Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Adi. Ia dikenal sebagai sosok sederhana yang bekerja sebagai tukang servis elektronik. Meski hidup pas-pasan, Adi rajin ke masjid, santun, dan suka membantu siapa saja yang membutuhkan.
Suatu hari, seorang ustaz baru datang ke masjid dekat rumah Adi. Namanya Ustaz Karim. Penampilannya sangat agamis: jubah putih bersih, sorban melilit kepala, dan janggutnya lebat serta rapi. Namun, tutur katanya sering keras dan mudah menghakimi orang lain, terutama mereka yang penampilannya dianggap "tidak layak" masuk masjid.
Di sisi lain kota, ada seorang preman pasar bernama Rudi. Tubuhnya penuh tato, wajahnya sangar, namun siapa sangka, hatinya lembut. Rudi sering membantu para pedagang tanpa pamrih, bahkan pernah menolong seorang ibu yang dompetnya dicopet. Banyak yang takut padanya karena penampilannya, padahal ia sudah lama berhenti dari dunia kekerasan.
Suatu sore, Adi mampir ke masjid untuk shalat ashar. Saat masuk, ia melihat Rudi duduk di pojokan, tampak canggung, memegang topinya erat-erat.
"Assalamualaikum," sapa Adi sambil tersenyum.
"Wa'alaikumussalam," jawab Rudi pelan. "Saya... cuma numpang istirahat, boleh?"
"Tentu boleh. Masjid ini rumah Allah, siapa pun boleh masuk," jawab Adi lembut.
Beberapa menit kemudian, Ustaz Karim datang. Melihat Rudi, wajahnya langsung berubah kaku.
"Eh, kamu! Tempat ini bukan buat orang kayak kamu. Keluar!" serunya lantang.
Rudi berdiri, tertegun. "Saya nggak ganggu, Ustaz. Cuma mau duduk sebentar," ucapnya pelan.
"Masjid bukan tempat preman! Pergi sana, sebelum saya panggil warga!"