Mohon tunggu...
FADHIL MUNTASHIR JIHAD
FADHIL MUNTASHIR JIHAD Mohon Tunggu... Freelancer - Lebih sering ‘free’-nya daripada ‘lance’-nya.

Selamat datang di ruang digital, jejak seorang alumnus ekonomi syariah yang masih sering ‘trial. Hidup tak selalu syariah total, tapi niat kudu tetap loyal. Mari duduk bareng, tarik napas. Kita rawat akal, hati, dan niat yang nyaris lepas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Revitalisasi Fungsi Masjid, Menata Ruang & Menghidupkan Umat. DKM Wajib Tau !

21 Agustus 2025   09:00 Diperbarui: 20 Agustus 2025   12:10 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masjid dan Tantangan Zaman

Masjid demi masjid menjulang tinggi, kubahnya menantang langit pagi. Karpetnya selembut sutra, lampu gantung memantulkan cahaya. Suara azan membelah waktu, memanggil jiwa untuk bersatu. Namun setelah iqamah usai dan salam ditutup imam, seluruh pintu terkunci rapat seolah rumah Allah hanya sebatas lima waktu dan satu atau dua kajian, itupun kalau sempat.

Jendela tak lagi terbuka bagi musafir yang singgah, pekerja kasar yang lelah, bagi remaja yang gelisah butuh tempat berserah. Padahal saat membangun, tangan menengadah, mencari donasi dari umat tanpa lelah. "Ini rumah Allah," katanya dengan semangat yang membuncah. Namun kini seakan berubah. Tak semua bisa menginjak sajadah, seolah jadi ruang privat yang tak bebas  untuk melangkah.

Masjid bukanlah istana berpagar ketat, bukan kantor yang terikat jam dan syarat. Ia adalah rumah umat, tempat pulang yang semestinya hangat. Dahulu di masa Nabi, masjid adalah pusat peradaban.Bukan hanya tempat sujud, melainkan tempat menyusun langkah, menyatukan umat, merawat akal dan iman. Kini, mari kita jujur bertanya: Apakah masjid kita masih hidup menyala, atau hanya megah namun hampa tanpa kata?

Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir..."
(QS. At-Taubah: 18)

Ayat ini menunjukkan bahwa memakmurkan masjid sebagai ciri keimanan. Maka mari memakmurkan masjid, bukan hanya dengan marmer dan kubah. Tapi dengan ruh, ilmu, dan cinta agar ia kembali jadi nadi umat yang nyata. Rumah semua jiwa yang rindu pulang dan butuh cahaya.  

Fungsi Masjid pada Masa Rasulullah

Ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, bangunan pertama yang beliau dirikan bukanlah pasar, bukan pula rumah pribadi ataupun kantor pemerintahan melainkan membangun masjid. Masjid Nabawi yang dibangun Nabi tidak hanya berdiri sebagai tempat salat berjamaah. Ia menjadi jantung kehidupan masyarakat Madinah saat itu. Fungsinya luas, menyentuh setiap aspek kehidupan umat. Ini menunjukkan betapa masjid adalah pusat dari seluruh aktivitas umat Islam, baik spiritual maupun sosial.

1. Tempat Ibadah

Di sinilah salat berjamaah ditegakkan, khutbah disampaikan, dzikir dilantunkan, dan ruhiyah umat dibina. Namun, ibadah bukan sekadar rutinitas ritual melainkan sumber energi spiritual yang mendorong perjuangan, menyatukan hati dan mengokohkan semangat dakwah. 

2. Pusat Pendidikan

Masjid adalah sekolah terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar. Dari sini lahir generasi terbaik yang tak hanya cerdas, juga berakhlak mulia dan siap berkontribusi untuk umat.

3. Kantor Pemerintahan

Berbagai keputusan diambil di dalam masjid. Rapat strategis, hingga koordinasi perang dilakukan di sana. Masjid berperan sebagai markas kepemimpinan, tempat di mana kebijakan untuk kebaikan umat dirumuskan. 

4. Tempat Penampungan Sosial

Di serambi masjid, tinggal para Ahlus Shuffah yakni sahabat yang miskin, musafir, atau tidak memiliki tempat tinggal. Mereka tidak hanya diberi tempat bernaung, tapi juga dibina dan diberdayakan langsung oleh Rasulullah. Masjid hadir sebagai tempat perlindungan yang memberi harapan. 

5. Pusat Logistik dan Keuangan

Zakat, infak, dan wakaf dikumpulkan dan dikelola dari masjid. Dana kas tidak dibiarkan mengendap tanpa fungsi, melainkan disalurkan sesuai kebutuhan umat. Masjid menjadi pusat distribusi keadilan ekonomi, memastikan tidak ada yang terpinggirkan. 

Prinsip Manajemen Masjid ala Rasulullah

Manajemen masjid di zaman Nabi Muhammad jauh dari rumitnya birokrasi. Meski sederhana, namun penuh makna dan terbukti sangat efektif. Bukan dengan mengandalkan sistem yang kaku, melainkan kekuatan nilai, keteladanan, dan kolaborasi yang hidup. 

1. Kepemimpinan dengan Keteladanan

Nabi tidak hanya memberi perintah, tapi turut bekerja. Saat pembangunan Masjid Nabawi, beliau mengangkat batu bersama para sahabat, bahu-membahu tanpa sekat status.

"Kami mengangkat tanah sambil bersyair: Ya Allah, tiada kehidupan yang hakiki kecuali kehidupan akhirat. Maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin". (HR. Bukhari No. 428)

Ini adalah gambaran nyata dari kepemimpinan partisipatif. Nabi hadir bersama umatnya, bukan di atas mereka. Inilah pondasi manajemen masjid yang menggerakkan hati, bukan sekadar menjalankan struktur.

2. Pembagian Tugas Berdasarkan Amanah

Setiap sahabat diberi peran sesuai kapasitasnya. Tidak ada peran yang dianggap kecil, karena semua sama pentingnya.

  • Bilal bin Rabah menjadi muadzin dan pengelola dana umat.
  • Abu Hurairah fokus menyebarkan ilmu sebagai pengajar.
  • Seorang wanita tua bertugas menyapu masjid dan tetap dimuliakan.
  • Ali bin Abi Thalib memegang peran diplomatik dan politik umat.

Dari Abu Hurairah RA: 

"Seorang wanita kulit hitam biasa menyapu masjid. Rasulullah kehilangan dia dan diberitahu bahwa ia telah wafat. Nabi pun menyolatkan jenazahnya". (HR. Bukhari no. 458)

Ini menunjukkan bahwa semua peran dimuliakan, kontribusi sekecil apapun punya nilai besar di mata Allah dan Rasul-Nya. 

3. Keterbukaan dan Inklusivitas

Masjid pada masa Nabi adalah tempat yang inklusif, bukan ruang eksklusif. Siapa pun diterima, bahkan mereka yang belum memahami adab sekalipun. Dikisahkan, seorang Arab Badui pernah buang air kecil di dalam masjid. Para sahabat geram, namun Rasulullah justru bersikap lembut.

Seorang Arab Badui kencing di dalam masjid. Para sahabat ingin menghardiknya, namun Rasulullah bersabda: 

"Biarkan dia, dan siram tempatnya dengan air. Kalian diutus untuk memudahkan, bukan mempersulit". (HR. Bukhari no. 6128)

Sikap ini mencerminkan bahwa masjid harus menjadi ruang yang ramah dan mendidik, bukan tempat menghakimi. Spirit "memudahkan, bukan mempersulit" inilah yang semestinya terus hidup dalam manajemen masjid hari ini. 

Relevansi dan Implementasi di Masa Kini

Rasulullah bukan sekadar mewariskan bangunan, melainkan visi besar tentang peran masjid dalam membentuk peradaban. Kini, saat umat menghadapi tantangan modern dan krisis moral, kemiskinan, disintegrasi keluarga, hingga krisis identitas pemuda, sudah seharusnya masjid kembali hadir menjadi solusi.

Berikut beberapa bentuk implementasi nyata yang bisa dikembangkan di masa kini:

1. Masjid sebagai Kantor Pelayanan Umat

Masjid dapat menjadi pusat layanan umat yang memberikan pendampingan nyata dalam berbagai aspek kehidupan:

  • Konsultasi keluarga dan parenting Islami
  • Bimbingan bagi muallaf dalam mengenal Islam lebih dalam
  • Mediasi konflik rumah tangga atau sosial
  • Layanan hukum berbasis syariah
  • Posko bantuan dan advokasi sosial

Dengan DKM yang kompeten dan kerja sama dengan pihak profesional, fungsi ini akan menjadikan masjid sebagai tempat yang dicari, bukan sekadar disinggahi.

2. Masjid sebagai Hotel Musafir dan Rumah Sosial

Menghidupkan kembali peran masjid sebagai tempat istirahat musafir atau dhuafa. Dengan pengelolaan profesional, masjid bisa memiliki kamar darurat, dapur umum, atau warung berkah. Hal ini akan menghidupkan nilai ukhuwah dan solidaritas umat, sekaligus menjadikan masjid relevan di tengah masyarakat yang kompleks.

3. Masjid sebagai Ruang Kreasi Pemuda

Seringkali pemuda menjauh dari masjid bukan karena mereka enggan, tapi karena mereka tak merasa punya ruang. Maka masjid harus membuka diri, menjadi tempat yang ramah dan penuh kesempatan:

  • Ruang untuk belajar keterampilan digital dan konten dakwah
  • Mentoring keislaman dan pelatihan kepemudaan
  • Program literasi media dan kajian tematik kekinian
  • Workshop, komunitas kreatif, hingga forum diskusi

Masjid harus menjadi pusat gerakan pemuda, bukan hanya tempat menunggu jamaah datang salat.

"Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan". (QS. Al-Ma'idah: 2)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa kolaborasi dalam kebaikan adalah ciri umat yang hidup. Masjid adalah titik kumpul, tempat di mana setiap potensi bertemu dalam semangat gotong royong dan takwa.

Refleksi dan Arah Pembenahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun