Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Panti Jompo: Petaka atau Selamat

3 November 2021   09:15 Diperbarui: 21 Desember 2021   19:17 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Penghuni Panti Jompo (sumber: news.detik.com)

Oleh. Eduardus Fromotius Lebe

(Penulis, Konsultan Skripsi dan Dosen)


Mendampingi orang tua di masa tua merupakan dambaan bagi semua anak. Salah satu contoh konkrit bakti anak terhadap orang tua adalah menjaga dan merawat nya di masa-masa senja orang tua. Walaupun hal itu tak sebanding dengan jasa orang dalam menghidupkan anak-anak dari kecil hingga dewasa. Kalau mau diibaratkan seperti langit dan bumi.

Mencoba memahami perasaan orang tua, senang bila hari-hari tuanya bisa bersama anak-anak dan cucu-cucu. Itulah keinginan terbesar bagi orang tua. Namun apa daya, kadang kondisi semacam ini sulit untuk diwujudkan akibat kondisi perekonomian yang kurang mendukung. 

Anak di perantauan cari nafkah, cucu berada di luar kota untuk mengenyam pendidikan. Begitulah kondisi yang sering kali di alami oleh orang tua kala masuk usia senja. Lebih miris lagi masih banyak orang tua yang masih bekerja keras di masa tua nya akibat tuntutan ekonomi. Kondisi yang jauh dari kata ideal untuk orang tua yang semestinya istirahat total di masa tua mereka.

Cara mencintai orang tua sering kali dipersoalkan. Bagi anak, mungkin itu cara terbaik untuk menghormati orang tua, namun tidak bagi orang tua. Begitu juga bagi masyarakat yang melihat nya. Salah satu contoh perlakuan anak terhadap orang tua yang mendapat pro kontra adalah "menitipkan" orang tua di panti jompo.

Pro kontra keberadaan panti jompo masih belum ada kata akhir. Bukan soal penting atau tidak keberadaan panti jompo, yang diperdebatkan adalah keberadaan panti jompo sebagai solusi akhir penangan orang tua di masa senja. Jawaban boleh beragam, namun cinta kepada orang tua tetap yang paling utama.

Eksistensi Panti Jompo

Dikutip dari National Institute on Aging, panti jompo atau panti wreda adalah sebuah fasilitas yang menawarkan kesehatan dan perawatan pribadi. Fokus pelayanan sudah jelas yaitu perawatan bagi orang tua yang berusia lebih dari 70 tahun. Sebagian besar panti jompo berisi oleh mereka yang tidak memiliki pasangan, entah itu bercerai, tidak pernah menikah, atau pasangannya telah meninggal dunia.

Di Indonesia ada kesan buruk terhadap eksistensi panti Jompo. Banyak orang menganggap panti jompo sebagai kumpulan orang-orang "buangan" dari keluarga atau anak-anak mereka. Kesan buruk ini tentu akan berdampak buruk pada citra panti jompo.

Beberapa berita yang beredar baik melalui media cetak maupun elektronik menggambarkan kesedihan orang tua kala berada di pantai jompo. Redaksi berita yang seolah menambah kesan buruk terhadap panti jompo. "Orang tua ditelantarkan anaknya di panti jompo" adalah sederetan kisah yang secara tidak langsung mendegradasi peran panti jompo.

Prespektif buruk tentang panti jompo pun sering kali diangkat oleh beberapa film. Sehingga ada kesan traumatik di beberapa kalangan masyarakat. Pembaca Kompasiana, mungkin tidak asing dengan judul film I Care a Lot yang disajikan bertolak belakang dari judulnya. 

Film ini menyajikan kekejaman di dunia bisnis yang pragmatis berorentasi pada keuntungan semata. Film yang menyajikan penggelapan dana hingga penipuan berkedok layanan jaminan hari tua dengan korban para lanjut usia (lansia) kaya raya. Gambaran sisi buruk panti jompo disajikan secara dramatis di film ini. 

Tentu tidak semua panti jompo seperti yang digambarkan oleh film I Care a Lot. Banyak juga panti jompo yang mengedepankan pelayanan dengan penuh rasa kemanusiaan. Bahkan ada pimpinan pantai jompo yang rela merogoh kocek pribadi untuk biaya operasional panti.

Mengubah Paradigma Buruk Terhadap Eksistensi Panti Jompo

Mengubah paradigma panti jompo jadi rumah yang nyaman bagi usia lanjut memang bukan perkara gampang. Panti jompo bukan rumah titipan ala tempat penitipan barang. Panti jompo memiliki standar pelayanan yang sekiranya dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun hukum. 

Perlu diakui bahwa banyak pula panti jompo yang kurang bijak dalam melayani masyarakat terutama para orang tua. Tidak berarti menggeneralisir semua panti jompo yang ada terutama di Indonesia. Maka dari itu kita juga harus bijak dalam merespon berbagai isu yang berkaitan dengan panti jompo.

Mengantarkan orang tua ke pantai jompo tidak berarti anak tidak menyayangi orang tua. Ini juga yang perlu diluruskan agar suara-suara minor yang mendeskriditkan orang-orang yang mengantarkan orang tua ke pantai jompo tidak berkembang menjadi fobia terhadap panti jompo. Penulis berpendapat bahwa salah satu cara mencintai orang adalah mengantar orang tua ke panti jompo. 

Alasan membawa orang tua ke panti jompo agar pekerjaan anak-anak tidak terhambat merupakan alasan yang tidak pantas. Ini lah yang membuat masyarakat kurang empati terhadap orang-orang yang mengatakan orang tua ke panti jompo. Selain itu, komunikasi yang intens antara anak dan orang tua sebelum memutuskan untuk diantarkan ke panti jompo.

Sekira ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk mengantarkan orang tua ke pantai jompo:

Pertama, komunikasi yang intens kepada orang tua. Ini langkah yang utama dan pertama sebelum memutuskan untuk mengantarkan orang tua ke pantai jompo. Komunikasi dilakukan untuk memperoleh persamaan persepsi antara siswa dan orang tua. Selain itu, untuk memastikan apakah orang tua setuju atau tidak.

Anak-anak perlu menjelaskan secara baik kepada orang tua maksud dan tujuan mengantarkan orang tua ke panti asuhan. Menjelaskan faktor-faktor yang sekiranya bisa diterima oleh orang mengapa lebih baik di panti dari pada di rumah. Sekali lagi ini tidak berarti anak-anak lepas tanggung jawab terhadap orang tua. 

Penulis menyadari bahwa ini tidak mudah untuk dilakukan. Namun karena beberapa alasan kita "terpaksa" mengantarkan orang tua ke panti jompo. Atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kita kepada orang tua kita. Jika di rumah malah membuat orang tua tidak bahagia lebih baik diantarkan panti jompo.

Sekali lagi, kondisi ini tidak bisa disandingkan dengan beberapa pendapat bahwa "bisa-bisanya ya, anak tidak bisa mengurus orang tua sendiri". Semua kita pasti menginginkan agar kita merawat orang tua secara langsung. Namun terkadang kondisi tidak memungkinkan untuk itu. Bahkan, seringkali kita abaikan kewajiban kita sebagai anak karena alasan pekerjaan atau sebagai.

Semua punya alasan tersendiri dengan beragam persoalan yang dihadapi hadapi oleh masing-masing anak. Tidak bisa kita paksakan untuk sama karena persoalan rumah tangga yang dihadapi berbeda-beda. Jika persoalan tersebut justru berdampak buruk pada orang tua maka pantai jompo menjadi rumah yang nyaman buat orang tua kita. 

Inti dari komunikasi yang dimaksud adalah persetujuan orang tua. Orang tua diberikan otoritas penuh untuk memilih hidup di panti jompo atau tidak. Tentu dengan beberapa pertimbangan dari anak-anak. Jika orang tua tidak mau, maka tidak boleh mengantarkan orang tua ke pantai jompo.

Kedua, memilih panti jompo yang memiliki kualitas pelayanan yang baik. Tidak sulit sebenarnya mencari panti jompo yang seperti kita inginkan. Bentuk kecintaan kita kepada orang tua, maka kualitas panti jompo yang baik yang kita akan pilih.

Kualitas yang baik ditinjau dari segi pelayanan dan fasilitas penunjang panti jompo. Pelayanan yang baik membuat orang tua kita merasa nyaman dan tidak tertekan. Termasuk juga relasi antar pengurus dengan para penghuni panti jompo. Oleh karena itu, kita mesti nya mempelajari rekam jejak panti jompo yang akan kita pilih.

Hal lain adalah mencari panti jompo yang tidak jauh dari tempat tinggal anak-anak. Hal ini tentu memudahkan kita untuk berkunjung ke panti asuhan. Kunjungan kita yang rutin membuat orang tua kita merasa di hormati dan dicintai.

Ketiga, rutin berkunjung ke panti jompo. Jika kita tidak punya waktu untuk merawat orang tua karena beberapa alasan setidaknya kita rutin mengunjungi mereka di panti asuhan. Orang tua pasti merasa senang melihat kita rutin mengunjungi mereka. Timbul kesan bahwa anak-anak masih dan sangat mencintai mereka.

Kunjungan yang rutin dilakukan sebagai upaya untuk mendengarkan keluhan dari orang tua. Saat yang tepat untuk saling berbagi kisa antara orang tua dan anak. Jika keluhan orang tua, kita anggap hal yang serius maka kita perlu ambil tindakan cepat seperti mengeluarkan orang tua dari panti jompo tersebut.

Para pembaca Kompasiana yang budiman, menanggapi beberapa berita bagaimana orang tua ditelantarkan oleh anaknya di panti jompo memang sungguh menyayat hati. Kita mengecam keras apa yang dilakukan anak tersebut. Namun tidak berarti kita juga ikut mendegradasi eksistensi panti jompo yang ada di Indonesia.

Kehadiran panti jompo secara umum sangat membantu masyarakat. Sembari kita berharap panti jompo selalu berbenah dalam hal pelayanan. Sehingga panti jompo menjadi rumah yang nyaman dan selamat bagi orang tua. Semoga.

Mengeruda, 03 November 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun