Mohon tunggu...
Edward Mario Warus
Edward Mario Warus Mohon Tunggu... Human Resources - S1 Unika Atma Jaya Jakarta

Human Resources & Development Management student

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Reklamasi Ancol Jadi Polemik Gubernur DKI

22 Juli 2020   19:40 Diperbarui: 22 Juli 2020   19:30 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Reklamasi Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol yang selama ini berhenti karena mendapat protes dari berbagai pihak akhirnya dilanjutkan kembali dengan perintah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Reklamasi Ancol beserta 17 pulau lainnya sudah sejak lama diperbincangkan, bahkan sebelum Anies menjabat sebagai Gubernur. Banyak pihak memprotes dan kecewa terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh Anies. Tetapi Anies dan Pemprov DKI melihat bahwa reklamasi ini memberikan manfaat bagi Jakarta.

Setelah lama diam terkait masalah reklamasi Ancol beserta pulau lainnya, akhirnya pada Kamis, 10 Juli 2020, akhirnya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan membuka suara perihal reklamasi. Anies mengatakan bahwa ia sudah menetapkan bahwa akan melanjutkan proyek reklamasi perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas 35 hektare dan proyek reklamasi perluasan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas 120 hektare.

Bahkan persetujuan untuk melanjutkan proyek reklamasi dua kawasan tersebut sudah mendapat izin lewat keluarnya Keputusan Gubernur (Kepgub) nomor 237 tahun 2020 tentang perluasan dua proyek reklamasi tersebut. Tentu saja keputusan ini mendapat protes yang keras dari berbagai pihak karena dianggap tidak saja memperdulikan rakyat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut, tetapi juga merugikan lingkungan sekitar kawasan tersebut.

Banyak masyarakat yang mempertanyakan janji kampanye Anies yang menolak habis-habisan proyek reklamasi tersebut ketika Pilgub 2017 yang lalu. Kala ia bersaing dengan Petahana Basuki Tjahaja Purnama, ia memprotes kebijakan Ahok dulu yang ingin mereklamasi 17 pulau. 

Proses perluasan kawasan rekreasi Ancol sendiri sudah berlangsung sejak 2009 dan telah menghasilkan 20 hektare daratan baru Ancol akhirnya dihentikan pada jaman Ahok menjadi Gubernur DKI. Ahok pun juga menghentikan reklamasi 17 pulau buatan lainnya setelah mendapat protes keras dari sejumlah elemen masyarakat.

Tetapi, dengan izin yang dikeluarkan Anies sekarang terkait reklamasi dua kawasan rekreasi tersebut, banyak pihak yang menilai bahwa Anies tidak memperdulikan rakyat yang ada di sekitar kawasan tersebut dan ingin mengeksploitasi lingkungan yang ada di sekitar kawasan tersebut. Anies  beserta Pemprov DKI pun mengatakan bahwa reklamasi perluasan kawasan Ancol Timur dan Dufan ini berbeda dengan reklamasi 17 pulau pada saat Ahok memimpin. 

Anies mengatakan bahwa reklamasi kedua kawasan rekreasi ini memiliki sebab, cara, dan tujuan yang berbeda. Ia mengatakan proyek kedua reklamasi kawasan rekreasi ini merupakan bagian dari program pengendalian banjir di Jakarta. Sebab,daratan baru itu terbentuk dari hasil pengerukan sungai dan waduk yang dangkal akibat sedimentasi.

Ia juga memastikan lahan baru seluas 155 hektare di Pantai Ancol dan Dufan itu nantinya akan diperuntukkan untuk kepentingan umum. Hal itu tertuang dalam Kepgub Nomor 237 pada Februari 2020, yang menjadi dasar hukum untuk syarat legal administratif peruntukkan daratan tersebut. Anies menyebut salah satu fasilitas umum di lahan perluasan kawasan Ancol tersebut akan dibangun museum sejarah Nabi terbesar di luar Arab Saudi untuk menarik wisatawan global.

Bahkan Anies menilai bahwa proyek reklamasi kawasan rekreasi ini berpotensi besar dalam mencegah banjir yang selama ini merupakan musuh utama Jakarta. Ia mengatakan hasil pengerukan lumpur dari 13 sungai dan lebih dari 30 waduk di Jakarta yang sudah ditimbun bertahun-tahun disitu akan mengeras dan menahan masuknya air ke daratan Jakarta. Ia juga menambahkan reklamasi ini tidak akan merugikan nelayan. Pasalnya, reklamasi ini tidak berhadapan dengan kampung nelayan, berbeda dengan proyek reklamasi di Kapuk Muara dan Muara Angke yang telah dihentikan pengerjaannya.

Sedangkan itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyebutkan pemberian izin reklamasi Ancol untuk mengatasi banjir di Jakarta sekaligus mendayagunakan lumpur merupakan alasan klise. Sekjen KIARA, Susan Herawati, menjelaskan bahwa proyek reklamasi yang dikerjakan saat ini bukan solusi untuk mengentaskan masalah banjir di Jakarta. 

Susan mengatakan bahwa Jakarta bisa bebas banjir bukan dengan proyek reklamasi, tetapi dengan menyetop pembangunan gedung-gedung tinggi yang mengekstraksi air tanah.

Senada dengan KIARA, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) juga menolak terkait proyek reklamasi yang dilanjutkan sekarang. Direktur Eksekuti Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi menegaskan tetap menolak upaya reklamasi Ancol dan Dufan yang dilakukan Gubernur Anies dan Pemprov DKI Jakarta. Ia menyebutkan bahwa Kepgub nomor 237 tahun 2020 yang memberi izin hingga 155 hektare itu telah menjadi preseden buruk bagi kelestarian lingkungan di Teluk Jakarta. 

Menurut dia, saat ini, tidak ada urgensinya mereklamasi pesisir dan Teluk Jakarta. Bahkan ia menilai penimbunan material di depan wilayah Ancol selama bertahun-tahun tersebut bisa terkena ancaman pasal 111 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pemerintah sendiri lewat DPRD tidak dilibatkan dalam pembicaraan mengenai kelanjutan proyek dua reklamasi kawasan rekreasi ini. Anggota DPRD dari Komisi E, Basri Baco mengatakan reklamasi Ancol dan Dufan yang dilakukan oleh Gubernur Anies tidak berdasar. 

Menurut dia, setiap langkah eksekutif seharusnya melibatkan DPRD selaku legislatif. Segala keputusan, pembicaran, maupun data-data seharusnya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan DPRD. 

Basri juga menyebut bahwa proyek reklamasi ini tidak  ada korelasinya dengan mencegah banjir. Ia mengatakan bahwa jika mau menormalisasi kali untuk mencegah anjir memang mengeruk kali, setu, dan gorong-gorong. Tetapi ia menilai hal ini jarang dilakukan Anies selama memimpin.

Keputusan yang dibuat Anies memang sangat kontroversial. Sedari dulu semua proyek reklamasi yang ada di Jakarta memang banyak diprotes oleh berbagai kalangan masyarakat, bahkan Anies sendiri ketika menjadi Calon Gubernur di tahun 2017 juga memprotes proyek tersebut kepada Gubernur Petahana, Ahok. Apalagi dalam masa sekarang dimana kita semua sedang menghadapi krisis kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan sosial terutama pandemi Covid-19 dimana DKI Jakarta sebelumnya menjadi episentrum penyebaran tentu saja memerlukan perhatian lebih dulu dan serius.

Proyek reklamasi tidak saja menghabiskan uang yang banyak, tetapi juga merugikan orang dan lingkungan yang ada di sekitaran proyek. Seharusnya sebelum membicarakan manfaat sebagai fasilitas umum, Anies dan Pemprov DKI Jakarta harus menjelaskan kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan dampak kepada masyarakat sekitar. 

Pembangunan di atas proyek reklamasi tersebut nantinya juga harus mengacu pada Rencata Tata Ruang dan Panduan Rancangan Kota yang sesuai dengan perpu.

Tidak bisa hanya mengukur manfaat sebatas kegunannya saja, tetapi dampak manusia juga harus diperhatikan. Bagaimana dampak sosial dan ekonomi para nelayan yang hidup berdekatan dengan proyek reklamasi ini harus diperhitungkan terlebih dahulu secara matang. Usaha nelayan yang ada di Teluk dan pesisir Jakarta sudah pasti terganggu dengan proyek tersebut. 

Tidak sekedar membuat proyek lalu ketika sudah ada investornya jadi lupa dengan segala aspek lainnya yang berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia dan alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun