Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Beranikah Pemerintah Menjadi Penyelenggara Ibadah Umrah?

25 Agustus 2017   01:27 Diperbarui: 26 Agustus 2017   18:27 2322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Makkahhotelist

Haji 2017 | Beranikah Pemerintah Menjadi Penyelenggara Ibadah Umrah?

Sungguh, saya beruntung masih bisa menjalin komunikasi dengan mantan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Agama (Kemenag) M. Jasin. Meski kontak person hanya dilakukan melalui fasilitas What's App (WA), saling tukar informasi dan 'basa-basi' agar hubungan personal tetap baik, ternyata banyak memberi manfaat.

Sekadar menyegarkan ingatan, sosok M. Jasin sebelumnya adalah salah seorang pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ketika menjabat sebagai Irjen di kemenag tetap konsisten menjaga integritasnya. Kini, yang saya tahu, setelah lengser pada Januari 2017, ia lebih aktif mengajar di perguruan tinggi.

Kini ia sudah mengakhiri masa jabatannya sebagai Irjen Kemenag. Semasa bertugas, harus diakui dia telah memberikan perubahan dan kontribusi positif sebagaimana halnya saat berada di komisi antirasuah.

Tatkala memposting tulisanku yang dimuat di rubrik kompasiana tentang penyelenggaraan ibadah umrah melalui WA, M. Jasin memberi respon. Ia membenarkan bahwa memang sistem pengawasan penyelenggaraan ibadah umrah masih perlu perbaikan. Masih ada kelemahan yang ke depan penting untuk dilakukan evaluasi. Begitu kesan yang saya tangkap.

Lantas ia menulis Pasal 43 Undang-Undang (UU) Penyelenggaraan Ibadah Haji Nomor 13 tahun 2008. Pasal ini memberi penjelasan tentang penyelenggaraan umrah yang dapat dilakukan secara perseorangan atau rombongan melalui penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah.


Pada pasal itu juga ditegaskan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dilakukan oleh Pemerintah dan/atau biro perjalanan wisata yang ditetapkan oleh Menteri.

Prihal penyelenggaraan umrah, dalam UU ini sudah diatur demikian tegas dan rapi.

Karena M. Jasin sudah mengangkat pasal tentang penyelenggaraan umrah tadi, saya merasa tertantang untuk mengaitkan pasal tersebut dengan peristiwa yang tengah menjadi berita aktual saat ini. Yaitu, prihal penelantaran dan penipuan jemaah umrah yang dilakukan First Travel.

Agar khalayak memperoleh kejelasan tentang ketentuan penyelenggaraan ibadah umrah ini, penting diketahui bahwa pada pasal berikutnya sudah diatur juga tentang persyaratan dan kewajiban biro perjalanan atau travel ibadah umrah.

Begini jelasnya. Biro perjalanan wisata dapat ditetapkan sebagai penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. terdaftar sebagai biro perjalanan wisata yang sah; b. memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah; dan c. memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas Ibadah Umrah (Pasal 44).

Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan; b. memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlaku visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah; dan d. melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia (Pasal 45).

Masih ada beberapa pasal yang mengaturnya tentang sanksi, pembekuan dan pencabutan izin PPIU atau biro penyelenggara umrah.

***

Di tengah makin ramainya anggota jemaah umrah First Travel yang melaporkan kepada pihak berwajib, tersiar berita bahwa anggota dewan - Komisi VIII - akan mengubah UU No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Realitasnya memang persoalan umrah belakangan ini memang makin rumit. Hal itu bisa terlihat dari ramainya warga yang tertipu melapor kepada pusat krisis. Bersamaan dengan itu, pihak otoritas terus menerus memperbarui informasi tentang "gaya hidup" pemilik biro perjalanan umrah First Travel hingga penelusuran penggunaan dana dan penggelapan aset-asetnya.

Sejatinya penelantaran jemaah umrah juga terjadi pada anggota jemaah haji khusus. Ingat kasus penelantaran jemaah RI di Filipina yang menggunakan identitas negara setempat tahun silam. Pergi haji dengan paspor negara lain jelas-jelas sebuah pelanggaran kedaulatan dan undang-undang keimigrasian.

Tegasnya, kini persoalan penyelenggaraan umrah cukup pelik. Karena itu komisi yang membidangi masalah haji dan umrah ini sangat berkepentingan untuk mengatur penyelenggaraan umrah. Dengan harapan, perisitwa "pahit" itu tak melulu terjadi.

Namun patut dipertanyakan, jika saja UU tersebut diubah, beranikah anggota dewan mempertegas kedudukan Kemenag sebagai penyelenggara ibadah haji dan umrah. Untuk haji reguler memang sudah berjalan seperti sekarang.

Itu pun ke depannya berpotensi dipisahkan dari kementerian ini seperti halnya pengelolaan keuangan yang kini ditangani Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH). Kewenangan Kemenag terus menerus makin berkurang dalam hal pelayanan publik. Bisa jadi pula, penyelenggaraan pendidikan tinggi pun akan diambil kementerian lain. Wallahu a'lam bish-shawabi.

Namun sebagai penyelenggara umrah, bolehkah pasal 43 dari UU No.13 tahun 2008 itu direalisasikan? Artinya, pemerinah dapat menyelenggaraan ibadah umrah seperti halnya yang dilakukan biro perjalanan umrah lainnya.

Dengan demikian, dalam melakukan audit penyelenggara umrah, apakah anggota dewan memiliki nyali untuk memberi wewenang kepada Ditjen PHU sesuai UU yang sudah diberlakukan itu. 

***

Mata dan telinga jajaran Ditjen PHU Kemenag sesungguhnya masih berfungsi cukup baik. Fenomena penipuan dan ratapan anggota jemaah umrah dan haji khusus sudah diketahui. Kemenag pun tidak tinggal diam.

Dalam diskusi kecil di ruang Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, saya menangkap pesan dari sang direkturnya, Ahda Barori. Ia mengeluarkan sebuah pemikiran yang diharapkan dapat respon positif masyarakat.

Apa itu? Yaitu, ada keinginan Kemenag mengambil alih penyelenggaraan pelayanan ibadah umrah. Tekad pemerintah untuk mengambil alih penyelenggara perjalanan ibadah umrah sudah bulat. Bukan lagi wacana.

Pemerintah tetap berkeinginan mengambilalih penyelenggaraan umrah meski ada penolakan dari beberapa penyelenggara haji khusus dan umrah.

Terlebih lagi sudah ada dukungan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk membentuk direktorat penyelenggaraan ibadah umrah. Data tentang jumlah penyelenggara umrah tercatat di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama sekitar 266 perusahaan.

Tahun lalu pemerintah membekukan 14 PPIU dan mencabut izin operasinya karena terbukti menelantarkan anggota jemaah umrah pengguna layanan mereka.

Lantas, apa reaksi dari pemberitaan itu. Ramai-ramai anggota dewan menyatakan tidak setuju. Menteri Agama buru-buru mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya juga tidak punya maksud mengambil alih penyelenggaraan umrah.

Dari gambaran itu, ada kesan kuat bahwa Kemenag tak punya nyali mengambil alih "kue" orang lain meski aturannya tegas legal.

Bisnis ibadah umrah sarat dengan kepentingan. Ketika musibah menimpa warga seperti yang dialami jemaah First Travel, penyelesaiannya pun tak secepat membalik sebelah telapan tangan. Lantas, apakah kita terus menerus harus mendengarkan suara ratapan anak bangsa yang bermaksud meningkatkan ketaqwaan dan mempertebal imannya.

Ilustrasi, kini puncak ritual ibadah haji sudah makin mendekat. Jemaah haji dari seluruh dunia mulai memadati Masjidil Haram, Mekkah. Foto | Dokumen Pribadi.
Ilustrasi, kini puncak ritual ibadah haji sudah makin mendekat. Jemaah haji dari seluruh dunia mulai memadati Masjidil Haram, Mekkah. Foto | Dokumen Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun