Mohon tunggu...
Edward Sadeem
Edward Sadeem Mohon Tunggu... Petani - Penyuka kopi

Pemerhati pagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kematian Dua Sahabat

14 Januari 2022   15:01 Diperbarui: 14 Januari 2022   15:05 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu pak Heri tanpa kenal lelah harus berbohong dan berbohong. Hanya dia saja yang tahu apa yang harus dilakukannya demi tak tampak terlihat seperti orang paling bodoh, melawan nurani pun dia lewati.

"Pak,,bagaimana kabarnya? Jadi gak?" Puluhan pertanyaan seperti itu dia jawab dengan tenang disertai alasan -alasan pembenar, padahal dia tahu itu sesuatu yang tak masuk di akal akan terjadi. 

"Maafkan, semuanya,,kalian sudah saya tambah bodohnya karena kebodohanku," lirihnya dalam hati saat ingat janji-jannjinya pada teman, saudara,tetangga dan para kawula muda. Ngenes hatinya kalau ingat isi  janji-janjinya itu pada mereka. Segala ada pemberian mobil inventaris, pengaturan posisi jabatan dari jabatan centeng, OB kantor,sopir pribadi sampai jabatan manajer, akan ada jaminan kesejahteraan ke anak-anak yatim piatu dan para manula  sebagai program CSR perusahaan.

Mendadak lamunan pak Heri harus berhenti demi mendengar suara berisik dari depan rumah.

Terdengar suara isterinya berkata-kata dengan intonasi layaknya orang jengkel,

"Mulai hari ini, pak Lukman jangan ke sini-sini lagi ya .. Jangan ngajak-ngajak lagi bapaknya anak-anak! Bisnis,,bisnis. Bisnis itu yang jelas,,menjual jasa atau produk? Ini apa segala pake acara ritual segala,,emang bisa materi dikejar sama non materi selain pesugihan?.. ga jelas!.."

                                    *      *      *

Di sudut kota kecil yang lain, pak Lukman dan isterinya tampak saling mencurahkan perasaan tidak senangnya pada salah seorang tetangganya yang berani mencemooh apa yang selama ini mereka usahakan.

"Kalau kita berhasil, dia atau siapa pun yang telah meledek kita jangan diberi apa- apa, pak. Kita harus membalas mereka. Tuman." Begitu kata isteri pak Lukman menyemangati suaminya.

Begitulah akhirnya, gara-gara dana revolusi, pak Lukan dan Isterinya jadi pendendam. Semakin orang meremehkan, maka semakin mereka keukeuh dengan sesat pikirnya. Mau dikasih saran atau kebenaran apa pun tidak akan masuk ke dalam nalarnya.

Jaman internet cepat masih juga kena hoaks, begitu kata salah seorang di obrolan warung kopi, masih sekampung dengan pak Lukman, sambil tertawa-tawa. 

Ditimpal lagi oleh yang lain," udah saya bilangin Jhon F Kennedy  itu pada hari itu gak ada pergi ke Swiss bertemu Bung Karno bikin Green Hilton memoriam agreement yang isinya katanya ngatur dana revolusi itu..Hari itu  JFK banyak acara di negaranya. BK pun walau tak ada catatan sejarahnya di hari itu, dapat di asumsikan tidak pergi ke sana, negara lagi riweuh oleh konflik politik.."

Lalu ada lagi yang menimpali," udahlah kita berdoa saja semoga pak Lukman dibukakan hatinya, disehatkan akalnya. Tapi emang susah juga sih,, dia ini tipe orang yang latahan. 

Musim apa pun dia ikuti tanpa pernah tahu hakikatnya. Musim bonsai dia ikut, sampai sekeliling rumahnya dipenuhi bonsai terus hilang begitu saja. 

Musim batu akik sampai semua jari tangannya rembel,,batu akik sebesar kelapa pun  dikalung di leher. Pokoknya booming apa pun dia ikut, dari booming pohon gelombang cinta sampai booming pemakaian bahasa dan busana ke arab -araban pun dia ikut.."

*       *      *

Sambil menghitung lembaran uang kertas pecahan seratus ribu, pak Heri tersenyum kecut mengingat masih terlalu jauhnya lagi uang yang harus dia dapatkan kembali sebagai pengganti uang yang telah hilang ditipu oleh sindikat penipuan. 

Tanpa sepengetahuan isterinya dia diam-diam bermain dengan sindikat yang ada untuk mencari , mengelabui orang-orang yang tersesat dan pemimpi berlimpah materi. Padahal isterinya sudah mewanti-wantinya untuk berhenti, tapi dia tak rela begitu saja. Dia tak mau ada di dua kekalahan, biarlah telah sadar  dibodohi orang asal uang ratusan jutanya bisa kembali lagi.

Maka dia dapati kini hidupnya serasa jadi orang paling kejam memangsa yang lain. Di satu sisi lain batinnya terguncang saat ingat wajah-wajah korban yang dengan keluguan, wawasan dan kedangkalan  nalarnya mereka  jadi mudah terhasut. Entah bagaimana mereka setelah semua hartanya terkuras habis untuk  melanjutkan hidup dengan biaya hidup yang semakin tinggi ini?, begitu pak Heri membatin.

Tiba-tiba, sementara di dalam dadanya ada  kecamuk perang batin, isterinya tampak terlihat  tergopoh-gopoh menghampirinya.

" Pak Lukman meninggal ,pak..lihat ini!,"isteri pak Heri memperlihatkan foto seseorang yang tergantung di satu pohon.

Pak Heri terdiam sedih. Pikirannya entah ke mana,,, yang ia tahu pada hakikatnya dirinya pun sudah lama meninggal, saat hati nuraninya sudah membusuk...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun