Mohon tunggu...
Efron Dwi Poyo
Efron Dwi Poyo Mohon Tunggu... -

Fanatik FC Bayern München. Mia San Mia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Kritik Buku] Successful Parenting Tumpul

3 Maret 2016   16:03 Diperbarui: 3 Maret 2016   16:53 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Buku Succesful Parenting: 41 Tip Mencetak Anak Cerdas Berkarakter (Foto koleksi pribadi)"][/caption]

Judul: Successful Parenting: 41 Tip Mencetak Anak Cerdas Berkarakter (SP41)
Pengarang: dr. Andyda Meliala
Penerbit: ByPASS, Bogor
Cetakan: Pertama, 2012
Tebal: 123 h.

Kesan pertama dari sampulnya pengarang dan penerbit menggunakan teknik pemasaran lebay: sampul bahasa asing, isi bahasa Indonesia. Mirip-mirip dengan banyak buku yang beredar “Menjadi Kaya Tanpa Modal”. Saya bisa memahami betapa gusar Gubernur Wiyogo Atmodarminto (1987-92) melihat papan nama gedung atau lokasi di Jakarta menggunakan bahasa asing. Dalam pada itu pendeta, teolog, dan dosen saya, L.Z. Raprap, kerap menyindir pengkhotbah Indonesia yang acap menggunakan istilah Inggris. “Biar kelihatan bermutu.” Kata Pak Raprap. 

Mengawali melawat buku SP41 saya mengutip pernyataan Andar Ismail 25 tahun yang lalu. "Seringkali kita terjebak dalam anggapan bahwa suatu pemikiran yang baru tentang pendidikan pastilah relevan dibandingkan dengan pemikiran dari berabad-abad sebelumnya yang dianggap usang." (Andar Ismail, 1990)

Baru mengawali membaca bab 1 (tip 1) Andyda, si pengarang SP41, sudah menafikan pengalaman orang tua. Belum-belum sudah meremehkan kemampuan orang tua yang sedang mengasuh anak. Andyda mengatakan bahwa zaman orang tua kita dahulu berbeda dengan zaman sekarang. Andyda mengatakan bahwa ilmu pengasuhan (Andyda menekankan penggunaan istilah parenting) sudah berkembang pesat sehingga pengalaman pengasuhan orang tua dahulu sudah tidak terterapkan lagi. Memang benar zaman sudah berubah, namun Andyda sepertinya tidak membaca sejarah pemikiran dan praktik pendidikan anak yang jauh lebih luas daripada persekolahan.

Seperti yang dikatakan oleh Andar Ismail dengan membaca sejarah kita ditolong  bahwa banyak pemikiran pedagogis dari masa lampau masih lebih unggul daripada apa yang Andyda sebut dengan kemajuan pesat ilmu pengasuhan. Pada bagian berikutnya apa yang dikatakan Andyda mutahir atau “produk unggul” dari ilmu “parenting”-nya ternyata sudah dikritik oleh ahli pedagogi tiga abad yang lampau.

Dalam 41 tip Andyda selalu menggunakan kalimat perintah (imperative!) seperti buku petunjuk praktikum. Orang tua/dewasa pembaca adalah mahasiswa/praktikan, sedang anak adalah objek praktikum. Kontradiksi dengan jiwa seorang pengasuh. Andyda lupa bahwa buku SP41 bukan untuk anak-anak, tetapi untuk orang dewasa. Di STT Jakarta buku-buku seperti SP41 dimasukkan ke dalam materi Pendidikan Orang Dewasa, walau buku SP41 belum tentu layak masuk ke dalam materi itu, karena bahasa yang digunakan bukan Pendidikan Orang Dewasa.

Buku SP41 yang memberikan kiat-kiat (tips) mengasuh anak justru sama sekali tidak memberikan penjenjangan pengasuhan. Yang dimaksud dengan penjenjangan ialah pembabakan atau penggolongan usia anak. Buku SP41 ini campur aduk. Tidak lebih seperti kumpulan rubrik konsultasi keluarga, yang tidak ada kesinambungan serta keterpautan bab yang satu ke bab lainnya. Gebyah uyah! Walau Andyda mengutip penelitian di Amerika, ia tidak mempunyai landasan filsafati yang cukup untuk berkonteks di Indonesia.

Bandingkan dengan Friederich W.A. Fröbel (1785-1852) yang mengatakan bahwa hendaknya anak-anak bertumbuh lebih bebas seperti tanaman di taman sampai ia berbunga indah. Tentu saja tanaman itu tidak tumbuh sendiri, melainkan tumbuh di bawah pengawasan penuh kasih. Terinspirasi dari tanaman bunga indah di lembah Fröbel lalu memberi nama sekolah untuk anak-anak di bawah lima tahun dengan nama taman kanak-kanak (die kindergarten). Dasar penjenjangan pengasuhan anak Fröbel membagi tiga kelompok: masa balita, masa anak-anak, dan masa tanggung.

Dalam buku SP41 Andyda menekankan diskusi orang tua dengan anak (h. 35). Tampak sekali Andyda benar-benar copas konteks Amerika ke konteks Indonesia tanpa dibekali filsafat pendidikan/pedagogi yang memadai. Bagaimana berdiskusi mengenai aturan dengan balita? Jangankan dengan balita, dengan kelompok anak tanggung yang kesadaran etisnya masih tahap dasar saja masih sangat sulit.

Bertolak belakang dengan Andyda, Fröbel justru menganjurkan anak-anak secara alamiah mengalami apa yang disebut Fröbel dengan “kerugian” dalam buku kurikulum Mottoes and Commentaries of Fröbel’s Mother Play (Robert R. Boehlke: Dari Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia, h. 338). Andyda menekankan pencegahan lewat diskusi, sedang Fröbel malah “membiarkan” anak yang belum memiliki kesadaran etis secara alamiah mengalami kerugian atas tindakannya. Anak tetap aman karena anak adalah tanaman di taman yang diawasi dengan penuh kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun