Mohon tunggu...
Cerpen

Nyiur

28 April 2016   18:36 Diperbarui: 28 April 2016   18:38 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            “ Kesepian bagi banyak manusia memang selalu mencekam dan menakutkan. Namun, itu yang aku inginkan.”

            Bibirny gemetar ketika dia mengatakan itu pada seorang gadis cantik, berperawakan tinggi, padat. Ideal sekali untuk tubuh seorang model. Tetapi, bagaimanapun cara dia menutupinya, ketakutan itu masih nampak sekali. Sebab, wanita itu bukan wanita biasa, wanita asli ketutunan daerah setempat, kastanya disegani. Itulah yang membuat dia sedikit gemetar.

            “ Aku belum pernah memasuki dunia seperti itu. Bagiku, dunia ya, seperti ini. Realitas yang apa – adanya. Tidak ada dimensi atau dunia lainnya, sebab kita harus menerimannya. Tidak semestinya bentrok dengan keadaan.”

            “ Mengapa mesti, yang kau kedepankan adalah kedamaian jiwamu?”

            “ Bagaimana caramu tahu?”

            “ Sebab, kau tidak pernah melawan sesuatu yang buruk. Kau hanya terus menerimanya.”


Obrolan mereka makin menarik dari detik ke detik, membuat anak itu semakin lihai mengoceh. Bagitulah dunianya, baginya tiada lagi yang lebih menarik selain merenungi hidup. Tiada yang lebih menarik selain bermain dengan ide – ide. Dan wanita itu masih disana. Masih memandang pria pendatang untuk mengenyam pendidikan di daerahnya. Masih penuh misteri lelaki itu, jiwa penuh rahasia. Wanita itu tidak mampu membendung keingintahuannya tentang lelaki itu. Ia semakin memburu.

“ Betapa buruknya kesepian bagiku. Dia tidak ubahnya setan yang selalu menakut – nakuti jiwa. Aku tidak menimba apa – apa dari kisah sepi itu.”

“ Jika aku lelaki yang mampu untuk mencintaimu, maka mencintai dirimu bak mencintai sepi. Untuk cinta sekalipun, sepi banyak memberi. Sepi serupa keindahan yang selalu ada. Serupa cinta yang selalu menenangkan.”

Lelaki itu tidak bermaksud memanipulasi seluruh konstruksi pikiran wanita itu, melainkan kepribadiannya tidak pernah dia tinggalkan dengan alasan beradaptasi. Wanita itu merasa diselimuti oleh hangatnya aksara yang keluar dari bibir pemuda. Tetapi, dia tetap jeli, serta mengelak. Ini ilusi! Hatinya bersiteguh. Wajahnya semakin memerah memperlihatkan kecanggungannya yang tidak tertahankan. Dia sungguh kagum pada lelaki itu, namun ketahanan diri terus dia tingkatkan, mengingat apa kata orang?

“ Aku minta maaf, jika analogiku sedikit menyayat hatimu.” Lelaki itu meneruskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun