Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mencintai Pekerja Informal dengan Tidak Meminta Kembalian, Mampukah Kita?

30 Oktober 2021   22:56 Diperbarui: 2 November 2021   13:00 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tukang parkir membersihkan helm pengunjung warung makan. Foto: Kompas.com/Wijaya Kusuma

Terkadang ketidaksabaran kita secara langsung berdampak positif bagi tukang parkir. Penulis sendiri merupakan orang yang tidak suka menunggu termasuk dalam hal menunggu uang kembalian. Semisal, kita membayar biaya parkir 2.000 perak dengan uang 5000, tentu kita pasti meminta kembalian 3000. 

Namun, terkadang kita abaikan uang 3000 perak karena terburu-buru. Ini adalah kesengajaan yang memiliki dampak positif. Sebab secara langsung kita sudah membantu tukang parkir tersebut.

Sangat miris bila masih ada orang yang tidak empati dengan pekerja informal seperti tukang parkir. Masing-masing kita mungkin memiliki pengalaman dengan tukang parkir yang nakal. Meminta tarif parkir tinggi yang tidak sesuai dengan regulasi di suatu tempat. Namun itu tidak berarti kita bisa seenaknya merendahkan martabat pekerjaan seseorang.

Jika kita tak pandai memberi, hendaklah kita pandai menjaga lidah. Menjaga perkataan agar tidak membuat para pekerja informal tersinggung dan sakit hati. Sebab, pekerjaan apa pun jika itu halal maka akan dibukakan pintu rezeki.

Biarkan kita berbagi rezeki dengan sesama kita termasuk kepada para pekerja informal. Tidak bermaksud menunjukkan bahwa kita orang kaya. Sudah menjadi kewajiban kita untuk saling membantu walaupun dengan cara sederhana seperti tidak meminta uang kembalian. Ini cara yang sederhana namun memiliki efek yang luar biasa.

Para pembaca Kompasiana yang Budiman, memberi bantuan tidak selalu berpijak dari hubungan timbal balik (simbiosis mutualisme). Kita memberi karena kita memiliki. Memberi sebagai bentuk cinta kasih kepada sesama manusia. 

Di akhir tulisan ini, izinkan penulis mengutip ungkap yang sangat menginspirasi: "Jika Anda dalam posisi dapat membantu orang lain, bersyukurlah. Karena Allah sedang menjawab doa orang tersebut melalui Anda."  

Ungkapan ini seakan memotivasi kita bahwa apa yang kita miliki adalah milik Allah. Kepunyaan Allah yang dititipkan kepada kita untuk kebaikan bersama. Jangan lagi kita mencari untuk atas apa yang Allah berikan kepada kita.

Semoga Allah senantiasa memberikan kelimpahan rezeki kepada kita semua. Memampukan niat kita untuk membantu sesama kita teristimewa bagi para pekerja informal. Yang percaya akan kebesaran Allah pasti akan menjawab mampu. Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun