“Dengarlah, aku ingin berbagi kepadamu tentang kemanusiaan,” katanya kepadaku.
“Ibu, itu sudah berlalu. Sekarang, tidak mungkin kau mengatakan kemerdekaan lagi. Apalagi sampai kau memaksa kami untuk mengangkat senjata.”
“Aku mengerti itu semua. Tidaklah hatiku tenang kalau kau pun pergi.”
“Tapi...”
“Dengarlah, tak usah kau sanggah. Kau akan menemukan jawaban atas semua pertanyaanmu nanti.”
Sekarang, kututup hari-harimu dengan doa, sama seperti yang kauajarkan kepadaku ketika kau dan pejuang lain mendoakan ayah yang telah pergi selama-lamanya. Kepada anak-anakku, cucu-cucumu telah kuturunkan semua ceritamu, cerita tentang ayah. Beristirahatlah.
Sekarang, aku yang terbaring lemah. Masih kurindukan orang-orang. Mereka datang untuk berdoa kepadaku, kepada kita. Mereka datang tidak dengan emas, tidak dengan wewangian, tetapi dengan kerinduan untuk melihat kemuliaan manusia. Mereka bertambah banyak. Kupesankan kepada mereka, walau di persimpangan jalan, sapalah orang tersebut.