Liverpool sendiri tengah berjuang untuk mengembalikan nama besarnya yang kian tidak menakutkan lantaran tidak pernah mencatatkan diri sebagai juara di semua kompetisi dalam 10 musim terakhir, kecuali musim 2011/12 saat  menjuarai Carling Cup.
Singkatnya, Liverpool sejauh ini masih berpeluang untuk mengangkat piala Liga Champions yang terakhir kali diraih pada musim 2004/05. Salah dan Mane yang tampil prima saat ini akan menjadi momok menakutkan bagi tim manapun yang akan berhadapan dengan Liverpool selanjutnya.
Lalu bagaimana dengan Manchester City?
Manchester City menjadi klub yang anomali ketika berlaga di Liga Champions. Sejak dibeli Sheik Mansour bin Zahyed Al Nahyan di bawah bendera Abu Dhabi United Group, Manchester Biru belum sekalipun mampu menembus final Liga Champions meski pernah berstatus sebagai jawara Liga Primer Inggris sejak musim 2011/12.
Manchester City hanya menjadi klub fenomenal yang ilutif: meraih sederet trofi juara di kompetisi lokal, namun rapuh di luar Inggris. Gejala yang mirip seperti yang dialami klub kaya raya lainnya Paris Saint Germain.
Anak asuh Pep Guardiola justru tidak berarti tatkala bertarung di Liga Champions. Pencapaian terbaik mereka hanya terjadi mereka berhasil menembus babak semifinal musim 2015/16 melawan Real Madrid yang mengalahkan mereka dengan aggregat skor tipis 1-0.
Namun, Manchester City berpeluang dapat bermain hingga partai final. Mereka mempunyai modal kuat: kondisi pemain utama yang prima minus De Bruyne yang cedera, kemenangan telak 7-0 atas Schalke, dan penampilan cemerlang di Liga Primer Inggris. Langkah mereka akan menjadi mudah andai saja mereka tidak bertemu Barcelona di perempatfinal nanti.
Namun absurdnya rekam jejak mereka di Liga Champions cukup menyulitkan publik sepakbola untuk mengunggulkan mereka. Liverpool dalam kondisi yang ada saat ini lebih diunggulkan keluar sebagai juara Liga Champions dibanding tiga klub Inggris lainnya.
Artikel ini kali pertama ditayangkan di blog independentsite.blogspot.com