Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Alquran sebagai Puncak Kesempurnaan Peradaban Baca Tulis

6 Mei 2020   23:44 Diperbarui: 6 Mei 2020   23:51 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagi Majelis Taklim As Salam - Ukhuwah Islamiyah Fakultas Hukum Universitas Trisakti Angkatan 20 (FH'20 Usakti) Jakarta, memiliki Alquran hukumnya wajib. Foto | Dokpri

 

Dalam pembicaraan ringan dengan isteri tercinta di teras rumah jelang buka puasa, tiba-tiba tanpa sengaja muncul pertanyaan begini. Ma, di era digital sekarang ini adakah mushaf Alquran dimiliki oleh semua keluarga Muslim?

Nyonya besar, eh maksudnya isteri, dengan cepat memberi jawaban, ya "tidak". Alquran itu harganya tergolong mahal. Apa lagi dicetak dengan kertas yang bagus. Meski sekarang sudah era digital, tetapi masyarakat kita nun jauh dari Jakarta masih kesulitan mendapatkan kitab suci.

Lalu muncul pertanyaan lanjutan. Andai saja anggota keluarga itu memiliki Alquran, sudahkah mampu membaca dengan baik?

Jawab yang diberikan adalah "tidak" semua orang mampu membaca dengan baik. Apa lagi memahami arti dan kandungan dari mushaf itu. Hingga kini, penulis saja masih terus belajar memahami kandungan kitab suci itu.

Tahun lalu, ketika mudik ke Klaten, Jawa Tengah, famili dari anggota keluarga isteri bercerita. Kebetulan ia seorang carik. Ketika masjid yang baru selesai dibangun dan kemudian dilengkapi Alquran yang dikirim dari Jakarta, eh tahu-tahu puluhan kitab suci itu tak nampak lagi bertengger di rak buku. Justru dibawa pulang warga sekitar. Tapi, kita pun gembira. Sebab, mereka juga gembira karena belajar ngaji dengan Alquran yang baru. Hehehehe...

Sadar akan pentingnya Alquran itu, Kementerian Agama (Kemenag) sudah lama punya program mengupayakan setiap satu rumah tangga Muslim memiliki satu mushaf Alquran. Namun, dalam perjalanannya, ya tentu publik masih ingat berita "korupsi Alquran" hingga akhirnya rencana itu hanya berwujud angan-angan.

Terobosan pun ditempuh dengan membangun percetakan Alquran. Percetakan yang berdiri di kawasan Puncak itu sudah beroperasi dan menghasilkan cetakan berkualitas karena kontrolnya baik. Sayangnya,  penangannya belum optimal lantaran para menteri (agama) yang satu dengan menteri berikutnya tidak memiliki kebijakan yang ajek. Akhirnya, percetakan Alquran milik kemenag itu menimbulkan kesan ditangani setengah hati.

Lepas dari plus dan minusnya manajemen percetakan Alquran yang pengelolaannya berada di bawah kementerian itu, sejatinya Alquran adalah bacaan yang "mahasempurna dan mahamulia". Sebab, "bacaan" ini tak hanya dipahami oleh para pakar, tetapi realitasnya juga oleh semua orang yang menggunakan 'sedikit' pikirannya.

Penulis tak bermaksud berlebihan mengungkap di sini, Alquran sesungguhnya bacaan paling mahasempurna. Disebut demikian lantaran sejak peradaban baca tulis dikenal lima ribu tahun silam, tak ada bacaan paling sempurna kecuali Alquran.

Tak ada bacaan lain selain Alquran yang dipelajari dan diketahui sejarahnya bukan sekedar secara umum, tetapi ayat demi ayat, baik dari segi tahun, bulan dan musim turunnya apakah siang atau malam, dalam perjalanan atau di tempat berdomisili penerimanya (Nabi Muahmmad Saw), sebab-sebab serta saat-saat turunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun