Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Yang Unik dari Peringatan Maulid Nabi SAW di Betawi

21 November 2018   03:40 Diperbarui: 21 November 2018   15:30 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ciri khas makanan yang disiapkan untuk maulid Nabi Muhammad SAW. Foto | Antara

Tradisi bagi warga Betawi dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW diisi dengan makan bersama di masjid kini mulai hilang. Kalaupun ada, dapat dipastikan karena ada donatur sehingga suasana peringatan maulid itu terkesan meriah.

Dulu, para ibu rumah tangga di kalangan warga Betawi paham sekali ketika akan dilangsungkan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Maulid datang, itu berarti para ibu harus memasak yang berbeda dengan hari-hari biasa.

Siang hari, para ibu disibukan memasak nasi uduk khas Betawi dengan opor atau goreng ayam kampung, sayur buncis atau kacang panjang, sambal hati sapi yang jika sudah selesai disiapkan dengan ditata secara apik dalam sebuah nampan.

Tiap keluarga disibukan dengan hal yang sama. Untuk menambah semangat ketika makan, para ibu di antaranya ada yang membeli buah-buahan dalam jumlah besar seperti pisang dan jeruk.

Seusai shalat jemaah margrib sebagian warga pulang. Lantas dengan cepat kembali membawa nasi dan kelengkapannya ke masjid atau mushala/langgar untuk disajikan kepada jemaah untuk makan bersama.

Peringatan maulid diselenggarakan usai shalat Isya berjamaah. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW itu untuk setiap masjid/mushala tidak selalu bersamaan waktunya. Bisa hari ini di masjid terdekat, esok atau lusa diselenggarakan pada masjid kampung sebelah.

Biasanya, antarpengurus masjid saling memberi informasi kepada jemaah masjid. Pengumuman pengurus masjid itu dianggap sebagai undangan resmi.

"Enyak lo masak ape. Di rumah gue, ade perkedel. Enak, rasa kentangnye legit," Alibudin, tetangga penulis kala masih kecil, yang selalu mengajaknya untuk makan bersama ke rumahnya. Pasalnya, kalau makan di masjid, daging dan perkedelnya keburu direbut orang tua.

"Anak kecil ngalah. Suguhan itu memang diproritaskan bagi orang tua. Kadang mereka datang dari kampung sebelah. Lapar, tentunya," Ayah penulis memberi penjelasan, mengapa anak-anak tak selalu dibenarkan makan bareng dengan orang tua.

Di zaman old, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah saat-saat menggembirakan bagi para bocah. Bukan karena ikut-ikutan makan bersama, tetapi menanti para orang tua usai makan. Sebab, biasanya, ada nampan berisi lauk-pauk lengkap disiapkan untuk para bocah. Nampan itu pada awalnya diniatkan oleh pengurus masjid sebagai cadangan bila di dalam masjid makanan masih kurang.

Ketika para orang tua makan, anak-anak diminta minggir dan duduk di belakang teras masjid. Usai acara selesai, biasanya ada bocah paling tua memberi aba-aba: "Serbu". 

Persis, ketika itu para bocah bagai laron mendatangi lampu patromak dengan diiringi tawa riang.

**

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW jatuh pada 20 November 2018. Sebutan maulid di kalangan warga Betawi dulu disebut 'maulud'.

Yang menarik, ketika penulis ikut peringatan maulid di kawasan Pisangan, Cipinang Muara, Kebon Nanas (Jakarta Timur) dan beberapa daerah di Semper (Jakarta Utara), dan beberapa perkampungan Betawi di Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat, setiap wilayah punya ciri khas masing-masing.

Namun soal makan bersama dengan nampan di masjid punya kesamaan. Hanya saja, seperti di Condet, kebanyakan yang disajikan adalan nasi kebuli. Boleh jadi lantaran di situ banyak warga keturunan dari Timur Tengah. Saudara kita, memang para habib banyak bermukim di kawasan itu.

Esensi dari kegiatan Maulid itu berupa puisi panjang yang digubah oleh para ulama besar yang juga ahli syair, yang di Betawi disebut dengan rawi, dan umumnya berasal dari kitab Syaraf al-Anam karya Syaikh al-Barzanji yang dikenal dengan Rawi al-Barzanji dan kitab Ad-Diba`i karya al-Imam Abdurrahman bin Ali ad-Diba'iasy-Syaibaniaz-Zubaidi yang dikenal dengan nama Rawi ad-Diba`i walaupun ada pula yang berasal dari kitab Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad al-Azabi.

Jakarta Islamic Centre (JIC) pernah mengadakan Workshop Maulid Nabi SAW Khas Betawi beberapa tahun silam. Rakhmad Zailani Kiki, pemerhati budaya, menyebut ada perbedaan pelaksanaan peringatan Maulid di Jakarta tempo doeloe  Perbedaan itu antara lain soal penyemprotan minyak wangi, makan nasi uduk dan lauk pauknya.

Termasuk bacaan Maulid Azabi (RawiAzabi) dan doa rawi

Khusus di Betawi Rawa Belong (termasuk Kampung Baru, Cidodol, Kebon Nanas, dan Kebayoran Lama), biasanya peringatan Maulid Nabi SAW lebih banyak ditemui pada acara "malam mangkat" atau acara sebelum akad nikah. Dengan ciri khas menabuh rebana ketimpring ketika pembacaan asyrakal.

Bacaan yang dibaca adalah kitab Syaraf al-Anam yang kadang dibaca secara bergantian. Di tengah-tengah peserta dan pembaca MaulidNabi SAW sudah disiapkan kembang, air putih satu gelas, stanggi sebagai pengharum ruangan, dan minyak wangi (HajarAswad) yang ketika sampai kepada pembacaan asyrakal akan dicolekkan ke tangan yang hadir.

Pada kesempatan lain, ketika sampai kepada pembacaan asyrakal dinyalakan petasan. Setelah itu, dilakukan pembacaan doa penutup. Disusul kemudian dengan acara menyantap hidangan khas, yaitu kue pepe, air teh, dan kopi. 

Nasi putih satu nampan berisi semur daging, buncis, kacang, kentang yang diberi cabai dan srondeng. Biasanya satu nampan dihidangkan untuk empat orang. Menu ini lebih dikenal dengan nama nasi berkat dengan alat pembungkusnya berupa daun jati. Konon, istilah berkat artinya yang ngembrek atau diangkat.

Dulu, peringatan Maulid Nabi SAW di Jakarta terasa meriah. Ketika kiai datang, para pemuda Betawi dengan dipimpin tokoh masyarakat menyambutnya dengan alunan musik rebana, lalu diantarkan masuk ke rumah singgah yang telah disiapkan. 

Setelah sang kiai cukup istirahatnya, musik rebana kembali dipukul bersaut-sautan sebagai pertanda bahwa kiai itu telah siap menuju ke masjid, tempat dilangsungkannya peringatan Maulid Nabi SAW.

Makan bersama saat Maulid Nabi Muhammad SAW di masjid masih dijumpai di beberapa daerah Indonesia. Di sebagian etnis Melayu, seperti Pontianak hingga Batam masih bertahan. Juga di Pulau Jawa dan Sulawesi, Sumatera mulai dari Lampung hingga Aceh. Suatu kebiasaan yang baik dan patut dilestarikan.

Catatan: Sumber bacaan satu dan dua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun