Mohon tunggu...
Eddy Salahuddin
Eddy Salahuddin Mohon Tunggu... Guru - Indonesia

Menulis menghibur diri dan mengungkapkan rasa dengan hati dan jiwa yang terdalam. Berjuang demi generasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pandemi Covid-19 Belum Berakhir

13 Juli 2020   09:21 Diperbarui: 13 Juli 2020   09:32 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

KOLOM  Eddy Salahuddin

Hari ini, 13 Juli 2020 saat tahun ajaran baru 2020-2021 jenjang SMA sederajat dimulai. Tidak semua sekolah memulainya dengan aktivitas tatap muka. Hanya ada 104 kabupaten dan kota yang diizinkan oleh Mendikbud di 21 provinsi untuk melaksanakan KBM tatap muka. 

Bahkan, untuk jenjang SD dan SMP sederajat baru akan dimulai pada bulan September nanti.Tulisan sederhana ini merupakan curahan pikiran yang kesekian kalinya Selama pandemi covid-19 ini menjadi isu hangat dan aktual.

Wilayah dengan kategori zona hijau merupakan daerah yang boleh melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan memerhatikan protokol kesehatan covid-19. Penentuan zona berdasarkan perkembangan kasus persebaran covid-19 yang terjadi dan dilaporkan oleh Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di wilayah provinsi masing-masing.

Tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi covid-19 akan berakhir. Semua mencoba memprediksi berdasarkan analisis data yang trennya menurun di beberapa wilayah dan meningkat di wiayah lainnya. 

Upaya PSBB dan PSBB transisi yang dilakukan oleh banyak kota dan kabupaten dirasa belum cukup efektif memutus mata rantai persebaran. Berbagai imbauan melalui media cetak dan elektronik juga belum memberikan dampak signifikan. Perilaku sebagian anggota masyarakat yang kurang disiplin mematuhi protokol kesehatan menjadi faktor lain bertambahnya kasus.

Jika fenomena mudik lebaran tahun 2020 yang terjadi beberapa bulan lalu menjadi pemicu semakin meningkatnya kasus covid-19, maka masyarakat umum yang mudik tersebut tidak dapat sepenuhnya juga disalahkan. 

Kesiapan pemerintah dalam melakukan penjajakan terhadap orang-orang yang termasuk PDP dan ODP pada awal-awal persebarannya juga masih sangat kurang. Tes untuk mengetahui apakah seseorang positif terjangkit atau negatif, berupa swab test atau rapid test yang berbayar bahkan dicurigai sebagai praktik mencari keuntungan juga belum memberikan jawaban yang konkret tentang kondisi sebenarnya.

Sangat terbatasnya pakain APD untuk tenaga kesehatan yang bertugas di semua sarana kesehatan ternyata juga menjadi suatu catatan panjang penanganan covid-19. Kurangnya pakaian APD ini memaksa mereka menggunakan pelindung diri seadanya bahkan berisiko menjadi penyebab tertularnya virus.

Rendahnya serapan anggaran yang  menjadi penyebab marahnya presiden kepada para menteri dalam rapat beberapa minggu lalu merupakan fakta yang sangat menyedihkan. Bahkan, presiden menilai bahwa para menteri kurang mempunyai perasaan yang sama dalam hal menghadapi situasi yang menurutnya sudah sangat krisis.

Fenomena lain terkait belum diterimanya honor tenaga kesehatan yang dijanjikan kepada mereka hingga banyaknya risiko terjangkitnya virus ini dan menyebabkan terjadinya kasus perawat dan dokter yang meninggal dalam tugas merupakan kenyataan yang sangat ironis.

Bagaimana dengan kondisi dunia pendidikan menyikapi hal ini. Dinamika yang terjadi dalam bidang pendidikan sangat terasa saat diumumkannya program belajar dari rumah dan guru bekerja dari rumah. 

Semua pihak seolah-olah terbangun dari tidur panjang dengan kejadian yang selama ini tidak diduga dan disangka-sangka. Covid-19 telah membuka mata dan hati semua manusia di dunia bahwa sekuat apa pun akal dan pikiran manusia pada zaman modern sekarang masih belum mampu menyaingi kekuasaan Tuhan.

Penggunaan beberapa apikasi berbasis teknologi, seperti google classroom, zoom, whatsapp, dan sebagainya mempunyai keterbatasan masing-masing. Bagaimana pun teknologi tidak dapat menggantikan peran penting seorang guru dalam membentuk karakter peserta didik di sekolah. 

Tanyakan saja kepada berbagai aplikasi tersebut apakah bisa mendisiplinkan anak, meningkatkan kepedulian anak, memberanikan anak? Kenyataan yang terjadi, teknologi bisa saja membuat anak menjadi tidak disiplin, tidak peduli dengan lingkungan, dan tidak berani mengungkapkan pendapatnya secara rasional; mereka cenderung lebih emosional.

Secanggih dan sehebat apa pun kemajuan teknologi masih mempunyai keterbatasan dalam beberapa bagiannya untuk mengantisipasi perkembangan virus ini. Belum ditemukannya vaksin atau obat yang mampu membasmi covid-19 menunjukkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan manusia yang diperolehnya melalui proses pendidikan masih perlu ditingkatkan.

Tidak cukup tindakan hebat untuk menyikapi kenyataan yang semakin tak menentu ini, renungan terhadap semakin kompleksnya permasalahan alam dan lingkungan yang semakin tercemar oleh ulah manusia tidak bertanggung jawab diikuti dengan upaya keras dalam menyelamatkan generasi yang akan datang dari kesengsaraan hidup berkepanjangan penting dilakukan semua manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun