Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mahathir, Rizal Ramli, dan Pulau Malaria

21 Juni 2018   14:29 Diperbarui: 24 Juni 2018   11:36 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Krisis moneter telah menghempaskan Indonesia jatuh ke titik terdalam. Ekonomi yang stabil di kisaran 6% selama puluhan tahun, tiba-tiba terbanting ke minus 13%. Praktik korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) yang menggurita, utang swasta yang gila-gilaan, dan pengelolaan perbankan yang ugal-ugalan, jauh dari prudent, dibayar teramat mahal. Pemerintah harus mengucurkan ratusan triliun rupiah dalam bentuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang bermasalah.

Bukan itu saja, selanjutnya seluruh rakyat harus membayar puluhan triliun bunga BLBI setiap tahun sampai tahun 2040 yang angkanya disembunyikan di APBN. Sementara para banditnya, yakni pejabat publik yang bertanggungjawab dan para konglomerat hitam, justru melenggang dan hidup supermewah. Tidak ada yang ditangkap dan dijatuhi hukuman berat, kecuali beberapa gelintir figuran.

"Ini tidak benar. Harus ada yang dihukum atas perbuatannya yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Sayangnya reformasi 1998 melupakan aspek ini. Akibatnya, para penjahat tadi bukan saja bebas, bahkan mereka membajak reformasi. Mereka kembali memegang kendali negara yang pernah mereka hancurkan," ujar Rizal Ramli, geram, dalam sebuah obrolan santai di teras belakang rumahnya yang asri, dua hari setelah Idul Fitri 1439 H.

Pria yang saat mahasiswa pernah mendekam di penjara Sukamiskin, Bandung, karena melawan otoriterisme Orde Baru ini sepertinya benar-benar ingin belajar dari kesalahan reformasi 1998. Dia tidak mau kehilangan momentum untuk menghukum siapa saja yang merusak Indonesia. Itulah sebabnya Rizal Ramli menyatakan "pada hari pertama menjadi Presiden."

Momentum ini penting. Karena jika dibiarkan ditunda-tunda dan berlarut-larut, maka segala kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Pada bandit perusak negara sangat mungkin melakukan konsolidasi, minimal menghilangkan bukti-bukti. Dan, momentum itu pula yang dimanfaatkan Mahathir.

Kebijakan yang memiskinkan
Pada titik ini, maka pernyataan Menteri Keuangan era Dus Dur itu yang akan menangkap dan mengirim 100 orang Indonesia paling brengsek ke pulau terpencil bernyamuk malaria, menemukan konteksnya. Ya, memang harus ada yang dihukum atas berbagai kemiskinan dan derita yang dialami rakyat negeri ini.

Kemiskinan yeng membelit sebagian besar rakyat negeri ini memang tidak semata-mata karena mereka malas. Justru pada umumnya rakyat Indonesia adalah pekerja keras, ulet, dan tahan banting. 

Dalam praktiknya, kemiskinan dipicu oleh kebijakan negara yang memiskinkan. Mengimpor beras dan garam saat panen raya jelas kian memiskinkan petani dan petambak garam. Membarter kuota impor berbagai komoditas pangan dengan uang sogokan jelas merugikan negara dan menyusahkan rakyat. Publik harus membayar jauh lebih tingggi ketimbang yang seharusnya.

Mengobral sumber daya alam dan aset-aset BUMN, jelas merugikan bangsa ini. Terus-menerus berkiblat pada neolib sebagai model pembangunan ala Bank Dunia dan IMF, jelas mematikan potensi negeri ini untuk terbang lebih tinggi. 

Menimbun utang beribu-ribu triliun dalam waktu amat singkat jelas sangat membebani APBN, yang pada akhirnya merampas hak-hak rakyat dari postur anggaran. Bukan itu saja, utang telah membuat kedaulatan Indonesia sebagai sebuah bangsa besar raib entah ke mana. secara de facto, para pejabat publik kita harus patuh dan taat pada kehendak para debitor. Walau untuk itu harus merugikan bangsa dan rakyat Indonesia.

Nah, untuk semua penderitaan dan kesengsaraan ini, harus ada pelaku yang bertanggungjawab. Untuk semua potensi kemajuan dan kejayaan di masa depan yang lenyap ini, harus ada pelaku yang dihukum. Hukuman keras dan tegas akan menjadi pelajaran bagi siapa saja agar tidak mengulangi kesalahan serupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun