Hari Sabtu selalu menjadi momen yang dinantikan, khususnya bagi anak saya yang menghadiri kelas seni di sekolahnya. Saya seringkali memutuskan untuk tidak pulang selama dua jam kelas tersebut, dan kali ini, saya memilih nongkrong di depan minimarket untuk menghabiskan waktu.
Suasana hati pagi ini sangat baik, dan saya mencoba meresapi momen ini dengan duduk di depan minimarket, menggambar mandala di buku gambar saya. Rasanya seperti perasaan yang sempurna untuk mengisi pagi Sabtu yang sedikit mendung ini.
Ketenangan itu tiba-tiba terguncang ketika dua perempuan gemuk datang dan duduk tepat di sebelah saya. Saya melanjutkan kegiatan menggambar saya, tetapi ketidaknyamanan mulai muncul ketika aroma rokok mereka mulai menyelinap ke hidung saya. Saya bukanlah tipe orang yang bisa mentolerir beberapa jenis asap rokok, dan kali ini, aroma rokok mereka benar-benar mengganggu.
Ketidaknyamanan semakin memuncak saat saya merasakan dampak langsung dari asap rokok tersebut. Batuk-batuk dan pusing mulai menyergap, sementara perempuan-perempuan itu tampaknya tidak peduli dengan dampak dari keputusan merokok mereka di tempat umum.
Dengan pertimbangan kesehatan, saya memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Saya tidak bisa lagi  menikmati momen menggambar di minimarket, kesehatan saya menjadi prioritas utama. Menjauh dari sumber asap rokok adalah langkah yang saya ambil sebagai tindakan perlindungan diri.
Pergi dari situ memicu refleksi mendalam tentang perilaku perokok egois. Tempat umum seharusnya menjadi lingkungan yang nyaman untuk semua orang, tanpa harus merasakan dampak negatif dari kebiasaan merokok. Keberadaan perokok egois yang tidak mempedulikan orang di sekitarnya menjadi pelajaran bagi saya tentang pentingnya kesadaran dan rasa tanggung jawab.
Pengalaman di pagi ini mengingatkan saya akan hak setiap orang untuk menikmati ruang publik tanpa terganggu oleh asap rokok. Semoga pengalaman ini dapat menjadi panggilan untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar dan menjaga kesehatan bersama di ruang publik.