Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Amien Rais dan Pers sebagai "Pelacur Intelektual"

30 Januari 2019   07:01 Diperbarui: 30 Januari 2019   08:52 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amien Rais . Foto | Illahi.com

Apabila Capres petahana Joko Widodo sudah tak mampu memimpin Republik Indonesia, maka sebaiknya  diganti. "Ini petahana sudah inkompeten, tidak capable. Memang sudah harus diganti. Insyaallah, tentu saja betul-betul kita berdoa kepada Allah," sebut Amien Rais

Kemudian Amien melempar isu yang sama dengan tokoh yang kini diagungkan, Prabowo. Dikatakan, kondisi Indonesia makin memburuk,  korupsi makin marak dan hutang negara bertambah. Bagi sebagian penentang Amien,  ini lagu yang terdengar makin usang karena diulang-ulang bagai kaset kusut.

**

Pandangan penulis, pers kadang dipandang tidak netral dan memihak. Lihat, ketika Amien Rais menggaungkan reformasi, dukungan kepadanya demikian kuat.  Pers setiap hari merasa haus dengan pernyataannya lantaran merasa bosan berpuluh tahun berada dalam tekanan Orde Baru. Awak media merasa tak bebas karena bekerja dibawah kontrol ketat, ancaman pemberedelan dan selalu diiringi kata: "Berita ini jangan dimuat, ya?"

Bagi penulis, pernyataan Amien bahwa pers sebagai "pelacur intelektual" pers seperti ungkapan "Kalau anjing menggigit orang itu bukan berita. Tapi kalau orang menggigit anjing itu baru berita" (John Bogart). Jadi, maaf, pernyataan itu adalah sebuah realitas yang mengejutkan. Karenanya, patut mendapat perhatian di kalangan awak media.

Namun kita pun ingat pesan tokoh jurnalis senior Mochtar Lubis. Kala penulis masih kuliah, wartawan kawakan ini mengatakan, "Di negara-negara di mana kontrol pers begitu kuat, pers bawah tanah berkembang pesat".


Bisa jadi, pers yang berseberangan dan tak sejalan dengan pikiran Amien Rais itulah dianggap telah melacurkan intelektualnya. Sayangnya, ia tak menyebut awak media atau jurnalis mana. Amien harusnya punya nyali dan langsung menyebutnya. Bukankah Amien Rais seorang pemberani seperti kala duduk sebagai ketua MPR tempo lalu?

Meski begitu, di ranah publik, kita meyakini bahwa  membatasi (gerak-gerik) pers berarti menghina bangsa, dan membatasi membaca buku-buku tertentu berarti mengatakan rakyat adalah orang-orang bodoh dan budak (Claud-Ardian Helvetius).

Saya sangat setuju dengan ungkapan Mochtar Lubis bahwa kemerdekaan pers (bukan ujug-ujung datang dari langit) merupakan suatu unsur di dalam peradaban manusia yang maju dan bermanfaat tinggi dan yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan.dan jika kemerdekaan pers tak ada maka martabat manusia menjadi hilang.

Lagi pula, kebebasan pers bukanlah semacam kebebasan ngobrol, bernyanyi dan menulis. Tetapi lebih menyerupai kebebasan membangun satu pabrik, atau daerah perumahan, atau menjalankan kereta api, atau membuat jalan by-pass. (Robert Sinclair).

Karena itu, sungguh pernyataan Amien Rais, bahwa pers sebagai "pelacur intelektual" sangat menyakitkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun