38 Diperbarui: 11 September 2025   16:38 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dana segar di perbankan memberi ruang ekspansi kredit dengan bunga lebih rendah. Jika diarahkan ke UMKM, sektor ini bisa mendapatkan akses modal yang selama ini terbatas. UMKM yang kuat bukan hanya menyerap tenaga kerja, tetapi juga memperluas basis konsumsi domestik.

  1. Meningkatkan Konsumsi dan Daya Beli

Dengan kredit lebih longgar, rumah tangga dan pelaku usaha memiliki lebih banyak ruang untuk belanja dan investasi. Efek multiplier ini bisa mendongkrak PDB secara riil.

  1. Menghidupkan Sektor Riil

Likuiditas yang mengalir bukan hanya memperkuat bank, tapi juga pabrik, toko, pasar, dan rantai pasok domestik. Ekonomi tidak lagi hanya ditopang belanja negara, melainkan benar-benar bergerak di masyarakat.

Risiko: Potensi Bom Waktu

Namun, peluang besar ini datang dengan risiko yang sama besarnya.

  1. Dana Mengendap atau Salah Sasaran

Jika Rp200 triliun itu hanya "parkir" di instrumen aman seperti obligasi pemerintah atau disalurkan ke kredit korporasi besar, maka rakyat kecil dan UMKM tidak akan merasakan dampaknya.

  1. Inflasi dan Tekanan Harga

Injeksi likuiditas dalam jumlah masif tanpa pengendalian bisa meningkatkan inflasi. Alih-alih memperkuat daya beli, masyarakat justru terhimpit kenaikan harga barang pokok.

  1. Moral Hazard Perbankan

Bank bisa tergoda menyalurkan kredit tanpa seleksi ketat karena merasa dilindungi dana pemerintah. Jika ini terjadi, risiko kredit macet meningkat dan bisa menimbulkan instabilitas keuangan baru.

Faktor Penentu: Eksekusi dan Tata Kelola

Kebijakan Rp200 triliun ibarat pedang bermata dua. Ia bisa menjadi stimulus besar jika eksekusinya tepat, namun bisa berubah menjadi bom waktu jika salah arah. Ada tiga prinsip dasar yang wajib dijaga: targeting yang presisi, pengawasan ketat, dan koordinasi fiskal--moneter. Tanpa itu, kebijakan ini hanya akan memicu inflasi, instabilitas perbankan, dan kekecewaan publik.

Bagaimana Agar Rp200 Triliun Tidak Menjadi Bom Waktu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun