Mohon tunggu...
Efendy Naibaho
Efendy Naibaho Mohon Tunggu... Wartawan -

www.formatnews.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Maksud Pak Zul, Hak Rakyat Dicabut?

9 Maret 2016   09:16 Diperbarui: 9 Maret 2016   09:58 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

STETMEN Ketua MPR RI Zulkifli Hasan belakangan ini semakin enak dan perlu disikapi. Salah satu di antaranya, ia menilai demokrasi yang dianut masyarakat Indonesia saat ini sudah condong kebarat-baratan, bukan lagi mengarah ke kekeluargaan dan musyawarah mufakat.

Akibatnya, kata Pak Zul, demokrasi kita menjadi mahal dan ini dia stetmennya yang lebih keras lagi: demokrasi yang Indonesia anut saat ini sudah menyimpang dari cita-cita awal para pendiri bangsa, yakni tidak lagi sesuai dengan Pasal 4 UUD NRI Tahun 1945. Pasal itu berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan".

Demokrasi yang bebas menjadi mahal membuat seseorang bila mau menjadi gubernur, bupati ataupun anggota DPR, harus memiliki sponsor.

Artinya, kedaulatan sudah bergeser, tidak lagi di tangan rakyat, tapi kedaulatan di tangan sponsor atau kedaulatan di tangan pengusaha.

Entahlah, fenomena apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Demokrasinya saat ini condong ke arah menang-menangan, menjadikan orang yang kaya semakin kaya dan sebaliknya yang miskin menjadi semakin miskin.

Bayangkan, ini kata Pak Zul, ada dua orang kota menguasai tanah sama luasnya dengan tanah milik seribu orang desa. Kalau ini terus terjadi maka hancur negara ini….

Terasa jantung ini deg-deg-an terus dan tarikan nafas pun menjadi susah dan panjang menyimak ucapan Pak Katua Rakyat ini. Walau tidak secara jelas menyatakan apakah ada “money politik”, “serangan fajar” atau apapun sebutan lainnya, di tempat saya kampanye, di Sumatera Utara, ucapan “sadia, jelas do” dan “nomor piro wani piro” nyaring terdengar.

Kalau sudah ke sini arahnya, sebenarnya yang tidak samar-samar menyebutkannya adalah Guruh Soekarno Putra, putera Bung Karno. Di berbagai kesempatan yang saya ikuti, Mas Guruh menyatakan bahwa pilsung – pemilihan langsung – bertentangan dengan sila ke-empat Pancasila: "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan".

Kalau sudah bertentangan dengan sila ke-empat tersebut yang mengharuskan melalui permusyawaratan perwakilan, artinya atau lebih tepatnya, musyawarahnya melalui perwakilan rakyat di dpr, dprd provinsi dan dprd kabupaten kota.

Saya setuju saja dengan Pak Zul bila terus terang menegaskan agar dicabut saja hak rakyat dan bubarkan pilsung. Rakyat tidak perlu berdaulat lagi untuk menentukan pemimpinnya.

Lantas, apakah akan kembali ke masa Orde Baru? Sepanjang itu baik, why not? Saya juga ikut melakukan gerakan reformasi walau kecil sekali, ikut merasakan bagaimana sesuka hatinya rezim terdahulu menentukan calon legislatif dan kepala daerah. UU-nya pun hanya satu: UU No 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun