Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Subtil dari Brussels

10 Maret 2021   13:04 Diperbarui: 10 Maret 2021   13:27 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen Surat Subtil dari Brussels. (liberty-intl.org)

Sebetulnya tulisan untuk 'Manajemen Teh Botol' sudah cukup sampai di situ saja. Tapi saya terusik untuk membahas ulang masalah ini karena banyak mendapat kritikan pedas dari relasi dan petinggi perusahaan lain. Salah satunya adalah orang brilian salah satu perusahaan penerbitan ini, juga mengajukan protes setelah membaca buku saya ini.

Ia mengurai argumen menentang konsep saya. Solidaritas yang sangat menonjol pada konsep saya itu sangat baur dan jauh dari pencapaian gagasan sebuah perusahaan profesional. Konsep saya itu tidak ada bedanya dengan 'yayasan suci'.

Kenapa? Karena realitas bisnis tidak terlepas dari untung dan rugi. Kalau bicara 'hati' itu lain soal. Bicara 'hati'-- maaf -- itu soal 'religius'! Antara kita dengan Yang di Atas. Business is business. Jangan dicampuradukkan seperti gado-gado. Bicara bisnis, kita mesti melepas unsur-unsur nonbisnis. Jadi sebuah bisnis tidak murni bisnis kalau sudah menggunakan konsep 'hati'. Itu alasannya setengah marah!

Sahabatku,

Nah, itulah persepsi perusahaan keluarga yang telah turun-temurun menjadi darah dan daging pada setiap denyut napas para pelaku pasar! Dan setali tiga uang ketika pada masa Orba pemerintah pun seperti sembunyi tangan. Saya langsung mengajukan banding, dan mengatakan hal itu kepadanya dengan marah besar. Saya tidak setuju dengan sanggahan yang ia sampaikan tadi.

Jadi kontribusi macam apa yang dapat diberikan perusahaan pada karyawan?! Untuk itulah mesti ada transparansi detil neraca perusahaan. Penganggaran gaji buruh dan karyawan pun sudah sepatutnya dipersiapkan sejak dini.

Itulah sebabnya saya keseringan menyinggung kesiapan mental para pemilik perusahaan. Tidak siap berarti Anda sedang 'berjudi' dengan nasib orang banyak. Anda mempertaruhkan segalanya. Lagi pula, tidak akan terwujud efisiensi dalam perusahaan. Di mana waktu yang seharusnya dipakai untuk produksi terlantar didera demonstrasi buruh berkepanjangan.

Jadi garis besar 'Manajemen Teh Botol' bukan bicara masalah 'yayasan suci' segala macam. Tetapi semata-mata mengangkat tema sosial menyangkut masalah hidup orang banyak.

Sahabatku,

Secara pribadi pula saya hanya menekankan kau untuk menyimak sub judul 'Manajemen Teh Botol Vs. Manajemen Teh Basi I dan II'. Karena inti dari tulisan di buku ini memang bermuasal dari hal tersebut.

Bagaimanapun, kau jugalah yang pada akhirnya menentukan segalanya. Sebab kau memiliki nurani untuk melihat gambaran hitam dan putih. Sekali lagi buku ini hanya referensi. Mudah-mudahan dapat memotivasi pengembangan moral, kepemimpinan yang tulus, dan rasionalitas bisnis kau di era ekonomi sulit ini.           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun