Rabu kemarin, 27 Desember 2017 yang lalu saya bersama keluarga berkesempatan untuk menjelajah pulau di tengah Danau Toba yang dikenal dengan Pulau Samosir. Kami melaksanakan kunjungan ke keluarga di Desa Urat, Kecamatan Palipi, Kabupaten Toba Samosir.
Kami berkendara dengan mobil minibus menyeberang dengan kapal motor penyeberangan Ferry  dari Pelabuhan Ajibata menuju Pelabuhan Tomok.Â
Kami wajib mengantri untuk masuk Ferry mulai pukul 21.30 wib pada tanggal 26 Desember 2017 dan berhasil masuk kapal Ferry KMP Tao Toba II pada pukul 01.35 wib pada tanggal 27 Desember 2017. Total waktu antrian kurang lebih 5 jam.
Satu kapal ferry maksimal dapat menyeberangi mobil minibus sebanyak 30 unit. Waktu tempuh dari pelabuhan Ajibata hingga tiba di pelabuhan Tomok sekitar 40 sampai 45 menit. Kami mendarat di pelabuhan Tomok pukul 02.15 wib pada tanggal 27 Desember 2017.Â
Loket pelabuhan Tomok sudah tutup dan tidak ada antrian mobil. Ini artinya operasional Kapal Ferry khusus menyeberangkan mobil penumpang dari daratan Pulau Sumatera melalui pelabuhan Ajibata, Parapat menuju Pulau Samosir via Pelabuhan Tomok.
Dari pelabuhan Tomok kami keluar ke arah kanan dan langsung meluncur menuju Desa Urat, Palipi, Samosir. Mobil minibus yang kami tumpangi sesekali harus membentur lubang jalan dan melibas tikungan demi tikungan sepanjang jalanan pingiran Danau Toba dengan kecepatan rata-rata 50 -- 60 kilometer per jam.Â
Hanya ketika di daerah Pangururan, kami wajib melintasi jalan kota melalui terminal Pangururan, menyaksikan indah kerlap-kerlip lampu hias pohon natal karya sekolah dari bahan daur ulang. Setelahnya kembali mobil kami melintasi pinggiran Danau Toba. Kami tiba di Desa Urat pada pukul 06.30 wib pada tanggal 27 Desember 2017.
Rumah keluarga kami dekat dengan dermaga kapal Pelabuhan Urat yang nampaknya sudah lama terbengkalai. Konon kapal wisata pernah singgah sekitar 10 tahun yang lalu di dermaga tersebut, kenang istri saya masih sempat mengecap perjalanan via perairan Danau Toba.Â
Dia naik kapal wisata dari pelabuhan Ajibata, Parapat menuju Pelabuhan Urat dengan beberapa titik singgah mulai di Pelabuhan Tomok kemudian di Pelabuhan Tuk-tuk selanjutnya Pelabuhan Simanindo lanjut singgah di Pelabuhan Pangururan dan terakhir transit di Pelabuhan Mogang dan Pelabuhan Nainggolan dengan total waktu tempuh sekitar 5 jam.
Banyak dermaga pelabuhan di Pulau Samosir kini harus tutup karena kondisi perairan mengalami penyurutan hingga 40 meter dari pangkal jembatan dermaga.Â
Danau Toba jelas mengalami penurunan muka air yang sangat drastis selama 10 tahun belakangan. Akibatnya tak pelak dermaga menjadi monumen yang ditumbuhi semak belukar seperti Pelabuhan Urat ini.
Pengunjung disuguhi oleh pengelola kawasan dengan tulangan dermaga mengangga di atas pantai berpasir kuarsa berwarna kecoklatan dan bisa menyewa kapal motor untuk tur sekitar pantai atau untuk menikmati banana boat atau donut boat dengan biaya sekitar 300 ribu sekali pakai.Â
Bisa juga berenang di pinggiran danau gratis dengan bayar retribusi 2000 rupiah per orang dan parkir mobil 8000 rupiah.Â
Toilet atau fasilitas kamar mandi belum tersedia kecuali yang terhubung dengan hotel atau penginapan. Â Atau bisa juga merepotkan diri dengan menumpang toilet atau kamar mandi di rumah penduduk yang jaraknya sekitar 20 meter dari pinggir pantai.
Surutnya permukaan air Danau Toba merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh penduduk Pulau Samosir yang mengandalkan perekonomian dan pangan mereka dari Danau Toba dengan bercocok tanam dan menangkap ikan.Â
Banyak juga pengusaha kapal wisata yang terpaksa mengafkirkan kapal dan memberhentikan para operator kapalnya akibat tutupnya dermaga dan pendangkalan perairan sekitar dermaga.
Danau Toba merupakan danau bentukan gunung api tektonik terbesar di dunia memanjang dari utara ke selatan sepanjang 97 kilometer dan selebar 27 kilometer dengan kedalam rata-rata 500 meter, berada pada ketinggian 904 meter di atas permukaan air laut.Â
Air Danau Toba berasal dari tangkapan air dari hutan perbukitan sekelilingnya dari 5 kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Toba Samosir, Simalungun, Dairi, dan Karo. Air mengalir keluar melalui Sungai Asahan dan bermuara di Selat Malaka.
Menurut hasil penelitian terakhir pada tahun 1999, konsentrasi minyak sebesar 7,5 hingga 35 miligram per liter air dan kehadiran bakteri patogenik seperti coliform sebanyak 20.000 mpn per 100 mililiter air.
Menurunnya kualitas air Danau Toba seakan-akan beriringan dengan menyurutnya permukaan air Danau Toba. Bukan karena aktivitas gempa Gunung Toba yang mengakibatkan surutnya air Danau Toba melainkan lebih karena air yang keluar lebih banyak daripada air yang masuk.Â
Eksploitasi air danau akibat industri pengelolahan bubur kertas dan pembangkitan listrik disamping penggundulan hutan daerah tangkapan air diklaim menjadi biang keladinya meski hingga kini belum ada dan terlaksana penelitian intensif untuk menegaskan hal tersebut.Â
Bila mencari penyebabnya belum mendapat perhatian serius seperti monitoring dan evaluasi terkait kepentingan konservasi dan peningkatan mutu perairan Danau Toba nyaris tak terdengar, konon lagi mau mengeksekusi solusinya.
Bila tidak maka hanya akan sekedar menjadi slogan belaka, dan akhirnya Pesona Surutnya Danau Toba semakin menjadi-jadi. Sangat disayangkan bilamana itu terjadi dalam hitungan mungkin dua tiga tahun mendatang. Geopark Kelas Dunia menjadi kemustahilan pada akhirnya.
Kami pun akhirnya berhasil merapat ke Pelabuhan Tomok dan antri masuk kapal Ferry KMP Tao Toba II. Ini mengakhiri perjalanan kami di Pulau Samosir. Semoga ada perubahan berarti untuk Danau Toba tercinta, menjadi danau yang tetap hidup dan berkualitas.Â
Kita tidak menghendaki Danau Toba menjadi danau mati  yang dikenang dengan kemewahan layaknya monumen atau tambak orang Batak.Â
Kita sebagai bangsa Batak ingin Danau Toba tetap menghidupi orang Batak, tidak hanya keluarga ataupun penduduk di Pulau Samosir dan 5 Kabupaten di Sumatera Utara namun juga negara Indonesia dengan predikat kelas dunia. Â
Pematang Siantar, 28 Desember 2017