Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Dialek Betawi Hadir di TransJakarta

22 Juni 2019   21:07 Diperbarui: 23 Juni 2019   10:03 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA/Rivan Awal Lingga

"Jadi, pak erte punya otak encer, otaknya nggak keganggu," kata si Empo yang berdiri bergelantungan kepada lawan bicaranya.

"Gue doain, nggak kaya kebo. Punya otak kebo, otak lembek, otak ngeres, apa lagi punya otak lembek," sahut rekannya lagi.

Mendengar dialek Betawi yang demikian itu, penulis tak tahan menahan tawa. Ternyata penumpang lain pun merasakan bahwa dialek Betawi dua perempuan paruh baya itu sungguh menarik perhatian penumpang yang menyaksikan.

"Nggak ape-ape empok, yang penting otaknya nggak ditaro di pantat. Punya pimpinan berotak terang lebih bagus, bukan otak kancil. Pandai menipu," kata seorang bapak tiba-tiba ikut nimbrung pembicaraan kedua wanita yang bergelayutan di TransJakarta.

**

Pengguna dialek Betawi, dewasa ini makin terasa berkurang. Kalaupun ada satu dua orang Betawi menggunakannya di tengah keramaian seperti pasar, oleh sebagian warga dianggap kampungan.

Penulis pernah menjumpai seorang nenek ketika berbelanja di Pasar Kramat Jati. Kala berhadapan dengan pedagang, ia menggunakan dialek Betawi. Tapi ia dianggap tengah melucu. Sebab, pikiran pedagang bahwa si nenek tadi tengah ngebanyol seperti si Mandra, pemain lenong Betawi itu.

Bahkan ada yang beranggapan ekstrim, penutur dialek Betawi dianggap tak pernah bersentuhan dengan pendidikan modern. Padahal tidak semua pandangan seperti itu tepat. Sebab, seperti  si nenek tadi, banyak di antaranya punya pendidikan lumayan tinggi. Apa lagi jika bicara pendidikan keagamaan. Dapat dipastikan Bahasa Arabnya fasih.

Karena itu, sungguh tidak tepat ketika ada orang menggunakan dialek Betawi dan merasa lebih nyaman dalam kesehariannya kemudian diberi label kampungan.

Dialek Betawi tak bisa dipisahkan dalam kehidupan masyarakat kota Jakarta. Ungkapan dialek Betawi memang kadang terdengar terasa konyol, jenaka dan membuat lawan bicara mudah memahaminya. Tak terasa dialek Betawi kini makin disukai kalangan millenial. Sebab, banyak digunakan dalam bahasa pergaulan.

"Kubu sebelah banyak bacot.  Beku otak,"  kata seorang pemuda Betawi pinggiran mengomentari ramainya pertarungan elit politik ketika pertarungan Pilpres makin sengit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun