Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mencintai Pekerja Informal dengan Tidak Meminta Kembalian, Mampukah Kita?

30 Oktober 2021   22:56 Diperbarui: 2 November 2021   13:00 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tukang parkir membersihkan helm pengunjung warung makan. Foto: Kompas.com/Wijaya Kusuma

Selain itu, kebijakan strategi pemerintah belum menyentuh secara langsung bagi kehidupan para pekerja informal. Sudah ada upaya maksimal melalui dinas sosial, namun yang dibutuhkan adalah regulasi tentang jaminan kerja sebagai layaknya jaminan kerja formal. Sebab bagaimana pun juga, para pekerja informal adalah anak bangsa yang tetap membutuhkan perlindungan negara.

Menghormati pekerja informal dimulai dari mindset kita. Mindset yang sesat akan berdampak perlakuan yang salah pada pekerja informal terutama para buruh kasar. Perlakuan terhadap pekerja informal berupa ejekan, intimidasi dan lain sebagainya sumbernya berasal dari paradigma yang keliru.

Slogan "kerja apa saja yang penting halal" buka hanya isapan jempol belaka. Harus dihayati oleh setiap orang. Jika semua orang menghayati prinsip tersebut maka tidak adalah kasus dengan korban para pekerja informal. 

Perubahan akibat perkembangan teknologi sangat berdampak bagi pekerja informal terutama disektor jasa. Banyak pekerja informal yang kehilangan pekerjaan nya akibat disrupsi teknologi. Pekerjaan buruh angkut barang di pelabuhan misalnya telah digantikan oleh mesin pengangkut barang. Inilah perubahan yang tidak bisa dihindarkan.

Lalu, bagaimana nasib mereka? Nasib anak dan istri mereka? Ini pertanyaan yang perlu dijawab oleh para pengambil kebijakan. Merespon dengan tindakan nyata melalui langkah-langkah kebijakan strategi pemerintah. 

Salah satu contoh melakukan pelatihan kerja kepada para pekerja informal. Selain itu, memberikan modal kerja bagi para pekerja informal yang terdampak disrupsi teknologi. 

Cara Sederhana Mencintai Pekerja Informal

Apa pun pekerjaan seseorang kita patuh menaruh apresiasi yang tinggi. Termasuk dalam hal memberikan upaya yang layak kepada para pekerja informal. Apakah kita sudah memperlakukan para pekerja informal dengan layak?

Memperlakukan pekerja informal seperti buruh kasar dan tukang parkir tidak harus menggunakan konsep yang besar. Tidak harus seperti selebritis yang membantu sambil bawa-bawa kamera. Tak perlu seperti Baim Wong yang membantu demi konten YouTube (kata para netizen).

Bantuan yang diberikan walaupun kecil namun berarti. Membatu tidak perlu dipublikasikan ala para YouTubers. Membantu dalam diam, beraksi di tengah hingar-bingar kehidupan yang semakin individualis. Menggunakan cara-cara yang selayaknya untuk membantu orang lain terutama para pekerja informal. 

Mereka bukan gelandang, mereka adalah insan-insan pekerja. Cuman nasib yang berbeda, jika mereka harus membanting tulang untuk mendapatkan sesuap nasi, namun ada orang yang bekerja ringan dengan mudah mendapatkan cuan. Namun perlu diingat harkat dan martabat kita tetap sama.

Kembali ke judul tulisan ini, pernahkah kita berpikir bahwa dibalik ucapan: kembaliannya buat kamu saja ya, adalah contoh sederhana cara kita mencintai para pekerja informal. Sudah berapa kali kita melakukan hal serupa. Apakah kita masih sering ngotot untuk mendapatkan kembalian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun