Mohon tunggu...
Efi anggriani
Efi anggriani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Menulislah dan biarkan tulisanmu mengikuti takdirnya-Buya Hamka

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"Chasing the Rainbow", Mengejar Pelangi part 3

9 Mei 2019   23:33 Diperbarui: 10 Mei 2019   00:18 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'Lorong tergelap yang kulihat,namun ternyata hatimu lebih gelap dan nuranimu tertutup'

Trista mengetuk pintu rumah bu Kesti,rumah itu terlihat agak kotor halamannya,daun-daun kering bertebaran dan mangga berlobang hingga hampir membusuk ada beberapa bekas dimakan codot.Jendela rumah dapur terbuka,ia melongok,sepi ,kemana bu Kesti?

Rumah ini serasa rumah keduanya dulu saat belum pindah.Rumah malam-malam melihat bintang dan bulan purnama duduk di depan rumah sederhana dengan halaman melebihi lapangan sepakbola.Pohon sawo manila,pohon sawo kecik,pohon mangga,pohon jerut purut,saat kadang ia memetik untuk membuat kupat tahu dan mengambilnya begitu saja karena sudah dibilang 'ambil saja setiap saat,lombok rawitnya juga'.Tetapi lombok rawit tak pernah disentuhnya,ia hanya butuh jerut purutnya.

Sepi seperti biasa,rumah diantara temnok besar yang mengelilingi dan sendiri,bu Kesti tetangga dulu sekaligus penjahitnya dan kadang  senang melihat kenanggan wanita tua yang lemah lembut dan sederhana itu memamerkan hasil karyanya.

Seperti berbulan-bulan yang lalu,ia membuka pintu depan.Memanggil nama bu Kesti.Ke dapur dan meja makan kosong tidak ada apa-apa.Tapi kenapa jendelanya dibuka?Trista tahu bu Kesti selalu menutup jendela belakang jika pergi.

"Bu Kesti...ini aku Trista..'katanya setelah mengucap salam.Dan tiba-tiba Trista merasakan kulitnya merinding entah kenapa.Bunyi benda jatuh mengagetkannya.Dari kamar tidur bu Kesti,agak gelap di tempat itu.

"Bu Kesti..".ia bergegas masuk ke kamar tidur.Sebuah wajah pucat ,Trista menggeleng,wajahnya kenapa agak berubah?pikirnya.

"Bu ya ampun kenapa? Mira atau Niken ada dimana?"

Tubuh kurus wanita berumur enam puluh tahun,kecantikannya yang beberapa bulan lalu masih tersisa sama sekali tak ada,matanya cekung ,badannya tinggal tulang dan menatapnya lemah.

"Trista..."

"Ya Allah ada apa  ini bu?tak bawa ke dokter sekarang ya.Mas Tio akan menyusul kesini."

Trista menelpon Tio yang tadi mengantar sampai depan lalu pergi lagi.

"Tidak usah ,nunggu Mira"

"Tidak apa-apa, Mas Tio biar kesini dulu"

Yang pertama mengambilkan baju ganti dan membantu wanita itu mengenakan bajunya.Mengambilkan tas wanita itu,menelpon Mira dan Niken ,kedua putri bu Kesti yang sama satu berada di luar kota yang satu sedang bekerja ,belum lama ini mendapat pekerjaan baru.

Menuju klinik dokter terdekat dan Mira datang dengan kebingungan ,naik  motor dari kantornya .Harus dirawat di rumah sakit,penyakitnya sudah parah,dan Mira yang belum tahu apa-apa malah panik .

"Berangkat ke rumah sakit dulu sana naik motor ,aku ke rumah sakit bertiga"

"Baik mbak makasih"

"Aku tidak mau ke rumah sakit,Trista,jangan bawa aku ke rumah sakit"kata Bu Kesti lirih.

"Kenapa bu Kesti?percayalah tidak usah memikirkan apa-apa.Aku akan mengantar bu Kesti"

Wanita tua itu tampak marah.

"Aku tidak bisa membayar rumah sakit,anak-anakku bekerja dan sibuk semua,kalau aku masuk rumah sakit berjanjilah selalu menemani aku,temani aku,tidak ada yang bisa menemani aku"

"Aku berjanji selalu menemani bu Kesti.Mari tidak usah memikirkan apa-apa.Aku  ingin bu Kesti segera sembuh dan menjahit bajuku"

Trista berusaha tersenyum meski menahan airmatanya.

Menuju ke ruang UGD dan Trista mendaftarkan di bagian administrasi karena Mira tidak tahu bagaimana prosedurnya.Anak itu kurang cerdas sepertinya dan suka bingung.

Mendapatkan kamar kelas tiga yang bagus.Trista waktu itu memang mengantarkan ke rumah sakit terbaik tapi dekat juga,ia benci dengan pelayanan rumah sakit yang tidak  mengenakkan.

Tiap hari selama tiga hari menunggu  bergantian meski sebentar dengan Mira dan Niken yang tinggal satu jam jika ditempuh dengan kendaraan bermotor tak juga nampak batang hidungnya.Berkali-kali ditelpun olehnya dan oleh Mira ,baru ada acara hajatan temannya dan ia jadi panitya.Dan kesabaran Trista habis,ia marah pada Niken yang bahkan tidak mau menengok ibunya,sementara Mira yang masih kecil belum bisa menanggung sendirian.

"Niken bilang pada temanmu ibumu sakit"

"Iya..iya mbak"

"Kamu ini keterlaluan tahu..ini ibumu dan kamu lebih memilih temanmu.Ibumu menanyakanmu.Terus menerus.Nanti sore pulang atau aku akan menjemputmu di tempat temanmu"

Hening

"Iya mbak.Kusahakan pulang.Ibu tidak apa-apa to?"

Daripada mengamuk lebih para Trista menutup  hpnya.

Sampai malam,Niken belum sama sekali menjenguk ibunya,alasannya temannya besok resepsi dan malam ini ada malam midodareni.Dan besok ada lagi teman lain yang resepsi manten juga.Luar biasa anak itu.

Hari berikutnya kondisi  bu Kesti semakin memburuk ,di hari kelima  ketika Trista bertanya pada dokter berapa  persen kemungkinan sembuhnya dan upaya apalagi,dokter bilang sudah tidak ada harapan.

Niken akhirnya datang  di hari pas temannya ada resepsi sehingga dirinya masih dandan lengkap ,hanya karena Trista  meminta Mas Tio dan  Mira menjemput Niken di tempat teman Niken yang  juga dikenal oleh Mira.

Dengan cemberut  sama sekali tidak perhatian pada ibunya,seolah-olah merepotkannya,dia sedang ada acara dengan temannya.

Trista ingin sekali  melabrak Niken.Tapi ia menahan diri.

Ia masih ingat betapa bu Kesti begitu menyayangi dan memanjakan anak-anaknya.Minta apapun bagaimana caranya bu Kesti agar  permintaan anak-anaknya bisa dituruti.Saat  bekerja pun Niken bilang selalu kirim uang untuk ibunya,tetapi ternyata bu Kesti hanya mengandalkan hidup dari jahitannya sementara Mira belum mandiri sepenuhnya.

Dan sekarang di hadapannya...

Trista pergi ke jendela,menahan nafas dan berusaha menahan tangisnya.Ia tahu persis ,semangat hidup bu Kesti ada di titik terendahnya.Ia butuh dukungan dan cinta dari anak sulung kesayangannya tapi tak pernah ada.Ia bisa melihat kekecewaan dan kesedihan di mata tua yang cekung tak berdaya itu.

Ketika waktunya tiba,ketika doa diucapkan di ruang Isolasi,ketika dua titik airmata terakhir jatuh.Ketika tangan kuat itu merengkuh tangannya terakhir kali.

Trista tergugu.

Mungkin yang terbaik.

Selamat jalan bu Kesti.

Kehilangan dan kesedihan ditambah sedih melihat ketegaan itu.

Bersambung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun