Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Dialek Betawi Hadir di TransJakarta

22 Juni 2019   21:07 Diperbarui: 23 Juni 2019   10:03 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA/Rivan Awal Lingga

Masih enggak percaya, dialek Betawi itu masih digunakan warga Ibu Kota Jakarta meski penggunanya terasa mulai langka. Kita tahu, realitasnya, orang Betawi kini ogah menggunakan dialek Betawi di tempat keramaian umum.

Alasan utama, lantaran dianggap tidak sopan. Misalnya penggunaan kata elu dan gue, yang jika salah penempatan, utamanya kala bicara dengan orangtua, penggunaan kedua kata tersebut bisa berakibat dimarahi orangtua.

Pada perayaan hari ulang tahun Jakarta, Sabtu siang, penulis bersama istri pergi ke kawasan Grogol, Jakarta Barat dari Pintang Ranti, Jakarta Timur, menggunakan TransJakarta. Ini suatu kebetulan saja. Biasanya penulis menggunakan kendaraan pribadi meski Jakarta sering didera kemacetan di berbagai titik.

Hari itu, kendaraan tak bisa keluar dari garasi rumah karena jalan di kawasan kediaman penulis, wilayah Ceger, Cipayung, Jakarta Timur, tengah diaspal. Pengaspalan ini adalah bagian dari proyek Jakarta untuk meningkatkan layanan umum dari sisi infrastruktur.

Jakarta memang tengah terus bersolek, mempercantik diri meski jalan yang ditingkatkan itu berupa gang senggol.

TransJakarta. foto | Dokpri
TransJakarta. foto | Dokpri
Dalam perjalanan pulang, di dalam TransJakarta terdengar pembicaraan begini.

"Ketua erte gue skarang punya otak. Erte nyang dulu, otaknya beku," kata seorang empok dalam suatu obrolan di dalam TransJakarta.

Saat itu, penumpang angkutan cepat massal tengah padat. Manajemen TransJakarta memberlakukan pembebasan tarif alias gratis.  Penulis sendiri merasa kaget, ketika menggesek kartu e-toll, nilainya tidak berkurang. Penjaga gerbang di terminal bus way yang mengenakan baju kebaya menjelaskan bahwa layanan TransJakarta digratiskan. Ini dalam rangka menyambut ulang tahun kota Jakarta.

Hehehe, pantas saja banyak emak-emak dan empok-empok bawa anak, bahkan masih balita digendong, mau berdesak-desakan menggunakan TransJakarta menuju ke kawasan Hotel Indonesia dan Monas, untuk ikut menyaksikan keramaian di jantung kota Jakarta Sabtu malam.

Kembali kepada pembicaraan tadi.

"Jadi, pak erte punya otak encer, otaknya nggak keganggu," kata si Empo yang berdiri bergelantungan kepada lawan bicaranya.

"Gue doain, nggak kaya kebo. Punya otak kebo, otak lembek, otak ngeres, apa lagi punya otak lembek," sahut rekannya lagi.

Mendengar dialek Betawi yang demikian itu, penulis tak tahan menahan tawa. Ternyata penumpang lain pun merasakan bahwa dialek Betawi dua perempuan paruh baya itu sungguh menarik perhatian penumpang yang menyaksikan.

"Nggak ape-ape empok, yang penting otaknya nggak ditaro di pantat. Punya pimpinan berotak terang lebih bagus, bukan otak kancil. Pandai menipu," kata seorang bapak tiba-tiba ikut nimbrung pembicaraan kedua wanita yang bergelayutan di TransJakarta.

**

Pengguna dialek Betawi, dewasa ini makin terasa berkurang. Kalaupun ada satu dua orang Betawi menggunakannya di tengah keramaian seperti pasar, oleh sebagian warga dianggap kampungan.

Penulis pernah menjumpai seorang nenek ketika berbelanja di Pasar Kramat Jati. Kala berhadapan dengan pedagang, ia menggunakan dialek Betawi. Tapi ia dianggap tengah melucu. Sebab, pikiran pedagang bahwa si nenek tadi tengah ngebanyol seperti si Mandra, pemain lenong Betawi itu.

Bahkan ada yang beranggapan ekstrim, penutur dialek Betawi dianggap tak pernah bersentuhan dengan pendidikan modern. Padahal tidak semua pandangan seperti itu tepat. Sebab, seperti  si nenek tadi, banyak di antaranya punya pendidikan lumayan tinggi. Apa lagi jika bicara pendidikan keagamaan. Dapat dipastikan Bahasa Arabnya fasih.

Karena itu, sungguh tidak tepat ketika ada orang menggunakan dialek Betawi dan merasa lebih nyaman dalam kesehariannya kemudian diberi label kampungan.

Dialek Betawi tak bisa dipisahkan dalam kehidupan masyarakat kota Jakarta. Ungkapan dialek Betawi memang kadang terdengar terasa konyol, jenaka dan membuat lawan bicara mudah memahaminya. Tak terasa dialek Betawi kini makin disukai kalangan millenial. Sebab, banyak digunakan dalam bahasa pergaulan.

"Kubu sebelah banyak bacot.  Beku otak,"  kata seorang pemuda Betawi pinggiran mengomentari ramainya pertarungan elit politik ketika pertarungan Pilpres makin sengit.

Maksud banyak bacot adalah banyak bicara. Sedangkan beku otak punya arti orang yang punya pikiran bebal. Selalu tidak mudah memahami persoalan. Itu adalah salah satu contoh dialek Betawi dan masih banyak contoh lainnya.

Di kampus-kampus juga masih terasa. Kata elu dan gue masih bertahan sebagai pengganti aku dam kamu. Gunung dikate gede, lebih gede ati gue. Maksudnya gunung itu besar, tetapi hatinya lebih besar dari gunung.  

Meski begitu, realitasnya penutur dialek Betawi kini memang terasa makin terdesak. Ini bisa ditandai dari kesenian Lenong Betawi yang dipentaskan di pinggiran kota Jakarta pun makin langka. Hanya (patung) ondel-ondel saja yang banyak ditempatkan di perkantoran. Sedangkan kesenian ondel-ondel makin terdegradasi lantaran pemainnya tak memahami cara berkesenian yang baik.

Sejatinya jika kita menyaksikan kesenian Lenong, dari situ bisa memahami budaya Betawi melalui dialeknya.

Memandang wajah ibukota secara utuh tak cukup dengan melihat keramaian di mall atau pasar swalayannya, menikmati sistem transportasinya yang makin modern, tetapi penting pula memahami jati diri warganya secara keseluruhan. Karena dari situ itu kita dapat memetik pemahaman seberapa besar pengaruh   budaya yang dibawa dari berbagai etnis bagi kemajuan warga Betawi.

Selamat hari ulang tahun Jakarta yang ke-492.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun