Kebahagiaan tidak selalu muncul secara tiba-tiba di hadapan orang. Kita bisa menciptakan kebahagiaan itu dengan memberi sesuatu kepada orang lain.
Ketika hujan turun ke kota Medan pada awal Desember ini, sebagian orang merasakan syahdu mendengar rintik-rintik air yang turun. Sebagai penulis, saya bisa merasakan ketenangan dalam menemukan ide.
Namun hujan itu turun semakin lama sepanjang hari, muncul perasaan was-was, saya membayangkan hal lain yang mungkin terjadi, yaitu banjir. Pekerjaan pun kadang menjadi tidak tenang karena sesekali harus mengecek saluran parit di depan rumah.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, jika hujan terus turun seharian, maka parit yang lebarnya hanya setengah meter itu akan dipenuhi air hingga merembet ke halaman dan teras rumah.
Syukurlah, ketika bangun pagi keesokan hari, hujan ternyata tidak sampai menggenangi pekarangan rumah, hanya memenuhi badan jalan di luar rumah.
Tetapi, Bapak memberikan kabar mengejutkan. Dia mendapatkan panggilan telepon yang memberi tahu bahwa rumah Ito kami (Ito adalah sapaan untuk adik dari kakek saya dari pihak Ayah) terendam banjir.Â
Jika pembaca masih ingat berita banjir di Kampung Lalang, Medan, pada 4 Desember lalu, rumah Ito saya menjadi salah satu yang ikut tergenang. Saya pernah menuliskan cerita tersebut di sini.
Kabar itu menyentak sekaligus menyedihkan. Pertama, beliau yang berusia sepuh tinggal seorang diri di rumah; alasan kedua, itu adalah rumah masa kecil dan remaja saya.Â
Beliau berhasil diungsikan ke rumah Uda (paman) saya yang berlokasi tidak jauh dari sana sejak air mulai menggenangi halaman pada subuh hari.
Kami menyantuni beliau sambil menunggu surut banjir. Barulah esok harinya, saya, adik dan orangtua bersama keluarga dari Uda saya bergerak untuk membantu menguras dan membersihkan rumah dari sisa-sisa banjir.